Yazhid Blog

.

Selasa, 30 April 2013

TES RUMPLE LEEDE

4. TES RUMPLE LEEDE A.     Pra Analitik 1.       Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus 2.       Prinsip: Terhadap ... thumbnail 1 summary

4. TES RUMPLE LEEDE

A.    Pra Analitik
1.      Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
2.      Prinsip:
Terhadap kapiler diciptakan suasana anoksia dengan jalan membendung alir­an darah vena. Terhadap anoksia dan penambahan tekanan internal akan terlihat kemampuan kapiler bertahan . Jika ketahanan kapiler turun akan tim­bul "' Petechiae "' di kulit.

3.      Alat dan bahan:
·                   Tensimeter dan Stethoskope
·                   Timer
·                   Spidol

B.     Analitik
Cara Kerja   :   
1.Pasang manset tensimeter pada lengan atas, kira-kira 7 cm diatas lipatan siku . Carilah tekanan sistolis (TS) dan tekanan diastolic (TD).
  1. Buat lingkaran pada bagian volar lengan bawah :
- Radius 3 cm
- Titik pusat terletak 2 cm dibawah garis lipatan siku.
  1. Pasang lagi tensimeter dan buatlah tekanan sebesar 1/2 X (TS+TD)  pertahankan tekanan ini selama 5 menit.
  2. Longgarkan manset lalu perhatikan ada tidaknya petechieae dalam lingkaran yang telah dibuat
C.    Pasca Analitik
Nilai Rujukan : < 10          : Normal ( Negatif)
                                   10 ‑ 20 : Dubia ( Ragu – ragu )
                                  > 20       : Abnormal ( Positif )

Pemeriksaan Masa Pembekuan Darah ( CLOTTING TIME )

3. CLOTTING TIME (Masa pembekuan) Tes masa masa pembekuan menurut Lee ‑ White merupakan tes yang paling tua dan kurang ketelitiann... thumbnail 1 summary

3. CLOTTING TIME
(Masa pembekuan)


Tes masa masa pembekuan menurut Lee ‑ White merupakan tes yang paling tua dan kurang ketelitiannya . Tes ini mengukur waktu yang diperlukan oleh darah lengkap untuk membeku di dalam tabung.
Metode Lee ‑ White menggunakan 4 tabung masing ‑ masing terisi 1 ml darah lengkap, diinkubasi dalam suhu 370C. Tabung perlahan ‑ lahan dimiringkan setiap 30 detik supaya darah bersentuhan dengan dinding tabung sekaligus melihat sudah terjadinya pembekuan. Darah normal membeku 4 ‑ 10 menit dalam suhu 370C.
Uji ini menentukan lamanya waktu yang dibutuhkan darah untuk membeku. Hasilnya menjadi ukuran aktivitas faktor-faktor koagulasi, terutama faktor-faktor yang membentuk tromboplastin dan faktor-faktor yang berasal dari trombosit, juga kadar fibrinogen
Defisiensi faktor pembekuan dari ringan sampai sedang belum dapat dideteksi dengan metode ini, baru dapat mendeteksi defisiensi faktor pembekuan yang berat.
.
A.    Pra Analitik
1.      Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
2.      Persiapan sample: darah vena
3.      Prinsip:
Diambil darah vena dan dimasukkan kedalam tabung kemudian dibiarkan membe­ku . Selang waktu dari saat pengambilan darah sampai saat darah membeku dicatat sebagai masa pembekuan
4.      Alat dan bahan
·               Tabung reaksi 10 X 100 mm = 4 buah
·               Stop watch
·               Water bath        


B. Analitik
    I.Metode Tabung
Cara kerja :
1.   Tempatkan ke 4 tabung reaksi ke dalam water bath (370C)
2.   Ambil darah vena 4 ml, segera jalankan stop watch pada saat darah tampak di dalam jarum . Tuangkan 1 ml kedalam setiap tabung.
3.  Setelah 3 menit mulailah mengamati tabung 1 . Angkat tabung keluar dari water bath dalam posisi tegak lurus, lalu miringkan perhatikan apakah darah masih bergerak atau tida(membeku ). Lakukan hal ini pada semua tabung setiap selang waktu 30 detik sampai terlihat darah dalam tabung sudah tidak bergerak (darah sudah membeku ).
4. Catat selang waktu dari saat pengambilan darah sampai darah membeku sebagal masa pembekuan.

Rumus    :    Rata ‑ rata dari tabung 2,3,dan 4, hasil dibulatkan 0,5 menit.
Catatan   : Nlilai rujukan 4‑10 menit (370C). Tes dapat dilakukan tanpa menggunakan water bath , masa pembekuan pada suhu kamar lebih panjang. Disarankan tiap laboratorium untuk membuat nilai rujukan masing ‑ masing.

II. Metode kapiler
Alat
·               Kapas
·               Alkohol 70%
·               Lanset
·               Objek glass
·               Stopwatch
Cara kerja:
  1. Basahi kapas dengan alcohol 70%
  2. Desinfeksi  ujung jari dengan dengan kapas alkohol dan biarkan kering
  3. Ujung jari ditusuk dengan lanset sedalam 3 mm hingga keluar darah
  4. Darah diteteskan sebanyak 2 tetes pada objek glass dan stopwatch dijalankan
  5. Darah tadi diangkat dengan jarum tiap 30 detik sampai terlihat adanya benang fibrin
  6. Waktunya dicatat
C.    Pasca Analitik
Nilai rujukan :
 I. 4 – 10 menit (37oC)
 II. 2 – 6 menit

Pemeriksaan Masa Perdarahan ( BT )

2. BLEEDING TIME (Masa Perdarahan) Terjadinya perdarahan berkepanjangan setelah trauma superfisial yang terkontrol, merupakan petunj... thumbnail 1 summary

2. BLEEDING TIME
(Masa Perdarahan)

Terjadinya perdarahan berkepanjangan setelah trauma superfisial yang terkontrol, merupakan petunjuk bahwa ada defisiensi trombosit. Masa perdarahan memanjang pada kedaan trombositopenia ( <100.000/mm3 ada yang mengatakan < 75.000 mm3), penyakit Von Willbrand, sebagian besar kelainan fungsi trombosit dan setelah minum obat aspirin.
Pembuluh kapiler yang tertusuk akan mengeluarkan darah sampai luka itu tersumbat oleh trombosit yang menggumpal. Bila darah keluar dan menutupi luka , terjadilah pembekuan dan fibrin yang terbentuk akan mencegah perdarahan yang lebih lanjut . Pada tes ini darah yang keluar harus dihapus secara perlahan‑lahan sedemikian rupa sehingga tidak merusak trombosit. Setelah trombosit menumpuk pada luka , perdarahan berkurang dan tetesan darah makin lama makin kecil.
Tes masa perdarahan ada 2 cara yaitu metode Duke dan metode Ivy . Kepekaan metode Ivy lebih baik, dengan nilai rujukan I ‑ 7 menit dan metode Duke dengan nilai rujukan 1 – 3 menit.

1. METODE DUKE
A .Pra Analitik
  1. Persiapan Pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
  2. Persiapan sample: darah kapiler
  3. Prinsip:   
Dibuat luka standar pada daun telinga , lamanya perdarahan sampai berhenti dicatat.                                                                                                                                                                                                        
  1. Alat dan bahan
·               Disposable Lanset steril
·               Kertas saring bulat
·               Stop Watch
·               Kapas alkohol
           
B. Analitik
Cara kerja    :  
  1. Desinfeksi  daun telinga dengan kapas alkohol , biarkan mengering.
  2. Buat luka dengan disposable lanset steril panjang 2 mm dalam 3 mm. sebagai pegangan pakailah kaca objek dibalik daun telinga dan tepat pada saat darah keluar jalankan stop watch.
  3. Setiap 30 detik darah yang keluar diisap dengan kertas saring bulat tetapi   jangan sampai menyentuh luka
  4. Bila perdarahan berhenti , hentikan stop watch dan catatlah waktu perdarahan                                                      
Catatan :
  1. Bila perdarahan 10 menit, hentikan perdarahan dengan menekan luka dengan kapas alkohol . Dianjurkan untuk diulang dengan cara yang sama atau dengan metode Ivy.
  2. Digunakan untuk bayi dan anak ‑ anak
  3. Kepekaannya kurang.
C. Pasca Analitik
Nilai rujukan : 1 – 3 menit

2. METODE IVY
A. Pra Analitik
1.      Persiapan pasien: tidak memerlukan persiapan khusus
2.      Persiapan sample: darah kapiler
3.      Prinsip:
Dibuat perlukaan standar pada permukaan volar lengan bawah , lamanya per­darahan diukur. 
4.      Alat dan bahan:
·         Tensimeter
·         Disposable lanset steril dengan ukuran lebar 2 mm dan 3 mm
·         Stop watch
·         Kertas saring bulat
·         Kapas alkohol

B. Analitik
Cara kerja:
  1. Pasang manset tensimeter pada lengan atas dan pompakan tensi meter sampai 40 mm Hg selama pemeriksaan . Desinfeksi permukaan volar lengan ba­wah dengan kapas alkohol 70 % . Pilih daerah  kulit yang tidak ada vena superfisial , kira ‑ kira 3 jari dari lipatan siku.
  2. Rentangkan kulit dan lukailah dengan lebar 2 mm dalam 3mm.
  3. Tepat pada saat terjadi perdarahan stop watch dijalankan
  4. Setiap 30 detik hapuslah bintik darah yang keluar dari luka hindari jangan sampai menutup luka.
  5. Bila perdarahan berhenti ( diameter <1 mm ) hentikan stop watch dan lepas­kan manset tensimeter . Catat waktu perdarahan dengan pembulatan 0,5 menit.

Catatan   :
  1. Bila perdarahan sampai 15 menit belum berhenti tekanlah lukanya . Tes diu­langi lagi terhadap lengan lainnya . Bila hasilnya sama , hasil dilaporkan bah­wa masa perdarahan > 15 menit
  2. Kesulitan dalam membuat luka yang standar . Jika hasil < 2 menit tes diulang
C. Pasca Analitik
.Nilai rujuk : 1 – 7 menit

PEDOMAN TES MALARIA

PEDOMAN TES MALARIA Pengertian    :     Tes malaria adalah tes laboratorium yang dapat memberikan informasi tentang parasit khususnya ... thumbnail 1 summary

PEDOMAN TES MALARIA

Pengertian    :     Tes malaria adalah tes laboratorium yang dapat memberikan informasi tentang parasit khususnya genus Plasmodium sebagai penyebab  penyakit malaria.
Tujuan          :     Untuk menunjang diagnosis, memantau perjalanan penyakit, efektifitas pengobatan, dan penyakit malaria
Prosedur:
1. Dilaksanakan oleh petugas laboratorium/analis yang telah terlatih, jika perlu  dikonfirmasi oleh dokter yang bertugas
2.  Pra Analitik
a. Persiapan pasien :
-           Pengambilan  sampel  dilakukan  sebelum  pasien  menggunakan  obat antimalaria.
-        Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada saat demam
b.   Persiapan sampel  :
Darah dapat berupa darah kapiler atau darah vena yang diberi antikoagulan Na Citrat 3,8%, atau EDTA.
  c. Alat dan Bahan:
-       Kapas alkohol 70%
-       Blood lancet
-       Etil alkohol
-       Object glass
-       Larutan Giemsa dengan larutan Buffer Ph 7,2
-       Air kran/aquades
-       Mikroskop
3.  Analitik
A. Tes Pembuatan Sediaan Darah Tebal dan Tipis
1.      Bersihkan ujung jari atau anak telinga dengan kapas alkohol 70%. Biarkan mengering.
2.      Tusuk kulit dengan jarum (blood lancet) dengan cepat, cukup dalam sehingga darah dapat mengalir secara bebas tanpa diperas (dipijat). Tetesan darah pertama dibuang.
3.      Buat sediaan darah tebal dengan cara meneteskan sebanyak 3 - 4 tetes darah pada daerah dekat ujung object glass yang bersih dan bebas dari lemak. Dengan sudut object glass yang lain campurkan tetesan darah tersebut secara membulat sehingga diameternya sekitar 20 mm. Ketebalannya sedemikian rupa sehingga masih  bisa membaca koran yang diletakkan di belakang sediaan tersebut.
4.      Buatlah sediaan darah tipis pada sisa tempat di object glass yang sama.
5.      Tempatkan di kotak sediaan atau letakkan horizontal agar mengering. Lindungi terhadap pengotoran oleh debu atau gangguan lalat, dan kecoa. Sediaan darah tebal kadang-kadang perlu waktu 2 jam untuk menjadi kering.

B. Prosedur Pewarnaan

Cara Pembuatan Larutan Buffer

Larutan Buffer terdiri atas 2 stok larutan yaitu:

-          Dinatrium phosphate, anhydrous (Na2HPO4) 9,5 gr per liter

-          Natrium asam phosphate (NaH2PO4H2O) 9,2 gr per liter
Dari stok larutan ini dibuat larutan buffer dalam air untuk pewarnaan dan pencucian sediaan., sebagai berikut:
Formula untuk 1 (satu) liter
pH
Na2HPO4
NaH2PO4H2O
Aquadest
6,8
49,6 cc
50,4 cc
900 cc
7,0
61,1 cc
38,9 cc
900 cc
7,2
72,0 cc
28,0 cc
900 cc
7,4
80,3 cc
19,7 cc
900 cc

1. Sediaan darah tipis
a.    Sediaan darah tipis difiksasi dengan direndam ethyl alkohol absolut atau metyl alkohol absolut selama 2-3 menit.
b.    Rendam sediaan dalam larutan campuran 1 (satu) cc stock Giemsa dengan 50 cc larutan Buffer air selama 10-45 menit.
c.    Cuci dengan aquadest dan biarkan mengering
2. Sediaan darah tebal
Pada sediaan darah tebal, tidak dilakukan perendaman dengan ethyl alkohol absolut (methyl alkohol absolut), tetapi langsung dengan pewarnaan. Kemudian cuci dengan aquadest dengan hati-hati selama 2 (dua) menit.
C. Pemeriksaan sediaan apusan
-          Periksa sediaan apusan darah di bawah mikroskop dengan lensa obyektif 100x  untuk melihat ada atau tidak parasit malaria, dan untuk mengidentifikasi spesies Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum Plasmodium Malariae, atau Plasmodium ovale.
-          Hasil  tes positif jika ditemukan parasit malaria, dan negatif jika tidak ditemukan parasit malaria.
Nilai rujukan:
Negatif : tidak ditemukan parasit malaria
4. Pasca Analitik
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis yang terbaik adalah berdasarkan hitung parasit dengan identifikasi parasit yang tepat.
Hitung parasit pada tetes darah tebal: dihitung berdasar leukosit (eritrosit sudah lisis), yaitu per 200 leukosit.
Contoh: Hasil : 1500 parasit/200 leukosit
              Bila leukosit 8000/uL, hitung parasit: 8000/200 x 1500 par. = 60.000/uL
Penilaian: Hitung parasit < 100.000/uL, mortalitas < 1%
                  Hitung parasit > 500.000/uL, mortalitas >50%
Catatan:
-          baik untuk parasitemia rendah
-          kurang baik bila parasit padat
Secara kasar pada pemeriksaan tetes darah tebal sering dilaporkan dengan kode plus 1(+) satu sampai dengan plus 4 (++++), yang artinya ialah:
   +          :    1-10 parasit per 100 lapang pandang
   ++        :    11-100 parasit per 100 lapang pandang
   +++     :    1-10 parasit per satu lapang pandang
   ++++   :    lebih dari 10 parasit per satu lapang pandang

Kamis, 25 April 2013

pemeriksaan laju endap darah

PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH Laju endap darah adalah mengukur  kecepatan sendimentasi sel eritrosit di dalam plasma. Satuannya mm/jam ... thumbnail 1 summary

PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH

Laju endap darah adalah mengukur  kecepatan sendimentasi sel eritrosit di dalam plasma. Satuannya mm/jam
Cara pemeriksaan yang mendapat rekomendasi dari International Commitee for Standardization in Hematology  (ICSH) adalah cara Westergren

I.    Cara Westergren
A.    Pra Analitik
1.      Persiapan Penderita: tidak memerlukan persiapan khusus
2.      Persiapan sampel:
Darah vena dicampur dengan antioagulan larutan Natrium Sitrat 0,109 M dengan perbandingan 4 : 1. dapat juga dipakai darah EDTA yang diencerkan dengan larutan sodium sitrat 0,109 M atau NaCl 0,9% dengan perbandingan 4:1.
3.      Prinsip: mengukur kecepatan sendimentasi sel eritrosit di dalam plasma. Satuannya mm/jam
4.      Alat dan bahan:     a.   Pipet Westergren
a.       Rak untuk pipet Westergren
b.      Natrium sitrat 0,109 M

B.     Analitik
1.      Isi pipet Westergren dengan darah yang telah diencerkan sampai garis tanda 0. Pipet harus bersih dan kering.
2.      Letakkan pipet pada rak dan perhatikan supaya posisinya betul-betul tegak lurus pada sushu 18-250C. Jauhkan dari cahaya matahari dan getaran.
3.      Setelah tepat 1 jam, baca hasilnya dalam mm/jam.

C.    Pasca Analitik
Nilai rujukan   Laki-laki    : 0 – 20 mm/jam
Perempuan            : 0 – 15 mm/jam

Sumber Kesalahan
  1. Kesalahan dalam persiapan penderita, pengambilan dan penyiapan bahan pemeriksaan
  2. Dalam suhu kamar pemeriksaan harus dilakukan dalam 2 jam pertama, apabila darah EDTA disimpan pada suhu 4 oC pemeriksaan dapat ditunda selama 6 jam.
  3. Perhatikan agar pengenceran dan pencampuran darah dengan larutan antikoagulans dikerjakan dengan baik.
  4. Mencuci pipa Westergren yang kotor dapat dilakukan dengan cara membersihkannya dengan air, kemudian alkohol dan terakhir aseton. Cara lain adalah dengan membersihkan dengan air dan biarkan kering satu malam dalam posisi vertikal. Tidak dianjurkan memakai larutan bichromat atau deterjen.
  5. Nilai normal pada umumnya berlaku untuk 18-25O C.
  6. Pada pemeriksaan pipet harus diletakkan benar-benar posisi vertikal.
II. Cara Wintrobe
A.    Pra Analitik
1.      Persiapan Penderita: tidak memerlukan persiapan khusus
2.      Persiapan sampel:
Darah EDTA
3.      Prinsip: mengukur kecepatan sendimentasi sel eritrosit di dalam plasma. Satuannya mm/jam
4.      Alat dan bahan:     a.   Tabung Wintrobe
b.      Pipet Kapiler
B.     Analitik
1.      Campur isi spesimen baik-baik supaya homogen
2.      Isilah tabung Wintrobe dengan pipet kapiler sampai tanda 0
3.      Letakkan tabung pada rak dengan  posisi tepat tegak lurus
4.      Biarkan selama 1 jam. Setelah tepat 1 jam, catatlah penurunan eritrosit dalam mm/jam
C.    Pasca Analitik
Nilai rujukan   Laki-laki    : 0 – 20 mm/jam
Perempuan            : 0 – 15 mm/jam

Selasa, 23 April 2013

pemeriksaan telur cacing metode sedimentasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Pembangunan disektor kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia... thumbnail 1 summary


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pembangunan disektor kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia. Penyakit cacingan termasuk salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia karena cacingan akan mempengaruhi status gizi, daya kognitif dan produktifitas kerja. Dalam rangka menuju indonesia sehat 2010, pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, pembangunan tersebut mempunyai tujuan untuk mewujudkan manusia yang sehat, produktif dan mempunyai daya saing yang tinggi. Salah atu ciri bangsa yang maju adalah bangsa yang mempunyai derajat kesehatan yang tinggi dengan mutu kehidupan yang tinggi pula.
Di indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, salah satu diantaranya adalah cacing perut yang ditularkan melalui tanah. Cacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktifitas penderitanya sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian, karena menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein serta kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia.
Manusia merupakan hospes defenitif beberapa nematoda usus (cacing perut), yang dapat mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat. Diantara cacing perut tardapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminths). Diantara cacing tersebut yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris lumricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura). Jenis – jenis cacing tersebut banyak temukan di daerah tropis seperti Indonesia.
Dalam diagnosis infeksi cacing usus secara parasitologi, bahan yang diperiksa adalah tinja penderita. Kepekaan suatu metode diagnosis sangat penting tidak hanya untuk menentukan ada tidaknya infeksi, namun juga untuk menguji keberhasilan penggunaan obat cacing yang dipakai dalam pengobatan. Ada beberapa metode pemeriksaan tinja  Dimana metode konsentrasi terdiri atas cara sedimentasi dan cara pengapungan. Baik sedimentasi maupun pengapungan lebih sensitif dibanding pemeriksaan langsung.

1.2    Tujuan
1.  Untuk mengetahui jenis cacing perut yang paling banyak mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat di Indonesia
2.  untuk mengetahui hospes, nama penyakit, distribusi geografik, lingkaran hidup, patofisiologi, gejala klinik, diagnosis, epidemiologi dan pengobatan dari cacing gelang ( Ascaris lumricoides ) , cacing tambang ( Ancylostoma duodenale ) dan cacing cambuk ( Trichuris trichiura ).
3.  untuk mengetahui cara identifikasi / pemeriksaan telur cacing cacing gelang ( Ascaris lumricoides ) , cacing tambang ( Ancylostoma duodenale ) dan cacing cambuk ( Trichuris trichiura ) menggunakan cara sedimentasi.
4.  untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari pemeriksaan telur cacing  dengan cara sedimentasi.
5.   Untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan penyakit cacingan

1.3    Rumusan masalah
1.      Apa saja jenis cacing perut yang paling banyak menimbulkan masalah bagi kesehatan masyarakat di Indonesia ?
2.      Apa dan bagaimana  hospes, nama penyakit, distribusi geografik, lingkaran hidup, patofisiologi, gejala klinik, diagnosis, epidemiologi dan pengobatan dari cacing gelang ( Ascaris lumricoides ) , cacing tambang ( Ancylostoma duodenale ) dan cacing cambuk ( Trichuris trichiura ) ?
3.      Bagaimana cara identifikasi / pemeriksaan telur cacing cacing gelang ( Ascaris lumricoides ) , cacing tambang ( Ancylostoma duodenale ) dan cacing cambuk ( Trichuris trichiura ) menggunakan cara sedimentasi ?
4.      Apa kelebihan dan kekurangan dari pemeriksaan telur cacing dengan cara sedimentasi ?
5.      Bagaiman pengobatan dan pencegahan pada penyakit cacingan?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Jenis cacing perut yang paling banyak mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat di Indonesia

Manusia merupakan hospes defenitif beberapa nematoda usus (cacing perut), yang dapat mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat. Diantara cacing perut tardapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminths). Diantara cacing tersebut yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris lumricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura). Jenis – jenis cacing tersebut banyak temukan di daerah tropis seperti Indonesia. Pada umumnya telur cacing bertahan pada tanah yang lembab, tumbuh menjadi telur yang infektif. Dalam diagnosis infeksi cacing usus secara parasitologi, bahan yang diperiksa adalah tinja penderita. Kepekaan suatu metode diagnosis sangat penting tidak hanya untuk menentukan ada tidaknya infeksi, namun juga untuk menguji keberhasilan penggunaan obat cacing yang dipakai dalam pengobatan. Ada beberapa metode pemeriksaan tinja, yaitu metode langsung dan metode konsentrasi. Dimana metode konsentrasi terdiri atas cara sedimentasi dan cara pengapungan. Baik sedimentasi maupun pengapungan lebih sensitif dibanding pemeriksaan langsung.

2.2  Hospes, nama penyakit, distribusi geografik, lingkaran hidup, patofisiologi, gejala klinik, diagnosis, epidemiologi dan pengobatan dari cacing gelang (Ascaris lumricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura )

v  Cacing Gelang ( Ascaris lumricoides )

·           Hospes dan nama penyakit
Manusia merupakan satu – satunya hospes Ascaris lumricoides. Penyakit yang disebabkannya disebut askariasis.
·         Distribusi geografik
Parasit ini ditemukan kosmopolit. Survei yang dilakukan di indonesia antara tahun 1970 – 1980 menunjukkan pada umumnya prevalensi 70 % atau lebih.
·         Lingkaran hidup
Cacing jantan berukuran 10 – 30 cm, sedangkan betina 22 – 35 cm. Pada stadium dewasa hidup dirongga usus halus. cacing betina dapat bertelur sampai 100.000 – 200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan manusia, akan menetas menjadi larva di usus halus, larva tersebut menembus dinding usus menuju pembuluh darah atau saluran limfa dan dialirkan ke jantung lalu mengikuti aliran darah ke paru – paru menembus dinding pembuluh darah, lalu melalui dinding alveolus masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trachea melalui bronchiolus dan broncus. Dari trachea larva menuju ke faring, sehingga meninbulkan rangsangan batuk, kemudian tertelan masuk ke dalam esofagus lalu menuju ke usus halus, tumbuh menjadi cacing dewasa. Proses tersebut memerlukan waktu kurang lebih 2 bulan sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa.
·         Patofisiologi
Disamping itu gangguan dapat disebabkan oleh larva yang masuk ke paru – paru sehingga dapat menyebabkan perdarahan pada dinding alveolus yang disebut sindroma loeffter. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang – kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak - anak dapat terjadi gangguan penyerapan makanan ( malabsorbtion ). Keadaan yang serius, bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi penyumbatan pada usus ( ileus obstructive ).

·         Gejala klinik dan diagnosis
Gejala penyakit cacingan memang tidak nyata dan sering dikacaukan dengan penyakit - penyakit lain. Pada permulaan mungkin ada batuk – batuk eosinofilia. Orang ( anak ) yang menderita cacingan biasanya lesu, tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang. Pada anak – anak yang menderita Ascariasis perutnya nampak buncit ( karena jumlah cacing dan kembung perut ) ; biasanya matanya pucat dan kotor seperti sakit mata ( rembes ), dan seperti batuk pilek. Perut sering sakit, diare, nafsu makan kurang. Karena orang ( anak ) masih dapat berjalan dan sekolah atau bekerja, sering kali tidak dianggap sakit, sehingga terjadi salah diagnosis dan salah pengobatan. Padahal secara ekonomis sudah menunjukkan kerugian yaitu menurunkan produktifitas kerja dan mengurangi kemampuan belajar. Karena gejala klinik yang tidak khas, perlu diadakan pemeriksaan tinja untuk membuat diagnosis yang tepat, yaitu dengan menemukan telur – telur cacing didalam tinja tersebut. Jumlah telur juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan beratnya infeksi ( dengan cara menghitung telur ).
·         Epidemiologi
Telur cacing gelang keluar bersama tinja pada tempat yang lembab dan tidak terkena sinar matahari, telur tersebut tumbuh menjadi infektif. Infeksi cacing gelang terjadi bila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman dan dapat pula melalui tangan yang kotor ( tercemar tanah dengan telur cacinh ).
·         Pengobatan
Pengobatan dapat dilakukan secara individu atau masal pada masyarakat. Pengobatan individu dapat digunakan bermacam – macam obat misalnya piperasin, pirantel pamoat, mebendazol atau albendazol. Pengobatan masal dapat dipilih obat dengan beberapa parsyaratan yaitu :
-          Mudah diterima dimasyarakat
-          Mempunyai efek samping yang minim
-          Bersifat polivalen sehingga dapat berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing
-          Harganya murah ( terjangkau )
·         Prognosis
Pada umumnya askariasis mempunyai prognosis baik. Tanpa pengobatan, infeksi cacing ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5 tahun. Dengan pengobatan kesembuhan diperoleh antara 70 – 99 %.

v  Cacing cambuk ( Trichuris trichiura )

·         Hospes dan nama penyakit
Manusia merupakan hospes cacing ini. Penyakit yang disebabkan disebut trikuriasis.
·         Distribusi geografik
Cacing ini bersifat kosmopolt ; terutama ditemukan didaerah panas dan lembab seperti di indonesia.
·         Lingkaran hidup
Cacing betina panjangnya sekitar 5 cm dan yang jantan sekitar 4 cm. Cacing dewasa hidup di kolon asendens dengan bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa usus. Satu ekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur  sehari sekitar 3.000 – 5.000 butir. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja, telur menjadi matang ( berisi larva dan infektif ) dalam waktu 3 – 6 minggu di dalam tanah yang lembab dan teduh. Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia ( hospes ), kemudian larva akan keluar dari telur dan masuk kedalam usus halus sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke kolon asendens dan sekum. Masa pertumbuhan mulai tertelan sampai menjadi cacing dewasa betina dan siap bertelur sekitar 30 – 90 hari.


·         Patofisiologi
Cacing cambuk pada manusia terutama hidup di sekum dapat juga ditemukan di dalam kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak cacing ini tersebar diseluruh kolon dan rektum, kadang – kadang terlihat pada mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita sewaktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat pelekatannya dapat menimbulkan perdarahan. Disamping itu cacing ini menghisap darah hospesnya sehingga dapat menyebabkan anemia.
·         Gejala klinik dan diagnosis
Infeksi cacing cambuk yang ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau sama sekali tanpa gejala. Sedangkan infeksi cacing cambuk yang berat dan menahun terutama pada anak menimbulkan gejala seperti diare, disentri, anemia, berat badan menurun dan kadang – kadang terjadi prolapsus rektum. Infeksi cacing cambuk yang berat juga sering disertai dengan infeksi cacing lainnya atau protozoa. Diagnosis dibuat dengan menemukan telur di dalam tinja.
·         Epidemiologi
Penyebaran penyakit ini adalah terkontaminasinya tanah dengan tinja yang mengandung telur cacing cambuk. Telur tumbuh dalam tanah liat, lembab dan tanah dengan suhu optimal ± 30˚ C. Infeksi cacing cambuk terjadi bila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman yang tercemar atau melalui tangan yang kotor.
·         Pengobatan
Obat infeksi cacing cambuk adalah mebendazol / albendazol dan oksantel pamoat.




v  Cacing tambang ( Ancylostoma duodenale )

·         Hospes dan nama penyakit
Hospes parasit ini adalah manusia, cacing ini menyebabkan ankilostomiasis.
·         Distribusi geografik
Penyebaran cacing ini diseluruh daerah khatulistiwa dan di tempat lain dengan keadaan yang sesuai, misalnya di daerah pertambangan dan perkebunan. Prevalensi di Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan sekitar 40 %.
·         Lingkaran hidup
Cacing dewasa hidup dirongga usus halus dengan giginya melekat pada mukosa usus. Cacing betina menghasilkan 9.000 – 10.000 butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira – kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang adalah sebagai berikut : telur cacing akan keluar bersama tinja setelah 1 – 1,5 hari dalam tanah , telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7 – 8 minggu di tanah. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru – paru. Di paru – paru menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring. Dari laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan.
·         Patofisiologi
Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus tapi melekat dengan giginya pada dinding usus dan menghisap darah. Infeksi cacing tambang menyebabkan kehilangan darah secara perlahan – lahan sehingga penderita mengalami kekurangan darah ( anemia ) akibatnya dapat menurunkan gairah kerja serta menurunkan produktifitas. Tetapi kekurangan darah ( anemia ) ini biasanya tidak dianggap sebagai cacingan karena kekurangan darah bisa terjadi oleh banyak sebab.
·         Gejala klinik dan diagnosis
Gejala klinik karena infeksi cacing tambang antara lain tidak bergairah, konsentrasi belajar berkurang, pucat dan anemia.
·         Epidemiologi
Kejadian penyakit ini di indonesia sering ditemukan pada penduduk, terutama di daerh pedesaan khususnya di perkebunan atau pertambangan. Cacing ini menghisap darah hanya sedikit namun luka – luka gigitan yang berdarah akan berlangsung lama, setelah gigitan dilepaskan dapat menyebabkan anemia yang lebih berat. Kebiasaan buang air besar di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun sangat penting dalam penyebaran infeksi penyakit ini. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur ( pasir, humus ) dengan suhu optimum 32 - 38˚ C. Untuk menghindari infeksi Manusia merupakan hospes defenitif beberapa nematoda usus (cacing perut), yang dapat mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat dapat dicegah dengan memakai sandal / sepatu bila keluar rumah.
·         Pengobatan
Obat untuk infeksi cacing tambang adalah pirantel pamoat, mebendazol dan albendazol.

2.3  Identifikasi / pemeriksaan telur cacing cara sedimentasi

·         Tujuan
Untuk mengidentifikasi adanya telur cacing gelang ( Ascaris lumricoides ), cacing tambang ( Ancylostoma duodenale ), dan cacing cambuk ( Trichuris trichiura ) pada tinja / faeces dangan cara sedimentasi.
·         Alat dan bahan
Alat :  
-     pemusing listrik
-          tabung sentrifuge vulume 15 ml yang dilengkapi dengan penutup
-          botol
-          kasa
-          corong
-          silinder berskala
-          swab kapas
Bahan :
-          larutan formaldehida
-          eter murni ( bila tidak ada, dapat dipakai petrol atau gasoline )
-          larutan sodium klorida
-          larutan iodin lugol
-          sampel tinja / faeces
·         Cara kerja
1.            Ambil kira – kira 2 ml tinja. Hancurkan dan campur larutan sodium klorida.
2.            Saring dengan dua lapis kasa, tampung pada tabung sentrifuge berskala ( dengan tanda angka 10 dan 13 ).
3.            Pusingkan dengan kecepatan medium selama 1 menit kemudian tuang supernatan. Bila supernatan masih keruh, endapan dicuci lagi dengan menambahkan 10 ml sodium klorida, pusingkan selama 1 menit dengan kecepatan medium dan buang supernatan.
4.            Tambahkan 10 ml formaldehida pada endapan.
5.            Campur dengan baik dan biarkan selama 5 menit.
6.            Tambahkan 3 ml eter atau petrol ( sampai di atas tanda 13 ). Yakinkan tidak ada api ( gas terbuka ) di dekat dan sekitar tempat pemeriksaan.
7.            Tutup tabung pegang pada satu sisi dan kocok selama 30 menit.
8.            Buka tutupnya secara hati – hati. Pusingkan dengan kecepatan rendah selama 1 menit. Akan tampak 4 lapisan pada tabung yaitu :
-          lapisan pertama : eter
-          lapisan kedua : debris
-          lapisan ketiga : larutan formaldehida
-          lapisan keempat : endapan mengandung telur dan kista parasit.
9.            Bebaskan lapisan debris dengan memutar ujung  pengaduk kayu diantaranya dengan tepi tabung. Balik tabung dan buang semua supernatan. Gunakan swab kapas untuk membuang semua debris yang menempel pada tepi tabung.
10.        Campur cairan yang tinggal dengan endapan dengan mengetuk – ngetuk dasar tabung.
11.        Teteskan didua tempat pada gelas benda masing – masing 1 tetes endapan. Tambahkan sedikit larutan iodin pada tetesan endapan kedua.
12.        Tutup dengan gelas penutup pada kedua tetesan. Periksa di bawah mikroskop.
Sediaan 1 ( tidak dicat ) : gunakan obyektif 10 X , 40 X . ( telur, larva )
Sediaan 2 ( dicat ) : gunakan obyektif 40 X ( kista )
Catatan :Ikuti cara yang sama, tetapi pada langkah nomor 1 digunakan aquades untuk mengganti larutan sodium klorida  ( jika tinja yang diawetkan dengan formaldehide ).
·         Hasil pengamatan
Pada pemeriksaan tinja secara sedimentasi semua protozoa, telur dan larva yang jika ada dalam tinja akan terdeteksi.

2.4  Kelebihan dan kekurangan dari pemeriksaan telur cacing cara sedimentasi dibanding cara pengapungan dan cara langsung.

Adapun kelebihan dan kekurangan dari pemeriksaan telur cacing cara sedimentasi dibanding cara pengapungan dan cara langsung adalah cara sedimentasi lebih sensitif sebab volume tinja yang diperiksa bisa lebih banyak, dengan demikian hasil negatif dari pemeriksaan langsung bisa menunjukkan hasil positif bila diperiksa dengan metode konsentrasi. Meskipun pada sediaan cara sedimentasi terdapat partikel – partikel tinja, namun semua protozoa, telur dan larva yang ada akan terdeteksi, telur – telur cacing tetap utuh dan tidak terdistorsi mengendap di dasar lubang. Dan cara ini juga merupakan cara yang lebih kecil kemungkinannya menjadi subjek kesalahan teknik.

2.5  Pencegahan dan pengobatan
·         Pencegahan
Upaya pencegahan cacingan dapat dilakukan melalui upaya kebersihan perorangan ataupun kebersihan lingkungan.
F Menjaga Kebersihan perorangan
a). Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar dengan menggunakan air dan sabun.
b). Menggunakan air bersih untuk keperluan makan, minum dan mandi.
c). Memasak air untuk minum.
d). Mencuci dan memasak makanan dan minuman sebelum dimakan
e). Mandi dan membersihkan badan paling sedikit 2x sehari
f). Memotong dan membersihkan kuku.
g). Memakai alas kaki bila berjalan ditanah dan memakai sarung tangan bila melakukan pekerjaan yang berhubunga dengan tanah.
h). Menutup makanan dengan tutup saji untuk mencegah debu dan lalat mencemari makanan tersebut
F Menjaga Kebesihan lingkungan
a). Membuang tinja dijamban agar tidak mengotori lingkungan
b). Jangan membuang tinja, sampah atau kotoran disungai
c). Mengusahakan pengaturan pembuangan air kotor
d). Membuang sampah pada tempatnya untuk menghindari lalat dan lipas
e). Menjaga kebersihan rumah dan lingkungannya

·       Pengobatan
Pengobatan cacingan dilakukan sesuai dengan hasil pemeriksaan tinja.

BAB III
PENUTUP

3.1        Kesimpulan

·         Jenis cacing perut yang paling banyak mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat di Indonesia.
Diantara cacing perut tardapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminths). Diantara cacing tersebut yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris lumricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura).
·         Identifikasi / pemeriksaan telur cacing cara sedimentasi.
Pada pemeriksaan tinja secara sedimentasi semua protozoa, telur dan larva yang jika ada dalam tinja akan terdeteksi.
·         Kelebihan dan kekurangan dari pemeriksaan telur cacing cara sedimentasi dibanding cara pengapungan dan cara langsung.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari pemeriksaan telur cacing cara sedimentasi dibanding cara pengapungan dan cara langsung adalah cara sedimentasi lebih sensitif sebab volume tinja yang diperiksa bisa lebih banyak, dengan demikian hasil negatif dari pemeriksaan langsung bisa menunjukkan hasil positif bila diperiksa dengan metode konsentrasi. Meskipun pada sediaan cara sedimentasi terdapat partikel – partikel tinja, namun semua protozoa, telur dan larva yang ada akan terdeteksi, telur – telur cacing tetap utuh dan tidak terdistorsi mengendap di dasar lubang. Dan cara ini juga merupakan cara yang lebih kecil kemungkinannya menjadi subjek kesalahan teknik.
·         Pencegahan dan pengobatan
Upaya pencegahan cacingan dapat dilakukan melalui upaya kebersihan perorangan ataupun kebersihan lingkungan. Sedangkan pengobatan cacingan dilakukan sesuai dengan hasil pemeriksaan tinja.

3.2        Saran
 Upaya pencegahan cacingan dapat dilakukan melalui upaya kebersihan perorangan ataupun kebesihan lingkungan. Salah satu contohnya adalah cuci tangan sebelum makan dengan menggunakan sabun serta menjaga kebersihan rumah dan lingkungan.  





DAFTAR PUSTAKA


Http:///www.Cermin dunia kedokteran No. 124, 1999 39.htm

Gandahusada,srisasi,dkk. 2000. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. FKUI. Jakarta

Prasetyo,R heru. 2002. Pengantar praktikum helmintologi kedokteran edisi kedua. Airlangga universiti press. Surabaya.

Umar fahmi ahmadi. 2004. Pedoman umum program nasional pemberantasan cacingan di era desentralisasi. Depkes RI : jakarta.

Recent Posts