I.
Judul Praktikum : Identifikasi Nematoda Usus Pada Sampel Tinja metode Fluotasi ( Pengapungan )
II.
Tanggal Praktikum : 19 April 2013
III.
Tujuan Praktikum : Mengidentifikasi Keberadaan Telur Cacing Dalam Sampel Tinja
IV.
Prinsip Pemeriksaan : Sampel diemulsikan kedalam larutan
NaCl jenuh, dimana telur cacing akan mengapung kepermukaan larutan dikarenakan perbedaan berat jenis antara telur cacing dan larutan NaCl.
V.
Landasan Teori
Parasit
merupakan kelompok biota yang pertumbuhan dan hidupnya bergantung pada makhluk
lain yang dinamakan inang. Inang dapat berupa binatang atau manusia. Menurut
cara hidupnya, parasit dapat dibedakan menjadi ektoparasit dan endoparasit.
Ektoparasit adalah jenis parasit yang hidup di permukaan luar tubuh, sedangkan
endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam organ tubuh inangnya. Parasit
yang hidup pada inangnya dalam satu masa/tahapan pertumbuhannya seluruh masa
hidupnya sesuai masing-masing jenisnya (Setyorini dan Purwaningsih, 1999).
Manusia
merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Penyakit
yang disebabkanya disebut askariasis. Cacing jantan berukuran 10-30 cm,
sedangkan cacing betina 22-35 cm. Stadium dewasa hidup di rongga usus muda.
Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari,
terdiri telur yang dibuahi, dan yang tidak dibuahi. Telur yang dibuahi,
besarnya kurang lebih 60x45 mikron dan yang tidak dibuahi 90x40 mikron. Dalam
lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif
dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini, bila tertelan oleh
manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju
pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian
mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah,
lalu dinding alveolus, masuk ke rongga alveolus, kemudian naik ke trakea
melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea penderita batuk karena rangsangan
ini dan larva akan tertelan ke esofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus
halus, larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai
cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan (Gandahusada dkk,
1998).
Cacing
ascaris lumbricoides merupakan jenis cacing gilig penyebab ascariasis pada
manusia maupun hewan diseluruh dunia. Kejadian ascariasis sangat tinggi pada
daerah tropis dan sub tropis cacing ini berparasit pada usus halus, infeksi
dapat terjadi melalui pakan, air minum, melalui kolostrum dan uterus ( Levine,
1990 ).
VI.
Alat Dan Bahan
A. Alat
Yang Digunakan :
1. Batang
pengaduk
2. Cover
glass
3. Mikroskop
4. Objek
gelas
5. Pipet
tetes
6. Rak
tabung
7. Tabung
reaksi
B. Bahan
Yang Digunakan :
1. Aquadest
2. Garam
dapur atau Kristal NaCl
3. Tinja
4. Tisu
VII.
Prosedur Kerja
1. Buatlah
larutan NaCl jenuh dengan melarutkan garam ke dalam aquadest
2. Buatlah
larutan emulsi larutan tinja dengan menggunakan larutan NaCl jenuh
3. Pipet
emulsi tinja dalam tabung reaksi, kemudian cukupkan volumenya dengan
menggunakan NaCl jenuh sampai rata dengan permukaan tabung
4. Letakkan
cover glass diatas permukaan tabung reaksi sehingga menyentuh permukaan
larutan, hindari terbentuknya gelembung
5. Biarkan
3 menit, sampai telur cacing naik ke permukaan larutan
6. Pindahkan
cover glass tersebut diatas objek glass yang bersih dan kering
7. Periksalah
dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x10.
VIII. Data
Pengamatan
A. Makroskopis
1. Bau :
Khas
2. Warna :
Kuning kecoklatan
3. Lendir :
Tidak ada
4. Konsistensi : Padat
5. Darah : Tidak ada
B. Mikroskopis
1. Telur : Negatif ( - )
2. Larva : Negatif ( - )
3. Eritrosit : Negatif ( - )
4. Leukosit : Negatif ( - )
5. Epitel
sel : Positif ( + )
6. Serat
makanan : Positif ( + )
7. Granula
pati : Positif ( + )
8. Tetesan
minyak : Positif ( + )
9. Gelembung
udara : Positif ( + )
C. Garmbar
Keterangan gambar :
1. trichuris trichiura
IX.
Pembahasan
Pemeriksaan parasit dengan sampel feses
pada manusia atau hospes dapat dilakukan dengan pemeriksaan kualitatif dan
kuantitatif. Pemeriksaan feses secara kualitatif yaitu pemeriksaan yang
didasarkan pada ditemukannya telur pada masing – masing metode pemeriksaan
tanpa dihitung jumlahnya. Metode pemeriksaan yang termasuk dalam pemeriksaan
kualitatif adalah pemeriksaan metode apung ( fluotasi ).
Pada praktikum ini metode yang digunakan
yaitu metode pengapungan atau fluotasi. Pada metode ini menggunakan larutan
NaCl jenuh atau larutan gula jenuh dan terutama dipakai untuk pemeriksaan feses
yang sedikit telur.
Cara kerjanya didasarkan atas berat
jenis telur yang lebih ringan dari pada berat jenis larutan yang digunakan,
sehingga telur – telur terapung dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel
– partikel yang besar yang terdapat dalam feses. Pemeriksaan ini hanya berhasil
untuk telur – telur nematode.
Sampel yang digunakan dalam praktikum
ini yaitu tinja yang diambil langsung dari manusia dengan criteria tertentu
sekitar 5 – 6 jam sebelum praktikum. Penggunaan tinja dalam praktikum sebesar
biji kelereng dan langsung dimasukkan ke dalam larutan NaCl yang disimpan dalam
tabung reaksi kemudian dilarutkan sampai tidak ada feses yang menumpuk.
Pada permukaan tabung reaksi diletakkan
cover glass sampai menyentuh permukaan larutan emulsi dan dibiarkan kurang
lebih 3 menit tujuannya agar telur cacing nematode mengendap ke atas dan
menempel pada cover glass. Jika pada proses pendiaman terlalu lama bisa
menyebabkan telur cacing kembali jatuh kedalam larutan. Akibatnya dapat
menimbulkan hasil negative palsu.
Sertelah dilakukan pendiaman diambil
cover glass dan diletakkan diatas objek gelas yang bersih dan kering kemudian
diperiksa dibawah mikroskop. Pada praktikum ini tidak didapatkan telur cacing
dan dapat dinyatakan bahwa negative terhadap infeksi parasit atau terdapat
kesalahan dalam pemeriksaan.
Kesalahan-kesalahan
yang mungkin terjadi dalam pemeriksaan feses diantaranya adalah:
Ø Kesalahan
pemeriksa/praktikan (human error)
Kesalahan yang termasuk
antara lain kesalahan saat melakukan pemeriksaan/melaksanakan praktikum,
kesalahan dalam menggunakan alat dan bahan, dan kesalahan dalam pengambilan
feses saat praktikum.
Ø Kesalahan
saat awal pengambilan feses
Kesalahan yang dimaksud
yakni kesalahan saat pengambilan feses dari manusia/hospes, apakah diambil pada
tempat pembuangan/kloset atau tidak langsung dari perianal, apakah tercampur
dengan urin.
Ø Kesalahan
penyimpanan feses
Kemungkinan kesalahan saat proses
penyimpana feses tidak dalam suhu rendah dan ruangan yang tidak steril.
Kelebihan dari metode fluotasi (
pengapungan ) yaitu tidak menyebabkan penumpukan telur cacing sehingga
memudahkan dalam pemeriksaan telur cacing.
X.
Kesimpulan
Setelah dilakukan
pemeriksaan telur cacing nematode usus pada sampel tinja, tidak ditemukan
adanya telur cacing nematode usus yang menandakan bahwa sampel tidak terinfeksi
parasit.
DAFTAR PUSTAKA
Gandahusada,
Srisasi dkk. 1998. Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta.
Setyorini,
A. C. dan Purwaningsih, E. 1999. Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi. Puslitbang Biologi-LIPI,
Bogor.
Levine,ND.
1990. Buku Pelajaran Parasitologi
Veteriner. Diterjemhakan oleh Prof.
Dr. Gatut Ashadi. Gadjah Mada University Press. Jakarta.