Yazhid Blog

.

Senin, 28 April 2014

Makalah Reaksi Transfusi

BAB I PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Sejak penemuan Landsteiner (1901) sampai sekarang, telah diketemukan lebih dari 400   anti... thumbnail 1 summary


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sejak penemuan Landsteiner (1901) sampai sekarang, telah diketemukan lebih dari 400  antigen golonqan darah dalam eritrosit. Tapi untuk kegunaan praktek, klinis yang terpenting hanya sistem golongan darah ABO dan Rh. Pada sistem golongan darah ABO hanya ada 4 golongan darah yaitu. A, B, AB dan 0. Golongan tersebut. ber­dasarkan atas ada atau tidak adanya antigen A dan antigen B.
Dalam pelayanan kesehatan modern, transfusi darah merupakan salah satu hal yang penting dalam menyelamatkan jiwa pasien dan meningkatkan derajat kesehatan. Indikasi tepat transfusi darah dan komponen darah adalah untuk mengatasi kondisi yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas bermakna yang tidak dapat diatasi dengan cara lain. Dalam perkembangannya transfusi darah harus dilaksanakan sesuai dengna prosedur ketat oleh tenaga profesional menggunakan darah yang aman dan berkualitas. Sebelum melakukan transfusi darah perlu diketahui syarat-syarat dalam melakukan transfusi, agar proses transfusi dapat berlangsung seperti yang diharapkan.
1.2 Rumusan masalah
1.      Pengertian reaksi transfusi
2.      Reaksi akut
3.      Reaksi hemolitik
4.      Reaksi alergi
5.      Reaksi demam



1.3 Manfaat
1.      Agar pengertian reaksi transfusi
2.      Agar mengetahui bagaimana reaksi akut
3.      Agar mengetahui bagaimana reaksi hemolitik
4.      Agar mengetahui bagaimana reaksi alergi
5.      Agar mengetahui bagaimana reaksi demam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 pengertian reaksi transfuse darah
Reaksi transfuse merupakan Semua kejadian yang tidak menguntungkan penderita , yang timbul selama atau setelah transfusi , dan memang berhubungan dengan transfuse tersebut.
Transfusi darah kadang menyebabkan reaksi transfusi. Ada jenis reaksi transfusi yang buruk dan ada yang moderat. Reaksi transfusi bisa segera terjadi setelah transfusi dimulai, namun ada juga reaksi yang terjadi beberapa hari atau bahkan lebih lama setelah transfusi dilakukan.
Untuk mencegah terjadinya reaksi yang buruk, diperlukan tindakan pencegahan sebelum transfusi dimulai. Jenis darah diperiksa berkali-kali, dan dilakukan cross-matched untuk memastikan bahwa jenis darah tersebut cocok dengan jenis darah dari orang yang akan mendapatkannya. Setelah itu, perawat dan teknisi laboratorium bank darah mencari informasi tentang pasien dan informasi pada unit darah (atau komponen darah) sebelum dikeluarkan. Informasi ini dicocokkan sekali lagi di hadapan pasien sebelum transfusi dimulai.
2.2 Reaksi Akut
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang-berat dan reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan rash. Reaksi ringan ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna kemerahan di kulit,  urtikaria,  demam,  takikardia,  kaku otot. Reaksi ringan diatasi dengan pemberian antipiretik, antihistamin atau kortikosteroid, dan pemberian transfusi dengan tetesan diperlambat.
Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-berat, demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein, trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.
Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di  sekitar tempat masuknya  infus, napas pendek, nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat pula tanda-tanda kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun ≥20% tekanan darah sistolik), takikardia (naik ≥20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok septik, kelebihan cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.
v  Hemolisis intravaskular akut
Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan inkompatibilitas sel darah merah. Antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka akan semakin meningkatkan risiko.
Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya terjadi akibat kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan contoh darah dari pasien ke tabung yang belum diberikan label, kesalahan pemberian label pada tabung dan ketidaktelitian memeriksa identitas pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab lainnya adalah adanya antibodi dalam plasma pasien melawan antigen golongan darah lain (selain golongan darah ABO) dari darah yang ditransfusikan, seperti sistem Idd, Kell atau Duffy.
Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa menit awal transfusi, kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10 ml. Jika pasien tidak sadar atau dalam anestesia, hipotensi atau perdarahan yang tidak terkontrol mungkin merupakan satu-satunya tanda inkompatibilitas transfusi. Pengawasan pasien dilakukan sejak awal transfusi dari setiap unit darah.
v  Kelebihan cairan
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat terjadi bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau penurunan fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien dengan anemia kronik dan memiliki penyakit dasar kardiovaskular.
v  Reaksi anafilaksis
Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma merupakan salah satu penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien tertentu. Selain itu, defisiensi IgA dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat disebabkan produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini terjadi dalam beberapa menit awal transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa demam. Anafilaksis dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan agresif dengan antihistamin dan adrenalin.
v  Cedera paru akut akibat transfusi (Transfusion-associated acute lung injury = TRALI)
Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi yang melawan leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak awal transfusi, dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada terapi spesifik, namun diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.


2.3 Reaksi Hemolitik
v  Reaksi hemolitik kekebalan akut
Ini adalah jenis yang paling serius dari reaksi transfusi, tetapi sangat jarang terjadi. Reaksi hemolitik kekebalan akut terjadi ketika golongan darah donor dan pasien tidak cocok. Antibodi pasien menyerang sel-sel darah merah yang ditransfusikan, menyebabkan mereka mematahkan (hemolyze) dan melepaskan zat-zat berbahaya ke dalam aliran darah.
Pasien mungkin menggigil, demam, nyeri dada dan punggung bawah, serta mual. Ginjal dapat rusak parah, dan dialisis mungkin diperlukan. Reaksi hemolitik dapat mematikan jika transfusi tidak dihentikan segera saat reaksi dimulai.
v  Reaksi hemolitik tertunda
Reaksi ini terjadi ketika tubuh perlahan-lahan menyerang antigen (antigen selain ABO) pada sel-sel darah yang ditransfusikan. Sel-sel darah mengalami pemecahan setelah beberapa hari atau minggu transfusi dilakukan. Biasanya tidak ada gejala, tetapi sel-sel darah merah yang ditransfusikan hancur dan dan jumlah sel darah merah pasien mengalami penurunan. Dalam kasus yang jarang ginjal mungkin akan terpengaruh, dan pengobatan mungkin diperlukan.
Seseorang mungkin tidak mengalami jenis reaksi seperti ini kecuali mereka pernah mendapat transfusi di masa lalu. Orang-orang yang mengalami jenis reaksi hemolitik tertunda ini perlu menjalani tes darah khusus sebelum menerima transfusi darah kembali. Unit darah yang tidak memiliki antigen yang menyerang tubuh harus digunakan.



2.4 Reaksi Alergi
Alergi merupakan reaksi yang paling sering terjadi setelah transfusi darah. Hal ini terjadi karena reaksi tubuh terhadap protein plasma dalam darah donor. Biasanya gejala hanya gatal-gatal, yang dapat diobati dengan antihistamin seperti diphenhydramine (Benadryl).
v  Gejala yang timbul :
Ringan : urtikaria ( gatal gatal ).
Berat Seasak nafas , Cyanosis , Hypotensi 4 Shock .
v  Tindakan :
STOP Transfusi 4 infus NaC1 0,9%
Beri antihistamin
Beni kortikosteroid bila perlu
Bila terjadi lharynk oedem berikan adrenaline.

2.5  Reaksi Demam
Orang yang menerima darah mengalami demam mendadak selama atau dalam waktu 24 jam sejak transfusi. Sakit kepala, mual, menggigil, atau perasaan umum ketidaknyamanan mungkin bersamaan dengan demam. Acetaminophen (Tylenol) dapat meredakan gejala-gejala ini.
Reaksi-reaksi tersebut terjadi sebagai respon tubuh terhadap sel-sel darah putih dalam darah yang disumbangkan. Hal ini lebih sering terjadi pada orang yang pernah mendapat transfusi sebelumnya dan pada wanita yang pernah beberapa kali mengalami kehamilan. Jenis-jenis reaksi juga dapat menyebabkan demam, dan pengujian lebih lanjut mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa reaksi ini hanya demam.
Pasien yang mengalami reaksi demam atau yang beresiko terhadap reaksi tranfusi lainnya biasanya diberikan produk darah yang leukositnya telah dikurangi. Artinya, sel-sel darah putih telah hilang setelah melalui filter atau cara lainnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Reaksi transfuse merupakan Semua kejadian yang tidak menguntungkan penderita , yang timbul selama atau setelah transfusi , dan memang berhubungan dengan transfuse tersebut. Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-berat, demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein, trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.
3.2 Saran
Adapun saran yang ingin diajukan pada penulisan makalah ini adalah agar pemeriksaan golongan darah dan trasnfusi darah dilakukan oleh dokter atau perawat yang terlatih sesuai dengan prosedur yang ditetapkan sehingga memininalisir kesalahan yang dapat terjadi.










Makalah Fibrinolisis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang                  Hemostatis adalah usaha tubuh agar tidak kehilangan darah terlalu banyak bi... thumbnail 1 summary


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
                 Hemostatis adalah usaha tubuh agar tidak kehilangan darah terlalu banyak bila terjadi luka pada pembuluh darah dan agar darah tetap cair serta aliran darah berlangsung secara lancar. Bila pembuluh darah mengalami cedera atau pecah, hemostatis terjadi melalui beberapa cara, antara lain :
§  spasme pembuluh darah
§  Pembentukan bekuan darah sebagai hasil dari proses pembekuan darah
§  terjadi pertumbuhan jaringan ikat ke dalam bekuan darah untuk menutup lubang pada pembuluh secara permanen.
                 Trombosit atau platelet memiliki banyak peranan dalam proses hemostatis. Struktur dan unsur yang terkandung di dalam trombosit sangat unik sehingga dapat mendukung proses hemostatis. Jika terjadi gangguan jumlah atau fungsi pada trombosit maka proses hemostatis dapat terganggu. Seperti jika jumlah trombosit menurun atau trombositopenia maka dapat terjadi bercak-bercak perdarahan pada pembuluh darah kapiler. Atau jika jumlahnya sangat rendah maka dapat terjadi perdarahan yang sangat berbahaya. Pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh yang rusak itu menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi; sehingga dengan segera aliran dari pembuluh darah yang pecah segera berkurang. Kontraksi terjadi sebagai akibat dari refleks saraf, spasme miogenik setempat, dan faktor humoral setempat yang berasal dari jaringan yang terkena trauma dan trombosit darah. Untuk pembuluh darah yang kecil trombosit menyebabkan sebagian besar vasokonstriksi dengan mengeluarkan zat vasokonstriktot tromboksan A2.
                 Bila celah pada pembuluh darah berukuran sangat kecil (dan setiap hari terbentuk lubang yang sangat kecil) maka lubang itu biasanya ditutup oleh sumbat trombosit, bukan oleh bekuan darah.
                 Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval dengan diameter 2-4µm. Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, sel yang sangat besar dalam susunan hemopoietik dalam sumsum tulang yang memecah menjadi trombosit, baik dalam sumsum tulang atau segera setelah memasuki kapiler darah, khususnya ketika mencoba untuk memasuki kapiler paru. Tiap megakariosit menghasilkan kurang lebih 4000 trombosit (Ilmu Penyakit Dalam Jilid II). Megakariosit tidak meninggalkan sumsum tulang untuk memasuki darah. Konsentrasi normal trombosit ialah antara 150.000 sampai 350.000 per mikroliter. Volume rata-ratanya 5-8fl. Dalam keadaan normal, sepertiga dari jumlah trombosit itu ada di limpa.
                 Jumlah trombosit dalam keadaan normal di darah tepi selalu kurang lebih konstan. Hal ini disebabkan mekanisme kontrol oleh bahan humoral yang disebut trombopoietin. Bila jumlah trombosit menurun, tubuh akan mengeluarkan trombopoietin lebih banyak yang merangsang trombopoiesis
1.2 Tujuan penulisan
                 Untuk mengetahui proses mekanisme dari hemostasis dan fibrinolisis serta fungsi masing – masing.
1.3 Rumusan masalah
1.      Pengertian hemostasis dan fibrinolisis
2.      Mekanisme hemostasis dan fibrinolisis
3.      Fungsi mekanisme hemostasis dan fibrinolisis


BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian hemostasis dan fibrinolisis
                 Hemostatis adalah usaha tubuh agar tidak kehilangan darah terlalu banyak bila terjadi luka pada pembuluh darah dan agar darah tetap cair serta aliran darah berlangsung secara lancar. Pengertian lain dari hemostasis adalah peristiwa berhentinya perdarahan sebagai reaksi tubuh terhadap luka.
                 Fibrinolisis merupakan proses degradasi dari bekuan-bekuan fibrin secara enzimatis. Yang memegang peranan pada sistem fibrinolisis adalah sistem plasminogen – plasmin. Fibrinolisis adalah proses penghancuran deposit fibrin oleh sistem fibrinolitik sehingga aliran darah akan terbuka kembali. Sistem fibrinolisis terdiri atas 3 komponen yaitu:
      PlasminogenàBentuk proenzim yg akn diaktifkan menjadi plasmin, aktifator plasminogen, dan inhibitor plasmin.
      Aktifator plasminogenà substansi yg dapat mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin.
      Inhibitor plasminà substansi yg dapat menetralkan plasmin, mngontrol aktifitas plasmin.
Fibrinolisis adalah mekanisme fisiologis yang bekerja secara konstan dengan sistim pembekuan darah untuk menjamin lancarnya aliran darah ke organ perifer atau jaringan tubuh. Ada sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi fibrinolisis yaitu :
1.      Usia
                 Proses fibrinolisis pada anak dan dewasa lebih cepat daripada orangtua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuandarah.


2.      Merokok
                 Merokok dapat menaikkan fibrinogen darah, menambah agregrasi trombosit, menaikkan hematokrit dan viskositas darah .
3.      Aktivitas fisik
                       Pengaruh aktivitas fisik terhadap keseimbangan hemostasis pertama kali diamati oleh John Hunter pada tahun 1794 dimana ia menemukan darah hewan yang tidak membeku setelah lari jarak jauh. 150 tahun kemudian dilakukan penelitian ilmuah oleh Bigss dkk pada tahun 1947 dimana ditemukan bahwa latihan fisik memacu aktivitas fibrinolisis darah. Darah akan mengalami hiperkoagulasi (lebih encer) setelah seseorang mengadakan aktivitas fisik. Ini disebabkan meningkatnya aktivitas 2 faktor yang dapat membuat darah lebih encer yaitu : koagulan faktor VIII dan APTT (Activated Partial Prothrombin Time). Untuk memacu hiperkoagulasi, faktor VIII harus meningkat banyak, sedangkan APTT harus mengalami pemendekan.

2.2 Mekanisme hemostasis dan fibrinolisis            
     Mekanisme hemostasis yang seimbang terjadi oleh karena adanya interaksi dari 4 sistem:
Ø  Vaskuler
Ø  Trombosit
Ø  Koagulasi
Ø  Fibrinolisis
                 Pembuluh darah yang terluka akan mengadakan vasokontriksi dengan tujuan memperlambat aliran darah yang keluar. Dengan demikian kontak antara trombosit dengan pembuluh darah ditingkatkan. Vasokontriksi ini hanya berlangsung sebentar, kurang dari 1 menit.
                 Dalam beberapa detik setelah terjadinya luka trombosit akan mengadakan adesi pada jaringan kolagen. Untuk terjadinya adesi ini dibutuhkan suatu glikoprotein dari membran trombosit (Glikoprotein Ib) dan suatu faktor yang ada didalam plasma yang dikenal dengan von willebrand faktor. Setelah adesi terombosit maka akan terjadi sekresi bahan-bahan antara lain ADP.
                 ADP dan trombosan A2 sebagai hasil sintesa dari prostagladin yang berasal dari fosfolipid membran trombosit, akan mempengaruhi agregasi dari trombosit. Dipermukaan trombosit yang mengadakan agregasi akan dihasilkan fosfolipid membran (platelet faktor) yang berperan pada pembekuan darah.
                 Dengan adanya agregasi trombosit akan terbentuk suatu trombosit yang tidak stabil, sumbat trombosit ini kemudian menjadi stabil dengan adanya fibrin sebagai hasil akhir adanya proses koagulasi sehingga akhirnya terbentuk sumbat menjadi stabil.
                        Aktifasi menjadi plasmin dapat terjadi melalui tiga jalur yaitu : 
1.      Jalur intrinsik, melibatkan aktifasi dari proaktifator sirkulasi melalui faktor XIIa dan kalikrein, yang aktivatornya berasal dari plasma (dalam darah).
2.      Jalur ekstrinsik, dimana aktivator-aktivator dilepaskan ke aliran darah dari jaringan yang rusak, endotel, sel-sel atau dinding pembuluh darah ( semua aktifator juga protease).
3.      Jalur eksogen, dimana plasminogen diaktifasi dengan aktivator yang berasal dari luar tubuh seperti streptokinase (bakteri) yang dibentuk oleh Streptokokkus-hemoliticus dan urokinase (urin).
                 Proses pembekuan darah terjadi oleh karena aktivitas sistem intrinsik dan sistem ekstrinsik. Pada permukaan membran sel trombosit terdapat glikoprotein yang menyebabkan trombosit dapat menghindari pelekatan pada endotel normal dan justru melekat pada dinding pembuluh yang terluka, terutama pada sel-sel endotel yang rusak, dan bahkan melekat pada jaringan kolagen yang terbuka di bagian dalam pembuluh. Membran juga mengandung banyak fosfolipid yang berperan dalam mengaktifkan berbagai hal dalam proses pembekuan darah.
                 Pada sistem intrinsik, semua bahan yang diperlukan untuk proses pembekuan terdapat dalam sirkulasi darah. Bahan-bahan ini beredar dalam bentuk prekusor yang inaktif, beberapa diantaranya merupakan proenzim dan yang lainnya merupakan faktor.
                 Sebalikya sistem ekstrinsik memerlukan suatu bahan berupa faktor jaringan (tissue faktor / tissue tromboplastin) yang berasal dari jaringan pembuluh darah yang rusak untuk aktivasinya.
                 Fibrin yang dibentuk pada proses koagulasi secara perlahan-lahan dihancurkan melalui mekanisme bertahap analog dengan sistem koagulasi. Dalam keadaan normal fibrinolisis diperlukan untuk rekanalisasi pembuluh yang tersumbat dan supaya pembentukan sumbat dibatasi.
                 Fibrinolisis terjadi oleh plasmin yang bersifat enzim proteolitik (serin protease) yang memecah fibrin menjadi fragmen-fragmen yang disebut fragmen  X-selain memecah fibrin, plasmin juga memecah fibrinogen dan menghasilkan fragmen yang sama. Pemecahan fragmen X selanjutnya menghasilkan fragmen Y & D. Fragmen ini disebut fibrin/fibrinogen degradation product (FDP). Aktifitas plasminogen juga berlangsung dengan perantaraan activator plasminogen yang berasal dari berbagai jaringan diantaranya pembuluh darah.
           Fungsi mekanisme hemostasis dan fibrinolisis
1. Fungsi mekanisme hemostasis :
o   Mencegah keluarnya darah dari pembuluh darah yang utuh. Hal ini tergantung dari :
§  integritas dari pembuluh darah
§  adanya fungsi trombosit yang normal
o   menghentikan perdarahan dari pembuluh darah yang terluka. Proses-proses yang terjadi setelah mengalami luka :
§  Reaksi dari pembuluh darah
§  Pembentukan sumbat trombosit
§  Proses pembekuan darah
2. Fungsi mekanisme fibrinolisis :
§  Pembatasan pembentukan fibrin didaerah luka
§  Penghancurann fibrin didalam sumbat hemostasis





  
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
                 Hemostatis adalah usaha tubuh agar tidak kehilangan darah terlalu banyak bila terjadi luka pada pembuluh darah dan agar darah tetap cair serta aliran darah berlangsung secara lancar.Pengertian lain dari hemostasis adalah peristiwa berhentinya perdarahan sebagai reaksi tubuh terhadap luka.
                 Fibrinolisis merupakan proses degradasi dari bekuan-bekuan fibrin secara ensimatis. Yang memegang peranan pada system fibrinolisis adalah sistem plasminogen – plasmin.

3.2 Saran
                 Adapun saran dari penulis adalah supaya penyembuhan luka terjadi permanen harus diperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan tersebut.





DAFTAR PUSTAKA
Boedhianto,F.X. 1986. Patologi Klinik. Universitas Airlangga. Surabaya
Kamus Kedokteran Dorland Edisi 26. Buku Kedokteran EGC:             1996http://puskesmas peusangan.blogspot.com/http://nanchay.blogspot                    com/2008/11/pemahaman-fungsi-jantung.html
           


Recent Posts