Yazhid Blog

.

Selasa, 13 Januari 2015

MAKALAH IN VIVO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG In vivo ( bahasa Latin untuk "dalam hidup") adalah eksperimen dengan menggunakan ... thumbnail 1 summary
BAB I

PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG


In vivo ( bahasa Latin untuk "dalam hidup") adalah eksperimen dengan menggunakan keseluruhan, hidup organisme sebagai lawan dari sebagian organisme atau mati, atau in vitro dalam lingkungan yang terkendali. Hewan pengujian dan uji klinis dua bentuk dalam penelitian in vivo. Dalam vivo pengujian sering mempekerjakan lebih in vitro karena lebih cocok untuk mengamati efek keseluruhan percobaan pada subjek hidup. Hal ini sering dijelaskan oleh pepatah di veritas vivo.


Dalam biologi molekular in vivo sering digunakan untuk merujuk pada eksperimen dilakukan di sel isolasi hidup bukan di seluruh organisme, misalnya, berasal dari sel-sel kultur biopsi. Dalam situasi ini, istilah yang lebih spesifik adalah ex vivo . Setelah sel terganggu dan bagian individu yang diuji atau dianalisis, ini dikenal sebagai in vitro. dalam percobaan vivo dalam hidup; dalam studi in vitro dalam tabung reaksi.


Sebuah prosedur dilakukan in vitro ( bahasa Latin : dalam kaca) dilakukan tidak dalam hidup organisme tetapi dalam lingkungan terkontrol, misalnya di dalam tabung reaksi atau cawan Petri . Banyak percobaan biologi seluler dilakukan di luar organisme atau sel ; karena kondisi pengujian mungkin tidak sesuai dengan kondisi di dalam organisme, ini dapat mengakibatkan hasil yang tidak sesuai dengan situasi yang muncul dalam organisme hidup. Akibatnya, hasil eksperimen tersebut sering dijelaskan dengan in vitro, bertentangan dengan in vivo.


1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa pengertian in vivo ?

2. Sebutkan jenis – jenis metode pada in vivo ?

3. Bagaimana prinsip kerja dari in vivo ?

4. Bagaimana contoh cara kerja in vivo ?

5. Apa kelebihan dan kekurangan dari in vivo ?


1.3 TUJUAN


1. Mengetahui pengertian in vivo

2. Mengetahui jenis – jenis metode in vivo

3. Memahami prinsip kerja in vivo

4. Mengetahui cara kerja in vivo

5. Mengetahui kelebihan dan kekurangan in vivo



BAB II

PEMBAHASAN


2.1 PENGERTIAN IN VIVO


In Vivo adalah bahasa Latin untuk “dalam organisme hidup”; mengacu pada penelitian yang dilakukan menggunakan subjek manusia atau hewan. Uji kulit yang tepat dilakukan memakai bahan yang bersifat imunogenik, Bahan uji kulit harus bersifat non iritatif untuk menghindari positif palsu, Dengan uji kulit hanya dapat diidentifikasi alergi terhadap makro molekul: insulin, antisera, ekstrak organ, sedang untuk mikromolekul sejauh ini hanya dapat diidentifikasi alergi terhadap penisilin saja.


2.2 JENIS – JENIS METODE IN VIVO


· Dosimetri in vivo

Yaitu metode pamantauan dosis secara langsunng pada pasien yang sedang menjalani radioterapi baik dengan meletakan dosimeter diatas kulit pasien maupun dalam rongga – rongga alami yang ada pada manusia seperti pada rongga osefagus, rectum, vagina dan lain – lain.

· Scracth : Epicutaneus Tes

Ini merupakan tehnik yang paling awal ditemukan oleh Charles Blackley pada tahun 1873. Pemeriksaan ini didasari dengan membuat laserasi superficial kecil dari 2 mm pada kulit pasien dan diikuti dengan menjatuhkan antigen konsentrat.

Keuntungan :

o Aman, jarang menyebabkan reaksi sistemik

o Terdapat kekurangan pada reaksi kulit tipe lambat

o Konstrate yang digunakan nilai ekonominya lebih baik dan mempunyai daya hidup yang lama.

Kerugian :

o Terjadi false positif (akibat iritasi pada kulit dibandingkan dengan reaksi alergi)

o Lebih menyakitkan

o Tidak reproducible sebagai intradermal skin test

Karena kurang reproducibility dan berbagai gambaran dibelakang, bentuk tes ini tidak direkomendasikan lagi sebagai prosedur diagnostik pada Alergi panel dariAMA Council Of Scientific Affairs.

· Prick : Epicutaneus

Tehnik ini pertama kali dijelaskan oleh Lewis dan Grant pada tahun 1926. Hal ini digambarkan dimana satu tetesan konsentrat antigen ke dalam kulit . kemudian jarum steril 26 G melalui tetesan tadi ditusukkan ke dalam kulit bagian superficial sehingga tidak berdarah. Variasi dari tes ini adalah dengan menggunakan applikator sekali pakai dengan delapan mata jarum yang bisa digunakan. Digunakan secara simultan dengan 6 antigen dan control positif (histmin) dan kontrol negative (glyserin).

· ntradermal test

Tes intradermal atau tes intrakutan secara umum biasa digunakan ketika terdapat kenaikan sensitivitas merupakan tujuan pokok dari pemeriksaan (misalnya ketika skin prick test memberikan hasil negatif walaupun mempunyai riwayat yang cocok terhadap paparan). Tes intradermal lebih sensitive namun kurang spesifik dibandingkan dengan skin prick test terhadap sebagian besar alergen, tetapi lebih baik daripada uji kulit lainnya dalam mengakses hipersensitivitas terhadapHymenoptera (gigitan serangga) dan penisilin atau alergen dengan potensi yang rendah.


· Pacth Test

Tes pacth merupakan metode yang digunakan untuk mendeteksi zat yang memberikan alergi jika terjadi kontak langsung dengan kulit. Metode ini sering digunakan oleh para ahli kulit untuk mendiagnosa dermatitis kontak yang merupakan reaksi alergi tipe lambat, dimana reaksi yang terjadi baru dapat dilihat dalam 2 – 3 hari.

Pemeriksaan pacth tes biasa dilakukan jika pemeriksaan dengan menggunakan skin prick tes memberikan hasil yang negative.(10) Pada pelaksanaan pemeriksaan disiapkan 25 – 150 material yang dimasukkan ke dalam kamar plastic atau aluminium dan di letakkan di belakang punggung. Sebelumnya pada punggung diberikan tanda tempat-tempat yang akan ditempelkan bahan allergen tersebut. Setelah ditempelkan, kemudian dibiarkan selama 48 sampai 72 jam. Kemudian diperiksa apakah ada tanda reaksi alergi yang dilihat dari bentol yang muncul dan warna kemerahan.



2.3 PRINSIP KERJA IN VIVO

Pengujian secara biologis biasanya menggunakan hewan coba untuk membantu menjalakan penelitian-penalitian yang tidak bisa secara langsung dilakukan dalamtubuh manusia dengan asumsi semua jaringan, sel-sel penyusun tubuh, sertaenzim-enzim ada dalam tubuh hewan coba tersebut memiliki kesamaan dengan manusia.


2.4 CONTOH CARA KERJA IN VIVO


· Prosedur Tes Cukit


Sebelum melakukan tes cukit pada penderita dilakukan terlebih dahulu inform consent. Pada penderita dewasa yang telah mengerti dapat dijelaskan secara langsung prosedur pemeriksaan dan apa yang akan mereka rasakan. Sedangkan pada penderita yang masih kecil maka diberikan penjelasan kepada orang tua mereka.


Tes cukit sering kali dilakukan pada bagian volar lengan bawah. Pertama dilakukan desinfeksi dengan alkohol pada area volar dan ditandai area yang akan ditetesi dengan ekstrak allergen. Tanda yang diberikan mempunyai jarak antara satu dengan yang lain sekitar 2-3 cm. Ekstrak allergen diteteskan satu tetes larutan allergen (histamine/control positif) dan larutan kontrol (buffer/control negative) menggunakan jarum ukuran 26 ½ G atau 27 G atau blood lancet.


Kemudian dicukitkan dengan sudut kemiringan 45 0 menembus lapisan epidermis dengan ujung jarum menghadap ke atas tanpa menimbulkan perdarahan. Tindakan ini mengakibatkan sejumlah alergen memasuki kulit. Tes dibaca setelah 15 – 20 menit dengan menilai bentol yang timbul.



Gambar 2. Keterangan :


· Sudut melakukan cukit pada kulit dengan lancet


· Contoh reaksi hasil positif pada tes cukit


· Interprestasi tes cukit


Untuk menilai ukuran bentol berdasarkan The Standardization Committee of Northern (Scandinavian) Society of Allergology dengan membandingkan bentol yang timbul akibat alergen dengan bentol positif histamin dan bentol negatif larutan kontrol. Adapun penilaiannya sebagai berikut:


o Bentol histamin dinilai sebagai +++ (+3)

o Bentol larutan kontrol dinilai negatif (-)

o Derajat bentol + (+1) dan ++(+2) digunakan bila bentol yang timbul besarnya antara bentol histamin dan larutan kontrol.

o Untuk bentol yang ukurannya 2 kali lebih besar dari diameter bento histamin dinilai ++++ (+4).

Di Amerika cara menilai ukuran bentol menurut Bousquet (2001) seperti dikutip Rusmono sebagai berikut :

- 0 : reaksi (-)

- 1+ : diameter bentol 1 mm > dari kontrol (-)

- 2+ : diameter bentol 1-3mm dari kontrol (-)

- 3+ : diameter bentol 3-5 mm > dari kontrol (-)

- 4+ : diameter bentol 5 mm > dari kontrol (-) disertai eritema.


2.5 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN IN VIVO

v Scracth : Epicutaneus Tes

· Keuntungan :


o Aman, jarang menyebabkan reaksi sistemik


o Terdapat kekurangan pada reaksi kulit tipe lambat


o Konstrate yang digunakan nilai ekonominya lebih baik dan mempunyai daya hidup yang lama.


· Kerugian :


o Terjadi false positif (akibat iritasi pada kulit dibandingkan dengan reaksi alergi)


o Lebih menyakitkan


o Tidak reproducible sebagai intradermal skin test]


o Karena kurang reproducibility dan berbagai gambaran dibelakang, bentuk tes ini tidak direkomendasikan lagi sebagai prosedur diagnostik pada Alergi panel dariAMA Council Of Scientific Affairs.(5)


v Prick : Epicutaneus


· Keuntungan :


o Cepat


o Mempunyai korelasi yang baik dengan tes intradermal


o Relative lebih aman


· Kerugian :


o Hanya memberikan penilaian kualitatif pada alergi


o Bisa terjadi kesalahan pada keadaan alergi yang lemah (false – negatif)


o Grade pada kulit bersifat subjektif


BAB III


PENUTUP


3.1 KESIMPULAN


In Vivo adalah bahasa Latin untuk “dalam organisme hidup”; mengacu pada penelitian yang dilakukan menggunakan subjek manusia atau hewan. beberapa keuntungan metode in vivo menggunakan hewan percobaan, yaitu praktis, lebih murah, serta mudah dilaksanakan . beberapa kekurangan dari metode in vivo antara lain, Tidak semua hewan dapat dijadikan sebagai hewan percobaan, Hewan yang digunakan sebagai hewan percobaan sangat mudah mati seperti tikus putih sehingga penelitian harus sesegera mungkin untuk dilakukan.


3.2 SARAN

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun agar dalam pembuatan makalah selanjutnya bias lebih baik lagi, atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.






DAFTAR PUSTAKA


Abdou, H. M. 1989. Dissolution, Bioavailability and Bioequivalence. Easton, Pennsylvania: Mack Printing.


Badan POM Republik Indonesia, 2004, Pedoman Uji Bioekivalensi. Jakarta


Nattee Sirisuth and Natalie D. 2011. In-Vitro-In-Vivo Correlation Definition and Regulatory Guidance. http://www.iagim.org/pdf/ivivc-01.pdf. Eddington


Pharmacokinetics, Biopharmaceutics Laboratory Department of Pharmaceutical Sciences School of Pharmacy, University of Maryland [Diakses tanggal 11 Februari 2011].




Recent Posts