Yazhid Blog

.

Minggu, 02 Juni 2013

MAKALAH INFECTIOUS BOVINE RHINOTRACHEITIS (IBR)

ABSTRAK Metode Polymerase chain Reaction (PCR) merupakan teknik biologi molekuler yang memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas y... thumbnail 1 summary


ABSTRAK
Metode Polymerase chain Reaction (PCR) merupakan teknik biologi molekuler yang memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk mengetahui keberadaan penyakit IBR secara dini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi deoxyribonucleic acid (DNA) virus IBR dengan metode konvensional PCR menggunakan gen glikoprotein D (gD) dengan cara nested PCR (nPCR). Keberadaan DNA virus IBR strain Los Angeles dan strain Colorado terdeteksi pada 468 bp untuk first PCR dan 325 bp untuk second PCR atau nPCR. Metode ini lebih cepat dan mudah sehingga akan mampu mendeteksi keberadaan virus IBR yang bersifat laten secara dini.



BAB I
PENDAHULUAN
Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) adalah penyakit menular pada sapi dan kerbau yang disebabkan oleh Bovine herpesvirus type 1 (BHV-1) yang termasuk ke dalam genus Varicellovirus, subfamili Alphaherpesvirinae dan famili Herpesviridae (6). Infectious Bovine Rinotracheitis biasanya menyebabkan infeksi saluran pernapasan yang subklinis sampai parah dengan morbiditas mencapai 100% dan mortalitas 10% .
Menurut Van Oirschotetal. 1993, sebagaimana umumnya Alphaherpesvirinae maka BHV-1 menyebabkan infeksi laten. Setelah infeksi, BHV-1 akan menyebar dari infeksi local ke sistem syaraf melalui sel syaraf tepi mencapai ganglia trigeminal dan lumbosakral dan menetap dalam keadaan laten. Sciatic, ganglia trigeminal dan tonsil adalah tempat terjadinya latensia stelah penyakit genital dan pernapasan. Sifat laten ini membuat virus akan terus menetap dan akan terus dibawa dan dapat diinfeksikan terhadap sapi lain sehingga virus akan menyebar. Virus BHV-1 yang menetap ini dapat diaktifkan atau dipicu dengan beberapa rangsangan seperti transportasi, proses kelahiran dan pengobatan dengan glucocorticoid.
Genom virus IBR memiliki double stranded DNA yang menyandi sebanyak 70 protein, yang terdiri dari 33 protein struktural dan lebih 15 protein non struktural. Glikoprotein adalah protein struktural yang mempunyai peranan penting dalam pathogenesis dan sistem kebal. Glikoprotein berfungsi sebagai proteksi imunologis, replikasi, penyebaran dari sel ke sel yang lain serta pelekatan virus pada sel inang.
Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan teknik biologi molekuler yang memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Dengan penggunaan teknik PCR maka keberadaan penyakit IBR dapat diketahui sedini mungkin, sehingga dapat dilakukan langkah pengendalian penyakit atau tindakan oleh para pengambil kebijakan. Gold standard pengujian untuk mengisolasi virus IBR adalah dengan menumbuhkannya pada biakan jaringan lestari Madin Darby Bovine Kidney (MDBK) , tetapi untuk mendeteksi DNA pada kejadian laten menggunakan teknik PCR.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi keberadaan materi genetik virus IBR dengan menggunakan metode konvensional PCR, menggunakan gen gD dengan cara nested PCR.


  


BAB II
MATERI DAN METODA
2.1  Virus
Virus IBR strain Los angeles yang ditumbuhkan pada sel MDBK dan sel BT (Bovine Testicle), virus IBR strain Colorado yang ditumbuhkan pada sel MDBK dan BHV-1 strain V-155. Strain V-155 berasal dari usap mukosa vagina sapi Australia yang ditumbuhkan pada sel MDCK.
2.2  Isolasi/Ekstraksi DNA
Metode isolasi/ekstraksi DNA menggunakan Qiamp DNA Mini Kit (Qiagen, Cat: 51304) untuk memperoleh DNA. Preparasi sebelum melakukan ekstraksi adalah dengan menambahkan 60 ml Ethanol absolut ke dalam 19 ml Buffer AW1 dan 44 ml Ethanol absolut ke dalam 13 ml Buffer AW2.
Ekstraksi DNA dilakukan dengan memasukkan sampel sebanyak 180 μl ke dalam life touch microsentrifuge tube 1.7 ml yang bersih dan steril yang ditambah dengan 560 μl Buffer AVL. Kemudian campuran ini divortex selama 15 detik dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 10 menit. Setelah itu disentrifus selama 1 menit dengan kecepatan 8000 rpm.  Tambahkan 560 μl Ethanol absolut dan divortex selama 15 detik serta di sentrifus selama 1  menit dengan kecepatan 8000 rpm. Larutan sebanyak 700 μl dipindahkan ke dalam Qiamp Spin Column dan disentrifus selama 1 menit dengan kecepatan 8000 rpm. Cairan yang tertampung dalam Collection Tube dibuang dan sisa larutan sebanyak 520 μl dipindahkan kedalam Collection Tube yang baru kemudian ditambahkan Buffer AW1 sebanyak 500 μl dan disentrifus selama 1 menit dengan kecepatan 8000 rpm. Cairan yang tertampung didalam Collection Tube dibuang dan ditambahkan Buffer AW2 sebanyak 500 μl untuk mencuci membran spin column. Setelah itu disentrifus selama 3 menit dengan kecepatan 14000 rpm. Cairan yang tertampung pada Collection Tube dibuang dan disentrifus lagi selama 1 menit dengan kecepatan 14000 rpm. Selanjutnya cairan beserta Collection Tube diibuang. Qiamp Spin Column dipindahkan ke dalam Collection Tube yang baru dan ditambahkan Buffer AVE sebanyak 100 μl, diinkubasi selama 1 menit dalam suhu ruang kemudian disentrifus selama 1 menit dengan kecepatan 8000 rpm. Tahap akhir adalah Qiamp Spin Column 4 dibuang dan filtrat yang didalam tabung adalah DNA. Simpan DNA pada suhu -20o C sampai akan digunakan untuk identifikasi selanjutnya.
2.3  Primer
Primer yang digunakan adalah dua pasang primer glikoprotein D (gD) (10,11) yaitu primer gD BHV-1 Eksternal: gD-P1F (Lokasi 351-368) 5’- GCT GTG GGA AGC GGT ACG-3’) dan gD-P2R (Lokasi 817-796) 5’-GTC GAC TAT GGC CTT GTG TGC-3’ ; dan primer BHV-1 Internal: gD-P3F (Lokasi 394-422) 5’-ACG GTC ATA TGG TAC AAG ATC GAG AGC G-3’ dan gD-P4R (Lokasi 716-696) 5’-CCA AAG GTG TAC CCG CGA GCC-3’. Primer eksternal menghasilkan fragmen 468 bp dan primer internal menghasilkan fragmen 325 bp.

2.4  Amplifikasi PCR
a.       First PCR Mix menggunakan Top TagMaster Mix Kit (Qiagen, Cat : 200203)
Kedalam tabung 200 ul dicampurkan reagen PCR mix yang terdiri dari 12.5 μl 2x Top Tag Master Mix, 0.25 μl Primer gD-P1F (20 uM), 0.25 μl Primer gD-P2 (20 uM) dan 9.5 μl RNAse Free Water sehingga total volume mencapai 22.5 μl. Setelah itu campuran di vortex dan sentrifus beberapa detik dan ditambahkan template DNA sebanyak 2.5 ul. Tabung diasukkan ke dalam mesin thermal cycler (Eppendorf) dengan program yang di awali dengan Hot start 940C selama 3 menit, kemudian 35 siklus dimana masing-masing siklus terdiri dari denaturasi 940C selama 30 detik, pelekatan (annealing) 600C selama 30 detik, dan elongasi (elongation) 720C selama 1 menit. Amplifikasi diakhiri dengan elongasi terakhir pada suhu 720C selama 10 menit.
b.      Second PCR Mix menggunakan Top TagMaster Mix Kit (Qiagen, Cat : 200203)
Kedalam tabung 200 ul dicampurkan reagen PCR mix yang terdiri dari 12.5 μl 2x Top Tag Master Mix, 0.25 μl Primer gD-P3F (20 uM), 0.25 μl Primer gD-P4R (20 uM) dan 11 μl RNAse Free Water sehingga total volume mencapai 24 μl. Setelah itu campuran di vortex dan sentrifus beberapa detik dan ditambahkan produk PCR pertama sebanyak 1 ul Tabung disasukkan ke dalam mesin thermal cycler (Eppendorf) dengan program yang di awali dengan Hot start 940C selama 3 menit, kemudian 35 siklus dimana masing-masing siklus terdiri dari denaturasi 940C selama 30 detik, pelekatan (annealing) 600C selama 30 detik, dan 5 elongasi (elongation) 720C selama 1 menit. Amplifikasi diakhiri dengan elongasi terakhir pada suhu 720C selama 10 menit.
2.5  Analisa Produk PCR
Produk PCR dianalisa dengan Elektrophoresis menggunakan gel agarose (Invitrogen) 2 % dalam buffer TAE (Invitogen) dan syber safe (Invitrogen). Hasil PCR masing-masing sebanyak 10 μl kemudian dicampur dengan loading dye 1 μl. Campuran dimasukkan ke dalam lubang gel agarosa di dalam elektroforesis chamber. Salah satu lubang diisi dengan marker 100 bp (Invitrogen) sebanyak 10 μl. Elektrophoresis dilakukan pada 100 volt dan 400 mA dalam buffer TAE selama 45 menit.Hasil elektroforesis dilihat dengan menggunakan sinar biru, pada 468 bp untuk first PCR sedangkan 325 bp untuk second PCR atau nested.




BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN



600 bp


Gambar 1. Hasil Nested PCR terhadap virus IBR strain Los Angeles dan Colorado
Keterangan: M= marker; First PCR = 468 bp (1- 5); second PCR atau nested = 325 bp (1-6); 1 = IBR LA-BK; 2 = IBR LA-BT; 3 = V155; 4= IBR Colorado; 5&6 = kontrol negative
Hasil uji PCR menggunakan konvensional PCR untuk mendeteksi virus IBR ditampilkan pada Gambar 1. Pada metode ini menggunakan dua pasang primer, yaitu sepasang primer eksternal (gD-P1F / gD-P2R) dan sepasang primer internal (gD-P3F/gDP4R). Primer eksternal menghasilkan produk PCR 468 bp sedangkan primer internal menghasilkan produk PCR 325bp.
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah salah satu teknik biologi molekuler untuk memperbanyak jumlah DNA secara in-vitro dengan mempergunakan enzim polymerase dan 600 bp M 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 M 6 perubahan temperatur. Dalam teknik PCR ini sangat diperlukan preparasi sampel DNA, dimana untuk mendapatkan asam nuklat merupakan langkah awal untuk menentukan keberhasilan dalam proses identifikasi DNA dari sampel yang kita akan lihat. Isolasi DNA merupakan proses yang sangat menentukan kemampuan kita untuk mengidentifikasi DNA dari sel tersebut dan tentunya dalam proses isolasi DNA ini membutuhkan perangkat terutama laboratorium yang memenuhi syarat tertentu.
Keunggulan PCR untuk deteksi patogen adalah teknik ini tidak memerlukan proses pembiakan, mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi. Menurut Van Engelenburget al. 1993 dan Smith et al. 2000, pengujian dengan teknik PCR untuk mendeteksi DNA virus IBR merupakan cara yang sensitif, akurat dan pelaksanaan lebih cepat dibanding isolasi pada  biakan jaringan. Dengan PCR , deteksi DNA virus IBR dapat dilakukan lebih sering karena prosesnya lebih cepat.
Glikoprotein D merupakan glikoprotein utama dan penting bagi BHV-1 yang berperan dalam interaksi antara virus dengan sel inang yaitu membantu proses masuknya virus ke sel inang, penyebaran virus dari sel ke sel dan fusi virion envelope dengan membran plasma.
Menurut Saepulloh et al. (2008), nested PCR memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi, cepat dan mudah pengerjaannya dibandingkan dengan isolasi virus yang merupakan metode standar, sehingga sangat ideal untuk diagnosa rutin.
Pemakaian nPCR untuk mendeteksi herpesvirus telah banyak dilakukan di dunia. Di Indonesia sendiri telah dilakukan untuk mendeteksi agen penyebab MCF (Malignan Catarrhal Fever) pada sampel usapan mukosa hidung dan untuk mendeteksi agen penyebab penyakit IBR dari isolat yang berasal dari mukosa hidung dan semen sapi Jawa Timur dan Jawa Barat.





BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Metode nPCR dengan menggunakan sepasang primer eksternal dan sepasang primer internal dari gen Glikoprotein mampu mendeteksi DNA virus IBR lebih cepat dan mudah. Metode ini akan mampu mendeteksi keberadaan virus IBR yang bersifat laten secara dini.
4.2 Saran
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar penulisan makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.





DAFTAR PUSTAKA
Ackerman M, Wyler R. 1984. The DNA of an IPV strain of Bovine Herpesvirus 1             in sacral           ganglia during latency after intravaginal infection.     Veterinary Micobiology. 9:53-63.
Anonim. 2011. Standard Operating Procedure (SOP) Deteksi Biologi Molekuler    IBR.    Disampaikan pada Pelatihan Bioteknologi 2011 Teknik diagnosa           virus rabies dan           infectious
Bovine Rhinotracheitis secara molekuler di Balai Besar Pengujian Mutu dan           Sertifikasi Obat           Hewan 11-15 Juli 2011. PT. Gene Craft labs.      Jakarta.
Badiei K, Ghane M, Mostaghni K. 2010. Seroprevalence of Bovine Herpes Virus Type 1 in the   Industrial Dairy Cattle Herds in Suburb of Shiraz-iran.           Australian Journal of Basic and          Applied Sciences 4(10): 4650-4654.
De Gee ALW, Wagter LHA, Hage JJ. 1996. The use of a polymerase chain            reaction assay for the detection of bovine herpesvirus 1 in semen during a      natural outbreak of infectious bovine             rhinotracheitis. Veterinary             Microbiology. 63: 163-168.
Hatta M. 2007. Prinsip dasar PCR dan aplikasinya. Di dalam Kursus Singkat         Pertemuan Virologi     dan Bioteknologi se Indonesia 2007 di BPPV      Reginal II Lampung pada tanggal 2 - 7 Juli   2007,
[ICTV] International Commitee on Toxonomy of Viruses. 2002.             http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ICTVdb/Ictv/index.htm. Diunduh pada         tanggal 8 Juni 2010.    Muylkens BJ, Thiry J, Kisten P, Schynts S, Thiry E.      2007. Bovine Herpesvirus 1    infectious bovine rhinotracheitis. Vet. Res.     38: 181-209.
[OIE] Office International Epizooties. 2010. Infectious Bovine       Rhinotracheitis/Infectious       Pustular Vulvovaginitis. OIE Terrestrial           Manual Chapter 2.4.13. Paris.
Radostitis OM, Gay CC, Blood DC, Hinchliff KW. 2000. Veterinary Medicine: A            textbook of     the diseae of cattle, sheep, pig, goats and horses, 9th. WB         Saunders Company Ltd. Hlm.            1173-1184.
Rola J, Larska M, Polak MP. 2005. Detection of Bovine Herpesvirus 1 from an      outbreak of      Infectious Bovine Rhinotracheitis. Bull. Vet. Inst. Pulawy.        49: 267-271.
Saepulloh M, Adjid RMA, Wibawan IWT, Darminto. 2008. Pengembangan           Nested PCR untuk      deteksi Bovine Herpesvirus-1 (BHV-1) pada             sediaan usap mukosa hidung dan semen asal             sapi. JITV. 13(2):             155-163.
Saepulloh M, Wibawan IWT, Sajuthi D, Setiyaningsih S. 2009. Karakterisasi         molekuler Bovine        Herpesvirus Type 1 isolat Indonesia. JITV. 14(1):             66-74.
Smith CB, C Van Maanen, Glas RD, De Gee ALW, Dijkstrab T, Van Oirschot JT,            Rijsewijk FAM. 2000. Comparison of three polymerase chain           reaction methods for routine 8
detection of bovine herpesvirus 1 DNA in fresh bull semen. Journal of Virological             Methods. 85:65-73.
Thiry YE, Saliki J, Bublot M, P.P. Pastoret PP. 1987. Reactivation of infectious     bovine             rhinotracheitis virus by transport. Comp. Immunol. Microbiol.         Infect. Dis.10: 59-63.
Van Engelenburg FAC, Maes RK, Van Oirschot JT, Rijsewijk FAM. 1993.            Development of a       rapid and sensitive Polymerase Chain Reaction             assay for detection of Bovine Herpesvirus     Type 1 in bovine semen.             Journal of Clinical Microbiology. 31(12): 3129-3135.
Van Engelenburg FAC, Van Schie FW, Rijsewijk FAM, Van Oirschot JT. 1995.    Excretion of    Bovine Herpesvirus 1 in semen is detected much longer by   PCR than by virus isolation.   Journal of Clinical Microbiology 33(2): 308-      312.
Van Oirschot JT, Straver PJ, Van Lieshout, Quak J, Westenbrik F, Van Exsel AC.             1993. A           subclinical infection of bulls with bovine herpesvirus type 1       at an artificial insemination     centre. Vet. Rec. 132: 32-35.

Wiyono A, Saepulloh M, Damayanti R, Sudarisman. 1995. Teknik polymerase       Chain Reaction           untuk virus malignant catarrhal fever pada sediaan           usap mukosa. Prosiding Seminar        Nasional Teknologi Veteriner,             Cisarua Bogor, 7-8 Nopember 1995: 963-969.

Recent Posts