Metode
Polymerase chain Reaction (PCR) merupakan teknik biologi molekuler yang
memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk mengetahui
keberadaan penyakit IBR secara dini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendeteksi deoxyribonucleic acid (DNA) virus IBR dengan metode konvensional PCR
menggunakan gen glikoprotein D (gD) dengan cara nested PCR (nPCR). Keberadaan
DNA virus IBR strain Los Angeles dan strain Colorado terdeteksi pada 468 bp
untuk first PCR dan 325 bp untuk second PCR atau nPCR. Metode ini lebih cepat
dan mudah sehingga akan mampu mendeteksi keberadaan virus IBR yang bersifat
laten secara dini.
BAB I
PENDAHULUAN
Infectious
Bovine Rhinotracheitis (IBR) adalah penyakit menular pada sapi dan kerbau yang
disebabkan oleh Bovine herpesvirus type 1 (BHV-1) yang termasuk ke dalam genus
Varicellovirus, subfamili Alphaherpesvirinae dan famili Herpesviridae (6).
Infectious Bovine Rinotracheitis biasanya menyebabkan infeksi saluran
pernapasan yang subklinis sampai parah dengan morbiditas mencapai 100% dan
mortalitas 10% .
Menurut Van Oirschotetal. 1993, sebagaimana umumnya Alphaherpesvirinae
maka BHV-1 menyebabkan infeksi laten. Setelah infeksi, BHV-1 akan menyebar dari
infeksi local ke sistem syaraf melalui sel syaraf tepi mencapai ganglia
trigeminal dan lumbosakral dan menetap dalam keadaan laten. Sciatic, ganglia
trigeminal dan tonsil adalah tempat terjadinya latensia stelah penyakit genital
dan pernapasan. Sifat laten ini membuat virus akan terus menetap dan akan terus
dibawa dan dapat diinfeksikan terhadap sapi lain sehingga virus akan menyebar.
Virus BHV-1 yang menetap ini dapat diaktifkan atau dipicu dengan beberapa
rangsangan seperti transportasi, proses kelahiran dan pengobatan dengan
glucocorticoid.
Genom
virus IBR memiliki double stranded DNA yang menyandi sebanyak 70 protein, yang
terdiri dari 33 protein struktural dan lebih 15 protein non struktural.
Glikoprotein adalah protein struktural yang mempunyai peranan penting dalam
pathogenesis dan sistem kebal. Glikoprotein berfungsi sebagai proteksi
imunologis, replikasi, penyebaran dari sel ke sel yang lain serta pelekatan
virus pada sel inang.
Polymerase
Chain Reaction (PCR) merupakan teknik biologi molekuler yang memiliki tingkat
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Dengan penggunaan teknik PCR maka
keberadaan penyakit IBR dapat diketahui sedini mungkin, sehingga dapat
dilakukan langkah pengendalian penyakit atau tindakan oleh para pengambil
kebijakan. Gold standard pengujian untuk mengisolasi virus IBR adalah dengan
menumbuhkannya pada biakan jaringan lestari Madin Darby Bovine Kidney (MDBK) ,
tetapi untuk mendeteksi DNA pada kejadian laten menggunakan teknik PCR.
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi keberadaan materi genetik virus IBR
dengan menggunakan metode konvensional PCR, menggunakan gen gD dengan cara
nested PCR.
BAB II
MATERI DAN METODA
2.1 Virus
Virus IBR strain Los angeles yang
ditumbuhkan pada sel MDBK dan sel BT (Bovine Testicle), virus IBR strain
Colorado yang ditumbuhkan pada sel MDBK dan BHV-1 strain V-155. Strain V-155
berasal dari usap mukosa vagina sapi Australia yang ditumbuhkan pada sel MDCK.
2.2 Isolasi/Ekstraksi DNA
Metode isolasi/ekstraksi DNA menggunakan
Qiamp DNA Mini Kit (Qiagen, Cat: 51304) untuk memperoleh DNA. Preparasi sebelum
melakukan ekstraksi adalah dengan menambahkan 60 ml Ethanol absolut ke dalam 19
ml Buffer AW1 dan 44 ml Ethanol absolut ke dalam 13 ml Buffer AW2.
Ekstraksi DNA dilakukan dengan
memasukkan sampel sebanyak 180 μl ke dalam life touch microsentrifuge tube 1.7
ml yang bersih dan steril yang ditambah dengan 560 μl Buffer AVL. Kemudian
campuran ini divortex selama 15 detik dan diinkubasikan pada suhu ruang selama
10 menit. Setelah itu disentrifus selama 1 menit dengan kecepatan 8000
rpm. Tambahkan 560 μl Ethanol absolut
dan divortex selama 15 detik serta di sentrifus selama 1 menit dengan kecepatan 8000 rpm. Larutan
sebanyak 700 μl dipindahkan ke dalam Qiamp Spin Column dan disentrifus selama 1
menit dengan kecepatan 8000 rpm. Cairan yang tertampung dalam Collection Tube
dibuang dan sisa larutan sebanyak 520 μl dipindahkan kedalam Collection Tube
yang baru kemudian ditambahkan Buffer AW1 sebanyak 500 μl dan disentrifus
selama 1 menit dengan kecepatan 8000 rpm. Cairan yang tertampung didalam
Collection Tube dibuang dan ditambahkan Buffer AW2 sebanyak 500 μl untuk
mencuci membran spin column. Setelah itu disentrifus selama 3 menit dengan
kecepatan 14000 rpm. Cairan yang tertampung pada Collection Tube dibuang dan
disentrifus lagi selama 1 menit dengan kecepatan 14000 rpm. Selanjutnya cairan
beserta Collection Tube diibuang. Qiamp Spin Column dipindahkan ke dalam
Collection Tube yang baru dan ditambahkan Buffer AVE sebanyak 100 μl,
diinkubasi selama 1 menit dalam suhu ruang kemudian disentrifus selama 1 menit
dengan kecepatan 8000 rpm. Tahap akhir adalah Qiamp Spin Column 4 dibuang dan
filtrat yang didalam tabung adalah DNA. Simpan DNA pada suhu -20o C sampai akan
digunakan untuk identifikasi selanjutnya.
2.3 Primer
Primer
yang digunakan adalah dua pasang primer glikoprotein D (gD) (10,11) yaitu primer
gD BHV-1 Eksternal: gD-P1F (Lokasi 351-368) 5’- GCT GTG GGA AGC GGT ACG-3’) dan
gD-P2R (Lokasi 817-796) 5’-GTC GAC TAT GGC CTT GTG TGC-3’ ; dan primer BHV-1
Internal: gD-P3F (Lokasi 394-422) 5’-ACG GTC ATA TGG TAC AAG ATC GAG AGC G-3’
dan gD-P4R (Lokasi 716-696) 5’-CCA AAG GTG TAC CCG CGA GCC-3’. Primer eksternal
menghasilkan fragmen 468 bp dan primer internal menghasilkan fragmen 325 bp.
2.4 Amplifikasi PCR
a. First
PCR Mix menggunakan Top TagMaster Mix Kit (Qiagen, Cat : 200203)
Kedalam tabung 200 ul dicampurkan reagen
PCR mix yang terdiri dari 12.5 μl 2x Top Tag Master Mix, 0.25 μl Primer gD-P1F
(20 uM), 0.25 μl Primer gD-P2 (20 uM) dan 9.5 μl RNAse Free Water sehingga
total volume mencapai 22.5 μl. Setelah itu campuran di vortex dan sentrifus
beberapa detik dan ditambahkan template DNA sebanyak 2.5 ul. Tabung diasukkan
ke dalam mesin thermal cycler (Eppendorf) dengan program yang di awali dengan
Hot start 940C selama 3 menit, kemudian 35 siklus dimana masing-masing siklus terdiri
dari denaturasi 940C selama 30 detik, pelekatan (annealing) 600C selama 30
detik, dan elongasi (elongation) 720C selama 1 menit. Amplifikasi diakhiri
dengan elongasi terakhir pada suhu 720C selama 10 menit.
b. Second
PCR Mix menggunakan Top TagMaster Mix Kit (Qiagen, Cat : 200203)
Kedalam tabung 200 ul dicampurkan reagen
PCR mix yang terdiri dari 12.5 μl 2x Top Tag Master Mix, 0.25 μl Primer gD-P3F
(20 uM), 0.25 μl Primer gD-P4R (20 uM) dan 11 μl RNAse Free Water sehingga
total volume mencapai 24 μl. Setelah itu campuran di vortex dan sentrifus
beberapa detik dan ditambahkan produk PCR pertama sebanyak 1 ul Tabung disasukkan
ke dalam mesin thermal cycler (Eppendorf) dengan program yang di awali dengan
Hot start 940C selama 3 menit, kemudian 35 siklus dimana masing-masing siklus terdiri
dari denaturasi 940C selama 30 detik, pelekatan (annealing) 600C selama 30
detik, dan 5 elongasi (elongation) 720C selama 1 menit. Amplifikasi diakhiri
dengan elongasi terakhir pada suhu 720C selama 10 menit.
2.5 Analisa Produk PCR
Produk PCR dianalisa dengan
Elektrophoresis menggunakan gel agarose (Invitrogen) 2 % dalam buffer TAE
(Invitogen) dan syber safe (Invitrogen). Hasil PCR masing-masing sebanyak 10 μl
kemudian dicampur dengan loading dye 1 μl. Campuran dimasukkan ke dalam lubang
gel agarosa di dalam elektroforesis chamber. Salah satu lubang diisi dengan marker
100 bp (Invitrogen) sebanyak 10 μl. Elektrophoresis dilakukan pada 100 volt dan
400 mA dalam buffer TAE selama 45 menit.Hasil elektroforesis dilihat dengan
menggunakan sinar biru, pada 468 bp untuk first PCR sedangkan 325 bp untuk
second PCR atau nested.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar
1. Hasil Nested PCR terhadap virus IBR strain Los Angeles dan Colorado
Keterangan:
M= marker; First PCR = 468 bp (1- 5); second PCR atau nested = 325 bp (1-6); 1
= IBR LA-BK; 2 = IBR LA-BT; 3 = V155; 4= IBR Colorado; 5&6 = kontrol negative
Hasil
uji PCR menggunakan konvensional PCR untuk mendeteksi virus IBR ditampilkan
pada Gambar 1. Pada metode ini menggunakan dua pasang primer, yaitu sepasang
primer eksternal (gD-P1F / gD-P2R) dan sepasang primer internal (gD-P3F/gDP4R).
Primer eksternal menghasilkan produk PCR 468 bp sedangkan primer internal
menghasilkan produk PCR 325bp.
Polymerase
Chain Reaction (PCR) adalah salah satu teknik biologi molekuler untuk memperbanyak
jumlah DNA secara in-vitro dengan mempergunakan enzim polymerase dan 600 bp M 1
2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 M 6 perubahan temperatur. Dalam teknik PCR ini sangat
diperlukan preparasi sampel DNA, dimana untuk mendapatkan asam nuklat merupakan
langkah awal untuk menentukan keberhasilan dalam proses identifikasi DNA dari
sampel yang kita akan lihat. Isolasi DNA merupakan proses yang sangat
menentukan kemampuan kita untuk mengidentifikasi DNA dari sel tersebut dan
tentunya dalam proses isolasi DNA ini membutuhkan perangkat terutama
laboratorium yang memenuhi syarat tertentu.
Keunggulan
PCR untuk deteksi patogen adalah teknik ini tidak memerlukan proses pembiakan,
mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi. Menurut Van Engelenburget
al. 1993 dan Smith et al. 2000, pengujian dengan teknik PCR untuk mendeteksi
DNA virus IBR merupakan cara yang sensitif, akurat dan pelaksanaan lebih cepat
dibanding isolasi pada biakan jaringan.
Dengan PCR , deteksi DNA virus IBR dapat dilakukan lebih sering karena prosesnya
lebih cepat.
Glikoprotein
D merupakan glikoprotein utama dan penting bagi BHV-1 yang berperan dalam
interaksi antara virus dengan sel inang yaitu membantu proses masuknya virus ke
sel inang, penyebaran virus dari sel ke sel dan fusi virion envelope dengan
membran plasma.
Menurut
Saepulloh et al. (2008), nested PCR memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi, cepat
dan mudah pengerjaannya dibandingkan dengan isolasi virus yang merupakan metode
standar, sehingga sangat ideal untuk diagnosa rutin.
Pemakaian
nPCR untuk mendeteksi herpesvirus telah banyak dilakukan di dunia. Di Indonesia
sendiri telah dilakukan untuk mendeteksi agen penyebab MCF (Malignan Catarrhal
Fever) pada sampel usapan mukosa hidung dan untuk mendeteksi agen penyebab
penyakit IBR dari isolat yang berasal dari mukosa hidung dan semen sapi Jawa Timur
dan Jawa Barat.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Metode nPCR dengan menggunakan sepasang
primer eksternal dan sepasang primer internal dari gen Glikoprotein mampu
mendeteksi DNA virus IBR lebih cepat dan mudah. Metode ini akan mampu
mendeteksi keberadaan virus IBR yang bersifat laten secara dini.
4.2
Saran
Penulis menyadari bahwa penulisan
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun agar penulisan makalah selanjutnya
dapat lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Ackerman
M, Wyler R. 1984. The DNA of an IPV strain of Bovine Herpesvirus 1 in sacral ganglia during latency after intravaginal infection. Veterinary Micobiology. 9:53-63.
Anonim.
2011. Standard Operating Procedure (SOP) Deteksi Biologi Molekuler IBR. Disampaikan
pada Pelatihan Bioteknologi 2011 Teknik diagnosa virus rabies dan infectious
Bovine
Rhinotracheitis secara molekuler di Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan 11-15 Juli 2011. PT. Gene Craft
labs. Jakarta.
Badiei
K, Ghane M, Mostaghni K. 2010. Seroprevalence of Bovine Herpes Virus Type 1 in the Industrial
Dairy Cattle Herds in Suburb of Shiraz-iran. Australian
Journal of Basic and Applied Sciences
4(10): 4650-4654.
De
Gee ALW, Wagter LHA, Hage JJ. 1996. The use of a polymerase chain reaction assay for the detection of bovine herpesvirus 1 in semen
during a natural outbreak of infectious
bovine rhinotracheitis.
Veterinary Microbiology. 63:
163-168.
Hatta
M. 2007. Prinsip dasar PCR dan aplikasinya. Di dalam Kursus Singkat Pertemuan Virologi dan Bioteknologi se Indonesia 2007 di BPPV Reginal II Lampung pada tanggal 2 - 7 Juli 2007,
[ICTV]
International Commitee on Toxonomy of Viruses. 2002. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ICTVdb/Ictv/index.htm.
Diunduh pada tanggal 8 Juni 2010. Muylkens BJ, Thiry J, Kisten P, Schynts S,
Thiry E. 2007. Bovine Herpesvirus 1 infectious bovine rhinotracheitis. Vet. Res. 38: 181-209.
[OIE]
Office International Epizooties. 2010. Infectious Bovine Rhinotracheitis/Infectious Pustular Vulvovaginitis. OIE Terrestrial Manual Chapter 2.4.13. Paris.
Radostitis
OM, Gay CC, Blood DC, Hinchliff KW. 2000. Veterinary Medicine: A textbook of the diseae of cattle, sheep, pig, goats and horses, 9th. WB Saunders Company Ltd. Hlm. 1173-1184.
Rola
J, Larska M, Polak MP. 2005. Detection of Bovine Herpesvirus 1 from an outbreak of Infectious Bovine Rhinotracheitis. Bull. Vet. Inst. Pulawy. 49: 267-271.
Saepulloh
M, Adjid RMA, Wibawan IWT, Darminto. 2008. Pengembangan Nested PCR untuk deteksi
Bovine Herpesvirus-1 (BHV-1) pada sediaan
usap mukosa hidung dan semen asal sapi.
JITV. 13(2): 155-163.
Saepulloh
M, Wibawan IWT, Sajuthi D, Setiyaningsih S. 2009. Karakterisasi molekuler Bovine Herpesvirus Type 1 isolat Indonesia. JITV. 14(1): 66-74.
Smith
CB, C Van Maanen, Glas RD, De Gee ALW, Dijkstrab T, Van Oirschot JT, Rijsewijk FAM. 2000. Comparison of
three polymerase chain reaction
methods for routine 8
detection
of bovine herpesvirus 1 DNA in fresh bull semen. Journal of Virological Methods. 85:65-73.
Thiry
YE, Saliki J, Bublot M, P.P. Pastoret PP. 1987. Reactivation of infectious bovine rhinotracheitis
virus by transport. Comp. Immunol. Microbiol. Infect.
Dis.10: 59-63.
Van
Engelenburg FAC, Maes RK, Van Oirschot JT, Rijsewijk FAM. 1993. Development of a rapid and sensitive Polymerase Chain
Reaction assay for detection
of Bovine Herpesvirus Type 1 in bovine
semen. Journal of Clinical
Microbiology. 31(12): 3129-3135.
Van
Engelenburg FAC, Van Schie FW, Rijsewijk FAM, Van Oirschot JT. 1995. Excretion of Bovine
Herpesvirus 1 in semen is detected much longer by PCR than by virus isolation. Journal
of Clinical Microbiology 33(2): 308- 312.
Van
Oirschot JT, Straver PJ, Van Lieshout, Quak J, Westenbrik F, Van Exsel AC. 1993. A subclinical infection of bulls with bovine herpesvirus type
1 at an artificial insemination centre. Vet. Rec. 132: 32-35.
Wiyono
A, Saepulloh M, Damayanti R, Sudarisman. 1995. Teknik polymerase Chain Reaction untuk virus malignant catarrhal fever pada sediaan usap mukosa. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Veteriner, Cisarua Bogor, 7-8 Nopember 1995:
963-969.