BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Menurut klasifikasi
dalam Helminthologi kedokteran dikenal 31 spesies Nematoda yang dapat
menginfeksi manusia, namum tidak semua spesies memiliki masalah epidemologi
yang luas. Dari sekian banyak ordo yang dikenal dalam class phasmidia, hanya
dua ordo utama yang penting bagi Helminthologi kedokteran yaitu ordo Rhabditida
dan ordo Spirurida. Dari dua ordo ini terdapat 9 superfamilia yang terdiri dari
20 spesies yang menginfeksi manusia dan yang penting ditinjau dari segi epidemologisnya.
Superfamilia tersebut diantaranya adalah Strongyloides Stercoralis yang akan
dibahas pada makalah ini.
Strongyloides
Stercoralis merupakan salah satu parasit yang termasuk dalam klasifikasi
nematode usus dalam superfamilia Rhabditoidea, strongyloides stercoralis
menyebabkan penyakit yang disebut strongyloidiasis atau cochen china diarrhea.
Pada penderita yang
sering menggunakan obat golongan steroid atau mereka yang mempunyai gangguan
kekebalan tubuh sering meninggal dunia akibat infeksi cacing strongyloides
stercoralis.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.
Pengenalan
cacing strongyloides stercoralis
2.
Distribusi
geografis strongyloides stercoralis
3.
Siklus hidup
strongyloides stercoralis
4.
Morfologi
strongyloides stercoralis
5.
Manifestasi
klinis
6.
Diagnose
laboratories
7.
Pengobatan
8.
Epidemologi
1.3
TUJUAN
1.
Mengetahui
cacing strongyloides stercoralis.
2.
Dapat mengetahui
Distribusi geografis strongyloides stercoralis.
3.
Mengetahui
siklus hiduo serta morfologi dari cacing strongyloides stercoralis.
4.
Mengetahui
Diagnose laboratories dan pengobatannya.
5.
Agar dapat
mengetahui Manifestasi klinis dan epidemologi cacing strongyloides stercoralis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 STRONGYLOIDES STERCORALIS
Satu – satunya cacing
yang penting dalam ilmu kedokteran dan termasuk dalam super familia
Rhabditoidea familia strongyloididae adalah strongyloides stercoralis dan
strongyloides fuelleborni. Penyakit yang ditimbulikan disebut strongyloidiasis
atau cochen china diarrhea dan nampaknya prevalensinya makin bertambah akhir –
akhir ini karena makin sering digunakannya obat – obat golongan
immunosuppressive. Pada awalnya penyakit ini sering dijumpai pada para tentara
yang dikirimkan ke timur jauh selama perang dunia II.
2.2 DISTRIBUSI
GEOGRAFIS STRONGYLOIDES STERCORALIS
Strongyloidiasis sering
dijumpai di daerah tropis dan sub tropis serta beberapa daerah yang beriklim
dingin. Sampai saat ini diperkirakan lebih dari 35 juta orang yang terinfeksi
setiap tahunnya. Strongyloidiasis yang disebabkan oleh strongyloides
fuelleborni lebih sering dijumpai di daerah pasifik.
2.3 SIKLUS HIDUP
STRONGYLOIDES STERCORALIS
Dikenal empat macam siklus hidup cacing
strongyloides stercoralis yaitu :
a.
Siklus hidup
secara langsung
b.
Siklus hidup
secara tidak langsung
c.
External
autoreinfection
d.
Internal autoreinfection.
Keempat jenis siklus
hidup dapat terjadi bersamaan atau sendiri – sendiri atau merupakan kombinasi
dari keempatnya tergantung pada kondisi hidupnya saat itu.
a.
Siklus hidup
secara langsung
Siklus hidup secara
langsung paling sering terjadi. Siklus ini dimulai dengan larva rhabditiform
yang dikeluarkan dari tubuh host bersama tinja. Larva ini bila tiba
dilingkungan yang cukup baik dan dapat menunjang kelangsungan hidupnya akan
berkembang menjadi larva yang lebih dewasa, yang dinamakan larva filariform,
dalam waktu 24 jam. Larva filariform merupakan larva yang infeksius dan siap
menginfeksi host ( manusia ) yang lain. Biasanya larva ini memasuki tubuh host
dengan cara penetrasi kulit untuk selanjutnya memasuki peredaran darah atau
limfe. Dengan mengikuti aliran darah
sampailah larva ini di jantung dan paru. Didalam paru, larva filariform
ini tinggal di alveolus selama 10 – 24 hari kemudian bermigrasi ke saluran
nafas. Dari saluran nafas, larva yang telah lebih dewasa ini bergerak menuju
glottis dan bila tertelan sampailah dia dilambung dan akhirnya di usus halus.
Di usus halus larva ini
berkembang menjadi cacing dewasa. Biasanya diperlukan waktu sekitar 28 hari
mulai dari larva rhabditiform sampai menjadi cacing dewasa. Cacing betina
menghasilkan telur yang dalam waktu singkat menetas menjadi larva rhabditiform
dalam usus host. ( beberapa pakar mengatakan bahwa cacing betina ini
parthenogenesis ). Selanjutnya siklus hidup cacing dimulai lagi seperti yang
diuraikan diatas.
b.
Siklus hidup
secara tidak langsung
Siklus hidup secara
tidak langsung juga dimulai dengan larva rhabditiform yang keluar bersama –
sama tinja host. Apabila larva masuk ke dalam lingkungan yang cocok, ia akan
tumbuh menjadi larva filariform dan selanjutnya menjadi cacing dewasa yang
hidup ditanah sebagai free living hookworm. Cacing free living ini tentu saja
dapat menghasilkan larva rhabditiform dan filariform sebagai generasi free
living berikutnya. Disamping itu larva filariform yang ada dapat pula
menginfeksi host baru dan melangsungkan siklus hidup seperti siklus hidup
secara langsung. Siklus hidup secara tidak langsung lebih sering terjadi
dilingkungan yang kurang optimal seperti misalnya di daerah beriklim dingin.
c.
Siklus hidup
secara external autoreinfection
Siklus hidup secara
external autoreinfection terjadi pada kasus tertentu saja. Pada siklus cara
ini, larva rhabditiform yang dikeluarkan bersama tinja akan tinggal di perianal
dan menjadi larva filariform. Larva filariform kemudia akan melakukan penetrasi
mukosa perianal, masuk ke pembuluh darah, jantung, paru dan kembali ke usus
untuk menjadi cacing dewasa.
d.
Siklus hidup internal
autoreinfection
Siklus hidup ini hanya
terjadi pada kasus dengan immune deficient dan orang yang mendapat banyak obat
immune suppressive. Pada siklus ini larva rhabditiform setelah menetas
berkembang menjadi larva rhabditiform yang kerdil. Larva terakhir ini langsung
melakukan penetrasi mukosa usus colon serta rectum dan melanjutkan siklus hidupnya
sperti yang telah diuraikan pada siklus hidup secara langsung. Siklus hidup
dengan cara autoreinfection ini menyebabkan peningkatan jumlah cacing secara
cepat dan terjadi tanpa kontaminasi antara penderita dengan tanah terlebih
dahulu. Diperkirakan infeksi dengan cara ini dapat berlangsung sampai 40 tahun
atau lebih.
2.4 MORFOLOGI
STRONGYLOIDES STERCORALIS
Cacing jantan yang
parasitic maupun yang free living memiliki bentuk yang sama dan berukuran 0,7
mm. pada bagian interior tubuhnya terlihat adanya buccal cavity yang pendek
atau bahkan tidak ada. Esophagusnya bertipe rhabditiform. Terdapat sepasang
spicule yang diliput gubernaculums. Disamping itu dapat pula ditemukan adanya
anal papillae.
Cacing betina yang free
living dan yang parasitic dibedakan berdasarkan ukuran. Bentuk esofagus dan
letak vulvanya. Cacing betina yang parasitic berukuran 2,2 x 0,04 mm. esofagusnya
panjang bertipe filariform dan vulvanya terletak di 1/3 anterior dari tubuhnya.
Sedangkan yang free living berukuran lebih kecil yaitu 1 x 0,06 mm, esofagusnya
bertipe rhabditiform dan vulvanya terletak di 2/5 anterior tubuhnya.
Larva rhabditiform
strongyloides stercoralis dapat diidentifikasi berdasarkan bentuk buccal
cavitynya yang pendek dan genital premordialnya yang besar mengandung banyak
sel. Esophagus larva ini sesuai namanya adalah tipe rhabditiform. Larva inilah
yang merupakan diagnostic penyakit strongyloidiasis, karena sering ditemukan
dalam tinja. Bentuk larva ini perlu dibedakan dari larva cacing tambang (
hookworm ) pada umunya. Larva rhabditiform hookworm memiliki buccal cavity yang
panjang dan genital premodial yang lebih kecil.
Larva filariform cacing
ini memiliki buccal cavity yang pendek sperti larva rhabditiformnya, namun
memiliki esophagus bertipe filariform. Ciri khasnya adalah ekornya yang
bercabang ( fork shape tail ). Bentuk ekor yang bercabang inilah yang
membedakannya dari larva filariform hookworm.
2.5 MANIFESTASI
KLINIS
Larva filariform yang
menembus kulit sewaktu menginfeksi manusia menimbulkan perasaan gatal dan
erythema. Kelainan kulit yang ditimbulkan dinamakan larva currens dengan bentuk
seperti ereeping eruptions.
Sewaktu larva mencapai
paru, larva ini akan menetap selama 10 – 14 hari dan menimbulkan gejala
kelainan paru yang cukup serius seperti misalnya batuk, demam, eosinifilia,
perdarahan dan pneumonia. Kelainan ini sangat mungkin disebabkan oleh proses
allergi. Disamping keadaan ini, septicemia dengan kuman gram negative sering
menyertai gejala – gejala tadi. Oleh karena itu terjadinya meningitis dan pneumonia
sering dianggap sebagai komplikasi dari migrasi larva ditubuh penderita.
Di usus cacing ini
menyebabkan kerusakan sebagai akibat mekanis maupun lisis. Kerusakan selaput
lender usus ini menimbulkan perlukaan usus. Bila perjalanan penyakit cukup lama
akibat yang ditimbulkannya berupa fibrosis usus dan tidak jarang steatorrhoea.
Kelainan ini semua dinamakan pan mucosal duodenitis yang ditandai dengan diare
yang mengandung lender, rasa sakit perut seperti kelaparan, animea dan
penurunan berat badan. Diare semacam ini disebut coechen china diarrhea.
Para penderita yang
sering menggunakan obat golongan steroid atau mereka yang mempunyai gangguan
kekebalan tubuh sering meninggal dunia akibat infeksi cacing ini.
Hyperinfection dapat terjadi sebagai akibat dari internal autoreinfection.
Hyperinfection pada umunya menyebabkan timbunan larva yang massive di paru
penderita dan berakhir dengan kematian. Dilaporkan juga bahwa 10 – 40%
penderita yang mengalami gangguan kekebalan tubuh tidak menunjukkan adanya
eosinofilia. Infeksi kronis dengan cacing ini tidak jarang menimbulkan ras yang
kumat – kumatan di daerah lipat paha.
2.6 DIAGNOSE
LABORATORIES
Diagnose
strongyloidiasis ditegakkan dengan memeriksa tinja penderita dan menemukan
adanya larva. Namun larva ini harus dibedakan dengan larva cacing tambang (
hookworm ).
Cara lain untuk
menegakkan diagnose adalah dengan melakukan enterotest. Pada cara pemeriksaan
ini, penderita diminta untuk menelan kapsul gelatin yang diberi benang nylon.
Setelah kapsul tadi mencapai usus halus, benang tadi ditarik dan lendir yang
menempel di benang diperiksa di bawah mikroskop untuk menemukan adanya larva.
2.7 PENGOBATAN
Thiabendazole dan
mebendazole sering digunakan orang untuk mengobati strongyloidiasis. Selain
kedua jenis obat tersebut WHO juga merekomendasikan pemberian albendazole.
Disamping itu perlu juga diberikan terapi penunjang seperti misalnya
antibiotika bila diketahui telah terjadi autoreinfection dan obat untuk
mengatasi animia.
2.8 EPIDEMOLOGI
Selain penularan melalui
tanah, dikenal pada penularan melalui air susu ( transmammary ) dan penularan
melalui oral – anal sex. Beberapa pakar mengatakan bahwa anjing dan kucing
sering bertindak sebagai reservoir dalam infeksi pada manusia.
Pencegahan penularan
terutama ditujukan pada pengawasan pembuangan tinja manusia, dan cara
berperilaku yang higienis.
Berhubung
hyperinfection sering dijumpai pada penderita yang harus diberi obat – obat
corticosteroid, maka sebaiknya terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan terhadap
terjadinya infeksi cacing ini dan apabila memang benar terjadi harus dilakukan
pengobatan dengan baik.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Satu – satunya cacing
yang penting dalam ilmu kedokteran dan termasuk dalam super familia
Rhabditoidea familia strongyloididae adalah strongyloides stercoralis dan
strongyloides fuelleborni. Penyakit yang ditimbulikan disebut strongyloidiasis
atau cochen china diarrhea.
Dikenal empat macam siklus hidup cacing
strongyloides stercoralis yaitu :
e.
Siklus hidup
secara langsung
f.
Siklus hidup
secara tidak langsung
g.
External
autoreinfection
h.
Internal
autoreinfection.
Thiabendazole dan
mebendazole sering digunakan orang untuk mengobati strongyloidiasis. Selain
kedua jenis obat tersebut WHO juga merekomendasikan pemberian albendazole.
3.2 SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna namun penulis berharap makalah ini bisa bermanfaat
bagi para pembaca. Tidak lupa penulis mengharapkan saran dan kritik yang
sifatnya membangun agar penulisan makalah – makalah kedepannya bisa lebih baik
lagi. Demikian penulis mengucapkan terimakasi.
lengkap kap kap,,
BalasHapusmakasih udah bantuin tugas IKM aku, hehe :D
sama - sama..
Hapus