Yazhid Blog

.

Kamis, 01 Desember 2016

MAKALAH FILARIASIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filariasis ad alah penyakit yang disebabkan Nematoda jaringan. Dampak lanjut infeksinya dapat m... thumbnail 1 summary
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan Nematoda jaringan. Dampak lanjut infeksinya dapat menyebabkan kelainan yang menetap, bahkan cukup fatal. Indonesia adalah salah satu daerah yang ikut berperan dalam penyebaran penyakit ini. Telah dibicarakan siklus hidup, kelainan klinik dan patologi akibat infestasinya. Pemeriksaan laboratorium merupakan diagnosis bantu yang cukup dapat diandalkan.
Penyakit filariasis bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga memnjadi beban keluarga, masyarakat dan negara. Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di Seluruh propinsi. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survai laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata Mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %, berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularnya tersebar luas.
WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global (The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020). Program eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan missal dengan DEC dan Albendazol setahun sekali selama 5 tahun dilokasi yang endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitanya. Indonesia akan melaksanakan eliminasi penyakit kaki gajah secara bertahap dimulai pada tahun 2002 di 5 kabupaten percontohan. Perluasan wilayah akan dilaksanakan setiap tahun. Penyebab penyakit kaki gajah adalah tiga spesies cacing filarial yaitu; Wucheria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Vektor penular : Di Indonesia hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres yang dapat berperan sebagai vector penular penyakit kaki gajah.
B.  Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai pada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
  1. Untuk mengetahui bagaimana gejala & tanda dari filariasis
  2. Untuk mengetahui bagaimana distribusi filariasis
  3. Untuk mengetahui transmisi dari filariasis
  4. Untuk mengetahui bagaimana siklus penularan dari filariasis
  5. Untuk mengetahui gambaran klinik dan patologi filariasis
  6. Untuk mengetahui diagnosis filariasis
  7. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan laboratorium filariasis
  8. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan filariasis
  9. Untuk mengetahui pengobatan apa saja yang dapat diberikan pada penderita filariasis
  10. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan kasus klinis penyakit kaki gajah.
C.  Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas pada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
  1. Bagaimana gejala & tanda dari filariasis ?
  2. Bagaimana distribusi filariasis ?
  3. Apa saja transmisi dari filariasis ?
  4. Bagaimana siklus penularan dari filariasis ?
  5. Bagaimana gambaran klinik dan patologi filariasis ?
  6. Bagaimana diagnosis dari filariasis ?
  7. Bagaimana pemeriksaan laboratorium filariasis ?
  8. Bagaimana cara pencegahan filariasis ?
  9. Pengobatan apa saja yang dapat diberikan pada penderita filariasis ?
  10. Bagaimana penatalaksanaan kasus klinis penyakit kaki gajah ?
BAB II
PEMBAHASAN

Filariasis merupakan penyakit infeksi yang bersifat menahun yang disebabkan cacing filaria yang ditularkan lewat nyamuk. Dampak penyakit ini menimbulkan cacat menetap: pembesaran pada bagian-bagian tertentu pada tubuh seperti kaki, payudara, tangan, kantong buah zakar, dan alat kelamin wanita. Filariasis dapat menjangkiti siapa saja, pada umur berapa saja.

A. GEJALA & TANDA FILARIASIS
Gejala-gejalanya ada 2 tahap yaitu :
1.      Tahap akut : demam berulang 1-2 kali atau lebih selama 3-5 hari (demam sembuh sendiri tanpa diobati), timbul benjolan dan terasa nyeri pada lipat paha atau ketiak tanpa adanya luka, teraba ada urat seperti tali berwarna merah dan sakit mulai dari pangkal paha atau ketiak sampai ujung kaki atau tangan.
2.      Tahap kronis : perbesaran timbul di kaki, payudara, tangan, kantong buah zakar, alat kelamin wanita, dan lama-lama menjadi cacat menetap. Banyak penderita yang tidak menunjukkan gejalan sama sekali, mereka terlihat sehat, padahal dalam tubuhnya sudah ada anak cacing dan cacing dewasa.


Penderita Filariasis
B. DISTRIBUSI FILARIASIS
Macam-macam spesies penyebab filariasis dengan nama klinisnya :
Ø  ­Wuchereria bancrofti menyebabkan filariasis limfatik bancrofti.
Ø  ­Brugia malayi menyebabkan filariasis limfatik malayan.
Ø  ­Loa loa menyebabkan loaiasis atau Calabar swelling.
Ø  ­Onchocerca volvulus menyebabkan filariasis kutaneus atau onchocersiasis.
Perlu dipikirkan beberapa spesies Filaria lain, yaitu :
Ø  ­Tetrapetalonema perstans menyebabkan gejala alergi.
Ø  ­Tetrapetalonema streptocerca menyebabkan iritasi.
Ø  ­Mansonella ozzardi menyebabkan luka dan radang.

C. TRANSMISI FILARIASIS
Serangga yang menggigit-mengisap darah, merupakan perantara penyakit filariasis. Larva ikut terisap oleh serangga melalui kulit atau jaringan kulit yang luka. Tiap spesies mempunyai vektor sendiri-sendiri.
Ø  Wuchereria bancrofti vektornya Culex, Aedes, Anopheles.
Ø  B. malayi dan B. timori oleh Anopheles dan Mansonia.
Ø  Loa loa oleh lalat Chrysops.
Ø  O. volvulus oleh lalat hitam Simulium.
Ø  T. perstans dan T. streptocerca oleh Colicoides.
Ø  M. ozzardi oleh Colicoides dan Simulium.

D.  SIKLUS PENULARAN
Penyakit filariasis disebabkan oleh genus Filaria yang merupakan cacing darah jaringan, sedangkan spesies nyamuk berperan sebagai sumber penularan antar manusia. Secara epidemiologi sasarannya adalah masyarakat pedesaan yang beradaptasi terhadap cacing dan menyebabkan cacat badan seumur hidup berupa elephantiasis. Pendatang di daerah endemis rentan terhadap penularankarena daya immunitas yang belum dipunyai sebelumnya. Penyakit filariasis di Indonesia disebabkan oleh : Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori. Kucing dan kera dapat diduga sebagai sumber penularan melalui vektor nyamuk.
Siklus penularan filariasis terdiri dari 2 tahap yaitu :
1.      Tahap perkembangan dalam tubuh nyamuk (vektor)
2.      Tahap perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoir

1.      Tahap Perkembangan dalam Tubuh Nyamuk
§  Saat nyamuk (vektor) mengisap darah penderita (mikrofilaremia) beberapa mikrofilaria ikut terisap bersama darah dan masuk ke dalam lambung nyamuk.
§  Beberapa saat setelah berada dalam lambung nyamuk, mikrofilaria melepas selubung, kemudian menerobos dinding lambung menuju rongga badan dan selanjutnya ke dalam otot thoraks.
§  Di dalam jaringan otot thoraks, larva stadium I (L1) berkembang menjadi bentuk larva stadium II (L2) dan selanjutnya berkembang menjadi larva stadium III (L3) yang infektif.
§  Waktu untuk perkembangan dari L1 menjadi L3 (masa inkubasi ekstrinsik) untuk W. bancrofti antara 10-14 hari, B. malayi dan B. timori 7-10 hari.
§  Mikrofilaria stadium L3 bergerak menuju proboscis nyamuk dan akan dipindahkan ke manusia (hospes definitif) dan hospes reservoir (binatang).
§  Mikrofilaria di dalam tubuh nyamuk hanya mengalami perubahan bentuk dan tidak mengadakan perkembangbiakan (Cyclicodevelopmental).
2.      Tahap Perkembangan dalam Tubuh Manusia (Hospes) dan Reservoir
§  Di dalam tubuh manusia L3 akan menuju limfe dan selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa jantan dan betina.
§  Melalui kopulasi, cacing betina menghasilkan mikrofilaria yang beredar dalam darah secara periodik. Seekor cacing betina dewasa akan mengeluarkan sekitar 30.000 larva setiap hari.
§  Perkembangan  L3 menjadi cacing dewasa dan menghasilkan mikrofilaria untuk W. bancrofti selama 9 bulan dan untuk B. malayi dan B. timori selama 3 bulan.
§  Perkembangan seperti ini terjadi juga dalam tubuh binatang reservoir (lutung dan kucing).

E.  GAMBARAN KLINIK DAN PATOLOGI
Filariasis bancrofti dan Brugia malayi adalah penyakit yang menyerang sistem limfe. Gambaran khasnya adalah adanya parasitemia yang berulang disertai radang, nyeri sistem limfe dan diakhiri kerusakan, kekakuan dan bendungan pada pembuluh limfe. Kelainan ini terutama diketemukan di lengan, alat kelamin dan dada. Akhir gangguan aliran limfe berupa limfedema. Gambaran patologi penyakit ini tergantung terdapat atau tidaknya cacing dewasa, respons immunologi dan intensitas infeksinya. Mikrofilaria jarang menyebabkan gejala yang serius kecuali gambaran darah dengan jumlah eosinopil yang meningkat. Gambaran raksi alergi yang berat, sering tampak di paru, disebut sindrom tropical pulmonary eoSinophilia. Gambaran ini dapat juga disebabkan oleh filariasis binatang atau respon alergi terhadap Wuchereria bancrofti. Kematian larva filaria menyebabkan respons jaringan berupa bendungan aliran limfe besar dan hidrokel, yang sering diketemukan pada penduduk Afrika Tengah, Jepang dan Cina.
Bendungan yang lama menyebabkan gejala elephantiasis, kulit tampak kasar, tegang, tebal dan retak-retak. Elephantiasis sering diketemukan di Cina, India, kepulauan Pasifik; di sini perlu dibedakan dengan elephantiasis yang disebabkan karena defisiensi mineral. Komplikasi filariasis bancrofti (di Cina, Jepang, India selatan) disebabkan pecahnya sistem limfe di sekitar kandung kencing menyebabkan hubungan terbuka antara keduanya, akibatnya timbul chiluria (kencing seperti air susu). Leukositosis terjadi setelah adanya infeksi sekunderoleh Stafilokokus, Streptokokus dan Pseudomonas.
Loaiasis
Gejalanya khas dengan terbentuknya pembengkakan calabar swelling di sekitar sendi, lengan atas. Gejala ini disebabkan reaksi allergi terhadap cacing dewasa yang migrasi ke jaringan subkutan; timbul setelah tiga minggu. Migrasinya ke jaringan subkonjungtiva menyebabkan gejala iritis, tetapi tidak sampai menimbulkan kebutaan. Aktifitas cacing tampak/dapat dilihat di jaringan subkonjungtiva, sedangkan mikrofilarianya tidak menimbulkan dampak yang serius, hanya ditakutkan timbulnya ensefalitis.
Onchocersiasis
Cacing dewasanya hidup di jaringan subkutan dalam keadaan bebas/berbentuk kapsul (onchocermata) dengan diameter 0,5-10 cm di jaringan bawah kulit. Lokalisasinya sering di sekitar dada, pelvis, kepala, lengan atas. Kehidupan cacing dapat berlangsung sampai dengan 16 tahun atau lebih. Migrasi ke jaringan subkutan menimbulkan radang (dermatitis). Gambaran hiper-pigmentasi kulit dikenal sebagai sowda, leopard skin. Kelainan yang menahun menyebabkan elastisitas kulit hilang, menipis, berlipat-lipat sehingga penderita tampak tua. Migrasi ke kulit lipat paha menimbulkan kelainan yang disebut hanging groin.
Komplikasi serius apabila terjadi penyusupan ke mata menimbulkan reaksi radang iritis, sclerosing keratitis, choroiditis dan retinitis. Kerusakan nervus opticus menyebabkan kebutaan lazim disebut river blindness. Mikrofilaria dapat tampak keluar di camera oculi anterior, cairan vitreus. Fase dini penyakit ini memberikan gambaran radang di sekitar jaringan tempat, mikro$laria yang mati. Pada infeksi lanjut, mikrofilaria diketemukan di organ ginjal, paru, kadang-kadang otak, atau ikut aliran darah keluar bersama urine, sputum dan cairan otak. Penyusupan mikrofilaria ke kelenjar limfe menimbulkan limfangitis, limfadenitis, dan elephantiasis scrotum.

F.  DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit kaki gajah ditegakkan dengan memeriksa gejala klinik dan pemeiksaan darah. Gejala klinik akut berupa adenolimfangitis yang hilang-timbul berulang-ulang dan dapat disertai demam, abses yang pecah dan meninggalkan jaringan parut. Gejala kronis berupa limfedema, hidrokel dan elefantiasis. Gejala klinis merupakan indikator, tetapi sering juga terjadi pada penyakit lain (infeksi tumor).
G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium penderita filariasis adalah untuk mencari identitas spesies mikrofilaria. Sampel pemeriksaan berupa: darah, biopsi kulit, kadang kadang urine, cairan otak. Jumlah mikrofilaria memberikan informasi tentang transmisi dan cara infeksinya. Pemeriksaan serologi jarang dilakukan karena hasilnya tidak spesifik dan sensitif.
1) Pemeriksaan Mikrofilaria Dalam Darah
Dianjurkan mengambil darah dari cuping telinga. Kegagalan menemukan mikrofilaria dalam darah disebabkan karena pada Loaiasis dan limfadenitis filariasis, mikrofilaria baru tampak satu tahun atau lebih setelah infeksi.
Limfadenitis filariasis dipengaruhi :
Ø  Intensitas infeksi
Ø  Jumlah cacing yang dibuahi
Ø  Reaksi radang dari host akibat terbendungnya aliran dalam usaha mencegah penyebaran mikrofilaria.
Ø  Destruksi mikrofilaria oleh antibodi host.

Metode pemeriksaan :
a)   The counting chamber technique
Alat yang diperlukan :
Slide gelas ukuran 76 x 38 mm, tebal 2 mm.
-  Mikroskop cahaya dengan perbesaran obyektif 10 x, 40 x, 100 x.
Cara kerja :
1)   Isi satu tetes aquadest dalam kanal.
2)   Isi/ambil darah kapiler (yang diambil dari cuping telinga) sebanyak 0,1 ml (100 uL), teteskan ke dalam kanal sehingga timbul hemolisis.
3)   Periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran obyektif 10 x, kondensor rendah sedemikian rupa sehingga memberikan kontras yang maksimum. Fokuskan pada tiap mikrofilaria.
4)   Hitung jumlah mikrofilaria/L darah dengan mengkalikan 10.000.

Modifikasi cara di atas dapat pula dilakukan dengan menggunakan larutan asam asetat 3%. Cara ini sekaligus menyebabkan hemolisis dan fiksasi.
Spesimen/preparat ini dapat dikirim atau disimpan selama beberapa hari, minggu sampai bulan. Keluarnya mikrofilaria dapat dirangsang dengan pemberian diethyl carbamazine, sehingga pemeriksaan dapat dilakukan setiap saat; takaran yang diberikan :100 mg untuk dewasa, 75 mg untuk anak 10­14 tahun, 50 mg untuk anak 5­9 tahun. Pengambilan sampel darah dilakukan 60 menit sesudah pemberian obat tadi. Untuk spesies Wuchereria bancrofti strain Pacific hal ini tidak dapat dilakukan.

b) Teknik kapiler (capillary method)
Alat yang diperlukan :
-  Tabung kapiler plastik yang dilapisi EDTA
-  Sentrifuse
-  Obyek glass.
Cara kerja :
1)   Ambil darah dari cuping telinga dengan pipet kapiler atau darah dalam tabung yang belum diberi antikoagulan.
2)   Tutup ujung kapiler dengan lilin.
3)   Masukkan pipet tadi dalam tabung sentrifuge, putar dengan kecepatan 700­1000 rpm selama 5­7 menit.
4)   Letakkan kapiler sedemikian rupa sehingga tidak terpegang tangan.
5)   Perhatikan lapisan di dalam kapiler lapisan plasma-eritrosit dan lapisan buffy coat di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x dengan kondensor rendah untuk memberikan kontras maksimal.
6)   Identifikasi spesies dilakukan dengan menambahkan cat pada lapisan plasma, selanjutnya dituang di gelas obyek.

c)   Membrane filter technic
Alat yang diperlukan :
-  Swinnex 25 mm holder
-  Membrane filter 5 um yang porous; dapat pula ditambahkan nucleopore
-  Antikoagulan Na sitrat steril
-  Larutan garam faali (PZ).
Cara kerja :
1)   1 ml darah vena ditambah 2 ml Na sitrat steril.
2)   Lepaskan jarum, ganti dengan swinnex filter holder; sewaktu memasangnya dibasahi dahulu dengan air.
3)   Tambahkan antikoagulan melalui filter.
4)   Lepaskan filter, cuci dengan PZ, lepaskan lagi berulang  sehingga eritrosit tampak lewat membran.
5)   Dengan forsep, pindahkan membran dan letakkan pada gelas obyek.
6)   Keringkan di udara atau dipanaskan.
7)   Fiksasi dengan metanol.
8)   Cat dengan larutan Giemsa.
9)   Teteskan minyak imersi, lihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x, 40x, kondensor dibuka.
10) Hitung mikrofilaria/L darah dengan mengkalikan 1000.

2.) Identifikasi Mikrofilaria
Identifikasi spesies dapat dilakukan dengan melihat sarung mikrofilaria (sheath). Hal ini mudah dilakukan dengan bantuan pemberian cat.


Cara kerja :
1)   Dengan pipet Pasteur teteskan darah yang lisis pada gelas obyek, kemudian buat hapusan darah.
2)   Biarkan kering, fiksasi dengan metil alkohol.
3)   Teteskan cat hematoksilin atau Giemsa; Cat Giemsa lebih cocok untuk spesies Brugia malayi dan Wuchereria bancrofti.
4)   Mounting dengan Canada balsam.
5)   Periksa dengan mikroskop pembesaran 40x; hasil lebih nyata pada preparat yang tipis.

Selain dengan metode di atas, dapat pula dilakukan pemeriksaan darah jari. Pemeriksaan darah jari dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1)   Disiapkan kaca benda (slide) yang sudah bersih dari lemak dan kotoran.
2)   Ujung jari kedua atau ketiga atau keempat dibersihkan dengan kapas alkohol 70 % dan setelah kering, ditusuk dengna lanset sehingga darah menetes keluar (dengan penekanan ringan).
3)   Tetesan darah pertama yang keluar dihapus dengan kapas kering, lalu darah dihisap dengan tabung kapiler tanpa heparin yang berukuran 20 mm3
4)   Darah di dalam tabung kapiler kemudian ditiupkan ke atas kaca benda, dilebarkan sehingga membentuk sediaan darah tebal berbemtuk oval dengan diameter 2 cm. Jika tidk tersedia tabung kapiler maka teteskan 3 tetes darah pada kaca benda dan dibuat sediaan darah tebal dengan diameter 2 cm.
5)   Sediaan darah tersebut dikeringkan selama 1 malam dengan menyimpan di tempat yang aman dan keesokan harinya dihemolisis dengan air selama beberapa menit sampai warna hilang, lalu dibilas lagi dengan air dan dikeringkan.
6)   Selanjutnya darah tersebut difiksasi dengan metanol selama 1-2 menit dan dikeringkan, kemudian dibibuhi Giemsa yang telah dilarutkan di dalam cairan buffer pH 7,2 dengan perbandingan 1 : 14, selama ± 15 menit. Kemudian sediaan dibilas dengan air bersih dan dikeringkan. Jika tidak ada metanol, sediaan darah dapat langsung dibubuhi giemsa yang telah dilarutkan di dalam cairan buffer pH 7,2 dengan perbandingan 1 : 14 selama ± 15 menit.
7)   Setelah kering sediaan diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran rendah (10 x 10) untuk menentukan jumlah mikrofilaria dan dengan pembesaran tinggi (10 x 40) untuk menentukan jenis atau spesiesnya.

H. PENCEGAHAN FILARIASIS
Cara mencegah yang paling sederhana adalah menghindari gigitan nyamuk (tidur dengan kelambu, menutup ventilasi dengan kasa), menggunakan obat nyamuk, memakai obat gosok anti nyamuk, memberantas nyamuk dengan cara membersihkan tanaman air pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun, mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk ; membersihkan semak-semak disekitar rumah, mengikuti program pengobatan massal filariasis yang dilaksanakan puskesmas, memeriksakan diri ke puskesmas bila ada keluarga atau tetangga yang terkena filariasis.
Masyarakat dapat melaksanakan peranannya untuk mencegah Filariasis dengan cara sebagai berikut :
  1. Mencegah agar tidak digigit nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.
  2. Mengikuti program pengobatan massal filariasis oleh Puskesmas sekali setahun selama lima tahun berturut-turut.
  3. Mengenali gejala filariasis dan segera berobat ke Puskesmas.
  4. Mematuhi atau mengikuti aturan pengobatan sesuai petunjuk petugas kesehatan.
  5. Menggugah masyarakat untuk mencegah filariasis.

I.  PENGOBATAN FILARIASIS
Secara massal dilakukan di daerah endemis dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombinasikan dengan Albenzol sekali setahun selama 5-10 tahun, untuk mencegah reaksi samping seperti demam, diberikan Parasetamol ; dosis obat untuk sekali minum adalah, DEC 6 mg/kg/berat badan, Albenzol 400 mg albenzol (1 tablet ) ; pengobatan missal dihentikan apabila Mf rate sudah mencapai < 1 % ; secara individual / selektif; dilakukan pada kasus klinis, baik stadium dini maupun stadium lanjut, jenis dan obat tergantung dari keadaan kasus.
2.      Pengobatan Individual
Semua kasus klinis Penyakit Kaki Gajah baik stadium dini maupun lanjut dengan gejala akut berupa demam dan gejala peradangan yang lainnya ditunda pemberian DEC sampai gejala akut dapat diatasi guna menghindari efek samping yang lebih berat dari DEC. Setelah gejala akut diatasi dengan menggunakan obat-obat antibiotik dan antipiretik, penderita kasus klinis tersebut dapat diberikan pengobatan DEC 3x1 selama 10 hari dan disertai paracetamol 3x1 dalam 3 hari pertama. Selanjutnya penderita klinis tersebut diikutkan pengobatan massal dengan DEC 6 mg/kg berat badan ditambah Albendazole 400 mg sekali setahun pada tahun berikutnya.

J.  PENATALAKSANAAN KASUS KLINIS PENYAKIT KAKI GAJAH
Kasus klinis kaki gajah memerlukan penanganan khusus sebagai berikut :
  1. Stadium Dini
Adenolimfangitis, demam berulang, abses, orkitis, epididimitis, funikulitis.
Penatalaksanaan :
-      Istrahat yang cukup dan banyak minum
-      Pengobatan simptomatis (obat demam, penghilang rasa sakit, gatal) bila perlu diberikan antibiotika/anti jamur baik lokal/sistemik
-      Pembersihan luka/abses/lesi kulit
  1. Stadium lanjut
Terdiri atas limfedema, hidrokel, kiluria, dan elefantiasis lengan dan tungkai, elefantiasis skroti, elefantiasis mammae.
1. Limfedema
Limfedema terbagi 7 stadium atas dasar hilang tidaknya bengkak, ada tidaknya limpatan kulit, ada tidaknya nodul serta mossy foot (kutil-kutil yang berkelompok membentuk gambaran seperti kembang kol).
Pada kasus limfedema, kebersihan dan pengobatan lesi sedini mungkin pada bagian tubuh yang bengkak (kaki, lengan, payudara dan skrotum) harus mendapat prioritas karena dengan demikian jumlah kuman dan kemampuan kuman menginfeksi kulit akan berkurang sehingga tidak terjadi serangan akut dan tidak memperberat limfedema yang sudah ada.
a). Stadium I
-      Bengkak pada anggota tubuh hilang saat bangun tidur pagi hari.
-      Lipatan kulit tidak ada
-      Kulit masih halus dan normal
-      Pitting edema
Penatalaksanaan :
-      Menjaga kebersihan bagian tubuh yang bengkak
-      Perawatan luka/lesi di kulit jika ada, dengsn zat anti septik misalnya larutan kalium permanganat. Jika diperlukan dapat diberikan antibiotik anti jamur.
-      Melakukan pelatihan pada anggota tubuh yang bengkak
b). Stadium 2
-      Bengkak tidak hilang waktu bangun pagi, tanpa pengobatan
-      Lipatan kulit tidak ada
-      Kulit masih halus dan normal
-      Pitting edema
Penatalaksanaan :
-      Menjaga kebersihan anggota tubuh yang bengkak
-      Perawatan luka/lesi dikulit jika ada
-      Pelatihan anggota tubuh yang bengkak
-      Meninggikan (elevasi) anggota tubuh yang bengkak setiap saat bila memungkinkan (saat tidur, nonton televisi, dll.)
-      Memakai elastis verban/pembalutan saat melakukan aktivitas
c). Stadium 3
-      Bengkak menetap
-      Lipatan kulit dangkal
-      Kulit halus dan normal
-      Non pitting edema
Penatalaksanaan :
Sama dengan stadium 2
d). Stadium 4
-      Bengkak menetap
-      Lipatan kulit dangkal
-      Adanya nodul/benjolan di kulit
Penatalaksanaan :
-      Menjaga kebersihan anggota tubuh yang membengkak
-      Perawatan luka/lesi di kulit jika ada
-      Pelatihan anggota tubuh yang bengkak
-      Meninggikan (elevasi) tungkai yang bengkak setiap saat bila memungkinkan (saat tidur, nonton televisi, memasak, dll.)
-      Memakai elastis verban/pembalutan saat melakukan aktivitas (bila memungkinkan)
-      Kream profilaksis jika diperlukan
-      Antibiotika sistemik bila ada indikasi
e). Stadium 5
-      Bengkak menetap dan bertambah besar
-      Lipatan kulit dalam
-      Kadang-kadang ada benjolan / nodul
Penatalaksanaan :
-      Menjaga kebesihan angogta tubuh yang bengkak
-      Perawatan/lesi di kulit jika ada
-      Menggerakkan anggota tubuh yang bengkak
-      Meninggikan (elevasi) tungkai yang bengkak setiap saat bila memungkinkan (saat tidur, nonton televisi, memasak, dll.)
-      Mengoleskan krem profilaksis
-      Pembalutan (atas saran petugas kesehatan)
-      Antibiotika sistemik jika ada serangan akut
-      Bedah kosmetik (jika ada indikasi medis)
f). Stadium 6
-      Bengkak menetap dan bertambah besar
-      Lipatan kulit (dangkal/dalam)
-      Didapatkan ”mossy foot” seperti berlumut
Penatalaksanaan :
-      Membersihkan tungkai yang bengkak minimal 2 kali sehari
-      Perawatan luka / lesi di kulit jika ada
-      Lakukan latihan bila memungkinkan pada tungkai yang bengkak
-      Elevasi tungkai yang bengkak setiap saat
-      Oleskan kream profilaksis setiap hari
-      Antiboitika sistemik selalu diberikan
-      Bedah kosmetik (jika ada indikasi medis)
g). Stadium 7
-      Bengkak menetap dan bertambah besar
-      Lipatan kulit (dangkal / dalam)
-      Kadang-kadang ada nodul-nodul
-      Kadang-kadang ada mossy foot
-      Penderita tidak dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari seperti berjalan, mandi, dan lain-lainnya sehingga perlu bantuan orang lain.
Penatalaksanaan :
-      Kebersihan anggota tubuh yang bengkak minimal 2 kali sehari
-      Perawatan luka / lesi di kulit jika ada
-      Lakukan latihan bila memungkinkan pada tungkai yang bengkak
-      Jika mungkin elevasi tungkai yang bengkak setiap saat
-      Kream profilaksis selalu diperlukan
-      Pembalutan tidak disarankan
-      Antibiotika sistemik selalu diperlukan
-      Bedah kosmetik (jika ada indikasi medis)
2.  Hidrokel
-      Kantong buah pelir membesar dan berisi cairan limfe
-      Kulit skrotum tampak normal
Penatalaksanaan :
-      Menjaga kebersihan skrotum
-      Dirujuk ke rumah sakit untuk terapi bedah dan konseling
3.      Kiluria
Kebocoran saluran limfe di ginjal (pelvis renalis), sehingga cairan limfe masuk ke traktus urinarius
Gejala :
-      Kencing seperti susu, kadang-kadang bercampur darah
-      Air kencing banyak mengandung lemak
-      Suka buang air kecil
-      Kelelahan tubuh
-      Kehilangan berat badan
Penatalaksanaan :
-      Diet rendah lemak, tinggi protein
-      Banyak minum air
-      Istirahat yang cukup
4.  Elenfantiasis skroti
Gejala :
-      Skrotum membesar
-      Kulit skrotum menebal dan mengeras dengan nodul-nodul
Penatalaksanaan :
-      Kebersihan skrotum (higienis)
-      Perawatan luka / lesi pada kulit skrotum
-      Kream antibiotika / anti jamur untuk luka / lesi di kulit skrotum
-      Dirujuk ke Rumah Sakit untuk terapi bedah




BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
  1. Filariasis merupakan penyakit infeksi yang bersifat menahun yang disebabkan cacing filaria yang ditularkan lewat nyamuk. Dampak penyakit ini menimbulkan cacat menetap: pembesaran pada bagian-bagian tertentu pada tubuh seperti kaki, payudara, tangan, kantong buah zakar, dan alat kelamin wanita.
  2. Macam-macam spesies penyebab filariasis adalah :
Ø  ­Wuchereria bancrofti menyebabkan filariasis limfatik bancrofti.
Ø  ­Brugia malayi menyebabkan filariasis limfatik malayan.
Ø  ­Loa loa menyebabkan loaiasis atau Calabar swelling.
Ø  ­Onchocerca volvulus menyebabkan filariasis kutaneus atau onchocersiasis.
3.      Spesies penyebab filariasis mempunyai vektor masing-masing yaitu :
§  Wuchereria bancrofti vektornya Culex, Aedes, Anopheles.
§  B. malayi dan B. timori oleh Anopheles dan Mansonia.
§  Loa loa oleh lalat Chrysops.
§  O. volvulus oleh lalat hitam Simulium.
§  T. perstans dan T. streptocerca oleh Colicoides.
§  M. ozzardi oleh Colicoides dan Simulium
4.      Siklus penularan filariasis terdiri dari 2 tahap yaitu :
*      Tahap perkembangan dalam tubuh nyamuk (vektor)
*      Tahap perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoir
5.      Filariasis bancrofti dan Brugia malayi adalah penyakit yang menyerang sistem limfe. Gambaran khasnya adalah adanya parasitemia yang berulang disertai radang, nyeri sistem limfe dan diakhiri kerusakan, kekakuan dan bendungan pada pembuluh limfe. Kelainan ini terutama diketemukan di lengan, alat kelamin dan dada. Akhir gangguan aliran limfe berupa limfedema. Gambaran patologi penyakit ini tergantung terdapat atau tidaknya cacing dewasa, respons immunologi dan intensitas infeksinya.
6.      Diagnosis penyakit kaki gajah ditegakkan dengan memeriksa gejala klinik dan pemeiksaan darah. Gejala klinik akut berupa adenolimfangitis yang hilang-timbul berulang-ulang dan dapat disertai demam, abses yang pecah dan meninggalkan jaringan parut.
7.      Pemeriksaan laboratorium pada penderita filariasis dilakukakan untuk  menentukan jumlah mikrofilaria dalam darah dan menentukan jenis/spesies mikrofilaria dalam darah.
8.      Pengobatan filariasis dapat dilakukan dengan pengobatan massal dan individual yaitu dengan pemberian DEC.
9.      Cara mencegah filariasis yang paling sederhana adalah dengan menghindari gigitan nyamuk (tidur dengan kelambu, menutup ventilasi dengan kasa), menggunakan obat nyamuk, memakai obat gosok anti nyamuk, memberantas nyamuk dengan cara membersihkan tanaman air pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk, dan lain-lain.
10.  Penatalaksanaan kasus klinis penyakit kaki gajah dapat dilakukan berdasarkan stadium penyakitnya yaitu stadium dini (terdiri atas adenolimfangitis, demam berulang, abses, orkitis, epididimitis, funikulitis) dan stadium lanjut (terdiri atas limfedema, hidrokel, kiluria, dan elefantiasis lengan dan tungkai, elefantiasis skroti, elefantiasis mammae).

B.     Saran
Saran yang ingin diajukan pada penulisan makalah ini adalah agar kita senantiasa menghindari gigitan nyamuk (tidur dengan kelambu, menutup ventilasi dengan kasa), menggunakan obat nyamuk, memakai obat gosok anti nyamuk, memberantas nyamuk dengan cara (membersihkan tempat perindukan nyamuk, menyemprot untuk membunuh nyamuk) dan sebagainya sehingga kita dapat terhindar dari penyakit kaki gajah (filariasis).



DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2001. Eliminasi Penyakit Kaki Gajah (Filariasis) di Indonesia (Buku I). Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Anonim. 2001. Pedoman Pengobatan Massal (Buku II)  “Dalam Rangka Eliminasi Penyakit Kaki Gajah (Filariasis) di Indonesia”. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Anonim. 2001. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Klinis (Buku III) ”Dalam Rangka Eliminasi Penyakit Kaki Gajah (Filariasis) di Indonesia”. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Recent Posts