Yazhid Blog

.

Kamis, 15 Desember 2016

MAKALAH CANDIDA ALBICANS

BAB I
PENDAHULUAN

     1.      Latar belakang
Semua jamur merupakan organisme eukariotik, dan tiap sel jamur memiliki setidaknya satu nukleus dan membran nukleus, retikulum endoplasma, mitokondria, dan aparatus sekretorik. Kebanyakan jamur merupakan aerob obligat atau fakultatif. Jamur bersifat kemotropis, menyekres ienzim yang mendegradasi beragam substrat organik menjadi nutrien-nutrien, mampu larut yang kemudian diserap secara pasif atau dibawa ke dalam sel dengan transpor aktif.
Infeksi jamur disebut mikosis. Kebanyakan jamur patogen bersifat eksogenik, habitat alamiahnya adalah air, tanah dan debris organik.Mikosis dengan insiden tertinggi adalah kandidiasis dan dermatofitosis disebabkan oleh jamur yang merupakan bagian dari flora mikroba normal atau sudah sangat beradaptasi untuk bertahan dalam pejamu manusia (Jawetz, dkk 2012).
Candida albicans merupakan flora normal pada beberapa area tubuh manusia serta memiliki sifat opportunis sehingga apabila kondisi mendukung,akan dapatberubah menjadi patogen (Ramali dan Werdani,2001).

      2.      Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Candida albicans ?
2.      Bagaimana morfologi Candida albicans ?
3.      Bagaimana metabolism Candida albicans ?
4.      Bagaimana epidemiologi Candida albicans ?
5.      Bagaimana patogenitas Candida albicans ?
6.      Bagaimana infeksi Candida albicans ?




BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Candida albicans
Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh dalam 2 bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. Candida albicans dapat tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara 4,5 – 6,5. Jamur Candida albicans dapat tumbuh dalam perbenihan pada suhu 280 C – 370 C.
Candida albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok blastospora berbentuk bulat atau lonjong di sekitar septum (Tjampakasari, 2008).
Jamur Candida albicans dapat dibiakkan pada berbagai media pertumbuhan antara lain pada PDA (Potatto Dextrose Agar), agar tajin (Rice Cream Agar), agar dengan 0,1% glukosa, SDA (Sabaroud Dextrose Agar) dan CMA (Corn Meal Agar).
Pada media SDA atau Glucose Yeast Extract Peptone Water, Candida albicans berbentuk bulat atau oval yang biasa disebut dengan bentuk khamir dengan ukuran 3,5– 6 × 6– 10 µm. Koloni bewarna krem, agak mengkilat dan halus. Pada media CMA dapat membentuk Clamydospora(Jawetz, 2012). 


2.      Morfologi
Candida albicans secara mikroskopis berbentuk oval dengan ukuran 2 – 5 × 3 – 6 µm. Biasanya dijumpai Clamidospora yang tidak ditemukan pada spesies Candida yang lain dan merupakan pembeda pada spesies tersebut hanya Candida albicans yang mampu menghasilkan Clamydospora yaitu spora yang dibentuk karena hifa, pada tempat-tempat tertentu membesar,membulat, dan dinding menebal, letaknya di terminal lateral.(Jawetz, 2012).
Spesies Candida albicans memiliki 2 jenis morfologi, yaitu bentuk seperti khamir dan bentuk hifa.Selain itu, fenotipe atau penampakan mikroorganisme ini juga dapat berubah dari warna putih dan rata menjadi kerut tidak beraturan, berbentuk bintang, lingkaran, bentuk seperti topi dan tidak tembus cahaya.Jamur ini memiliki kemampuan untuk menempel pada sel inang dan melakukan kolonisasi.


Gambar1.1 : Jamur Candida albicans (Jawetz, dkk 2012).

Klasifikasi dari Candida albicans adalah sebagai berikut :
Kingdom         : Fungi
Phylum            : Ascomycota
Subphylum      : Saccharomycotina
Class                : Saccharomycetes
Ordo                : Saccharomycetales
Family             : Saccharomycetaceae
Genus              : Candida
Spesies            : Candida albicans(Jawetz, 2012).
3.    Metabolisme Candida albicans
Candida albicans dapat tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara 4,5 - 6,5. Jamur ini  dapat tumbuh dalam perbenihan pada suhu 280C-370C. Candida albicans membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon dan sumber energi untuk pertumbuhan dan proses metabolismenya. Unsur karbon ini dapat diperoleh dari karbohidrat.Jamur ini merupakan organisme anaerob fakultatif yang mampu melakukan metabolisme sel, baik dalam suasana anaerob maupun aerob.Proses akhir fermentasi anaerob menghasilkan persediaan bahan bakar yang diperlukan untuk proses oksidasi dan pernafasan. Pada proses asimilasi, karbohidrat dipakai oleh Candida albicans sebagai sumber karbon maupun sumber energi untuk melakukan pertumbuhan sel(Tjampakasari, 2006).
Candida albicans dapat dibedakan dari spesies lain berdasarkan kemampuannya melakukan proses fermentasi dan asimilasi. Pada kedua proses ini dibutuhkan karbohidrat sebagai sumber karbon. Pada proses asimilasikarbohidrat dipakai oleh Candida albicans sebagai sumber karbon maupun sumber energi untuk melakukan pertumbuhan sel. Pada proses fermentasi, jamur ini menunjukkan hasil terbentuknya gas dan asam pada glukosa dan maltosa, terbentuknya asam pada sukrosa dan tidak terbentuknya asam dan gas pada laktosa(Tjampakasari, 2006).
4.    Patogenitas
Berbagai faktor virulensi terlibat dalam patogenesis Candida albicans.Peran kunci dimainkan oleh dinding sel dan protein yang disekresikan.Permukaan sel Candida albicans adalah titik kontak pertama dengan hospes, dan berperan penting dalam adhesi, kolonisasi, dan imunomodulasi.
Dinding sel Candida albicans merupakan sebuah struktur elastis yang menyediakan perlindungan fisik dan dukungan osmotik, serta menentukan bentuk sel. Dinding sel adalah mediator utama interaksi antara sel jamur dan substrat hospes. Interaksi ini mengakibatkan terjadinya proses adhesi ke jaringan hospes dan diperkirakan sebagai salah satu faktor virulensi penting dalam perkembangannya menjadi organisme patogen (Bates dan Rosa, 2006).
Mekanisme adhesi ke jaringan hospes merupakan kombinasi dari mekanisme spesifik dan non-spesifik. Mekanisme spesifik meliputi interaksi ligan-reseptor, sedangkan mekanisme non-spesifik meliputi agregasi,gaya elektrostatik, dan hidrofobisitas permukaan sel. Interaksi non-spesifik merupakan mekanisme utama tetapi bersifat reversibel. Sifat ini akan menjadi irreversibel jika terjadi mekanisme spesifik dalam proses adhesi yang mengakibatkan dinding sel Candida albicans berinteraksi dengan reseptor atau ligan dari sel hospes (Tjampakasari, 2006).
Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa mannan, mannoprotein, atau polisakarida merupakan substrat penting yang memperantarai proses adhesi ini. Mannoprotein mempunyai sifat imunosupresif sehingga mempertinggi pertahanan jamur terhadap imunitas hospes. Candida albicans tidak hanya menempel, namun juga melakukan penetrasi ke dalam mukosa. Enzim-enzim yang berperan sebagai faktor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase, lipase dan fosfolipase. Enzim proteinase aspartil membantu Candida albicans pada tahap awal invasi jaringan untuk menembus lapisan mukokutan yang berkeratin. Adapula faktor-faktor lain yang mempengaruhi diantaranya hidrofobisitas permukaan sel, perubahan fenotip Candida albicans, pH, dan suhu(Tjampakasari, 2006).
Hidrofobisitas permukaan sel berperan penting pada patogenesis jamur oportunistik Candida albicans. Permukaan sel hidrofobik, dibandingkan dengan sel hidrofilik, menunjukkan perlekatan yang lebih besar pada epitel, sel endotel, dan protein matriks ekstraselular. Permukaan sel hidrofobik ini akan menjadi lebih resisten terhadap sel fagosit. Sehingga semakin hidrofobik permukaan sel, maka Candida albicans akan semakin mudah melekat pada jaringan hospes (Pereira dan Tatiana, 2008).
Faktor virulensi lainnya adalah sifat dimorfik Candida albicans, bahkan sebagian peneliti menyatakan sifatnya yang polimorfik.Dua bentuk utama Candida albicans adalah bentuk ragi dan bentuk pseudohifa yang juga disebut sebagai miselium. Dalam keadaan patogen, Candida albicans lebih banyak ditemukan dalam bentuk miselium atau filamen dibandingkan bentuk spora. Bentuk hifa mempunyai virulensi yang lebih tinggi dibandingkan bentuk spora karena ukuran yang lebih besar sehingga sulit untuk difagositosis oleh sel makrofag (Pereira dan Tatiana, 2008).
5.    Epidemiologi
Jamur ragi termasuk spesies Candida albicans yang merupakan flora komensal normal pada manusia dapat ditemukan pula pada saluran gastrointestinal (mulut sampai anus).Pada vagina sekitar 13 % kebanyakan Candida albicans dan Candida glabrata. Isolasi spesies Candida komensal oral berkisar pada 30 – 60 % ditemukan pada orang dewasa sehat (Sari, K 2013).
Di Jerman ditemukan penyebab yang berbeda-beda pada diaper dermatitis pada 46 laki-laki dan perempuan. Pada 38 pasien menunjukkan penyebab yang spesifik, 63 % dengan kandidiasis, 16 % dengan dermatitis iritan, 11 % dengan ekzema, dan 11 % dengan psoriasis. Dari pasien tersebut, 37 orang diterapi dan 73 % dirawat 8 minggu setelah terapi (Sari, K 2013).

Di Argentina,dianalisa 2073 sampel kulit, rambut, kuku, dan membran mukosa oral didapatkan 1817 pasien yang datang ke bagian mirkobiologi dari laboratorium sentral Dr. J.M. Cullen Hospital dari September 1999 sampai dengan September 2003. Sampel tersebut diteliti dan diidentifikasi berdasarkan lokalisasi dan tipe lesi. Dari total sampel, 55,6 % adalah positif, 63 % terkena pada wanita dan 37 % terkena pada laki-laki (Sari, K 2013).
Di Jepang, dilaporkan bahwa kutaneus kandidiasis terdapat pada 755 kasus (1 %) dari 72.660 pasien yang keluar dari rumah sakit. Intertrigo347 kasusmerupakan manifestasi klinis kandidiasis paling sering, erosi interdigitalis terjadi pada 103 kasus, diaper kandidiasis tercatat 102 kasus.Sedangkan di Bombay, India diperiksa 150 pasien dengan kandidiasis kutaneus. Kerokan kulit diuji dengan KOH 10 % dan dikultur pada media SDA.Insiden tersering adalah intertrigo 75 kasus, vulvovaginitis 19 kasus, dan paronikia 17 kasus. Sedangkan jamur yang diisolasi didapatkan Candida albicans 136 kasus, Candida tropicalis 12 kasus, danCandida guillermondi 2 kasus. Dan Diabetes Mellitus menjadi faktor predisposisi pada 22 orang pasien (Sari, K 2013).
6.    Infeksi Candida albicans
 Kandidiasis oral merupakan salah satu penyakit pada rongga mulut berupa lesi merah dan lesi putih yang disebabkan oleh jamur jenis Candida sp, dimana Candida albicans merupakan jenis jamur yang menjadi penyebab utama. Kandidiasis oral pertama sekali dikenalkan oleh Hipocrates pada tahun 377 SM, yang melaporkan adanya lesi oral yang kemungkinan disebabkan oleh genus Candida. Terdapat 150 jenis jamur dalam famili Deutromycetes, dan tujuh diantaranya ( C.albicans, C. tropicalis, C. parapsilosi, C. krusei, C. kefyr, C. glabrata, dan C. guilliermondii ) dapat menjadi patogen, dan C. albicansmerupakan jamur terbanyak yang terisolasi dari tubuh manusia sebagai flora normal dan penyebab infeksi oportunistik. Terdapat sekitar 30-40% Candida albicans pada rongga mulut orang dewasa sehat, 45% pada neonatus, 45-65% pada anak-anak sehat, 50-65% pada pasien yang memakai gigi palsu lepasan, 65-88% pada orang yang mengkonsumsi obat-obatan jangka panjang, 90% pada pasien leukemia akut yang menjalani kemoterapi, dan 95% pada pasien HIV/AIDS.
Pada orang yang sehat, Candida albicans umumnya tidak menyebabkan masalah apapun dalam rongga mulut. Namun karena berbagai faktor, jamur tersebut dapat tumbuh secara berlebihan dan menginfeksi rongga mulut. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Patogenitas jamur
Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksi Candida adalah adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa, dan produksi enzim ekstraseluler. Adhesi merupakan proses melekatnya sel Candida ke dinding sel epitel host.Perubahan bentuk dari ragi ke hifa diketahui berhubungan dengan patogenitas dan proses penyerangan Candida terhadap sel host. Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti aspartyc proteinase juga sering dihubungkan dengan patogenitas Candida albicans.
b. Faktor Host
Faktor host dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Termasuk faktor lokal adalah adanya gangguan fungsi kelenjar ludah yang dapat menurunkan jumlah saliva. Saliva penting dalam mencegah timbulnya kandidiasis oral karena efek pembilasan dan antimikrobial protein yang terkandung dalam saliva dapat mencegah pertumbuhan berlebih dari Candida, itu sebabnya kandidiasis oral dapat terjadi pada kondisi Sjogren syndrome, radioterapi kepala dan leher, dan obat-obatan yang dapat mengurangi sekresi saliva. Selain dikarenakan faktor lokal, kandidiasis juga dapat dihubungkan dengan keadaan sistemik, yaitu usia dan penyakit sistemik seperti diabetes, kondisi imunodefisiensi seperti HIV, keganasan seperti leukemia, defisiensi nutrisi, dan pemakaian obat-obatan seperti antibiotik spektrum luas dalam jangka waktu lama, kortikosteroid, dan kemoterapi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi Candida albicans di rongga mulut, adalah :
1. Saliva
Gigi tiruan yang dipasang di dalam rongga mulut akan berkontak dengan saliva dan membentuk lapisan organik tipis yang disebut pelikel yang mengandung protein yang dapat mengikat mikroorganisme Candida albicans sehingga melekat pada permukaan gigitiruan dan menyebabkan saliva pada pemakai gigi tiruan tidak dapat mengalir dengan baik sehingga perlekatan mikroorganisme pada mukosa semakin besar.
2. pH
Candida albicans adalah spesies Candida yang paling banyak ditemukan dalam rongga mulut normal rata-rata 45% yaitu pada dorsum lidah, mukosa dan permukaan gigi yang ditutupi plak.Jumlah Candida albicans pada pH yang normal (7,2-7,5) adalah kurang dari 100 koloni atau 300-500 organisme permilimeter saliva. Pemakaian gigi tiruan dapat menyebabkan pH antara permukaan gigi tiruan yang berkontak dengan mukosa bersifat lebih asam (pH 5,0-5,5), sehingga dapat meningkakan pertumbuhan Candida albicans dalam rongga mulut.
3. Adhesi
Mekanisme perlekatan Candida albicans melibatkan interaksi antara sel ligan Candida dan sel reseptor inang. Reseptor ligan Candida albicans adalah mannoprotein.
4. Mannoprotein
Dinding sel Candida albicans terdiri atas mannan polisakarida, glukan dan kitin. Mannan dan mannoprotein merupakan lapisan terluar dinding sel Candida albicans dengan persentasi 15,2-22,9%, protein 6-25%, lipid 1-7% dan kitin kira-kira 0,6-9% (Abu-Elteen KH, 2005).
5. Hidrofobik Permukaan Sel
Hidrofobik permukaan sel Candida albicans melibatkan perlekatan blastospora pada sel epitel rongga mulut. Hidrofobik sel Candida albicans berikatan dengan jaringan rongga mulut yang merupakan sel hidrofilik.
6. Bakteri Rongga Mulut
Bakteri rongga mulut seperti Streptococcus sanguis, Streptococcus gordinii, Streptococcus anginosus akan mendukung kolonisasi dan proliferasi Candida albicans di rongga mulut.
7. Hifa
Bentuk hifa Candida albicans dihubungkan dengan perlekatannya pada sel epitel rongga mulut. Germ tube Candida albicans akan meningkatkan perlekatan ke sel mukosa, hal ini merupakan mekanisme virulensi spesies Candida. Beberapa faktor yang mengatur perubahan bentuk blastospora Candida albicans ke bentuk hifa diantaranya temperatur 37-40◦ C, pH media pertumbuhan 6,5-7, dan media pertumbuhan (Abu-Elteen KH, 2005).





BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh dalam 2 bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu.
Berbagai faktor virulensi terlibat dalam patogenesis Candida albicans.Peran kunci dimainkan oleh dinding sel dan protein yang disekresikan.Permukaan sel Candida albicans adalah titik kontak pertama dengan hospes, dan berperan penting dalam adhesi, kolonisasi, dan imunomodulasi.
Jamur ragi termasuk spesies Candida albicans yang merupakan flora komensal normal pada manusia dapat ditemukan pula pada saluran gastrointestinal (mulut sampai anus).





DAFTAR PUSTAKA

Bates S, Rosa JM. (2007). “Candida albicans Iff11, A secreted protein required for cell wall structure and virulence”. J Infect and Immun.; 75(6): 2922- 2928.
Budiarto, E. (2003). “Metodologi Penelitian Kedokteran Sebuah Pengantar”.EGC.       Jakarta.
Budiman, C, (2008). “Metodologi Penelitian Kesehatan”. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Jawetz, Melnick, & Adelberg / Geo F. Brooks.(2012). “Mikrobiologi Kedokteran” EGC. Jakarta.
Hasdianah.(2012). “Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa dan Anak-anak dengan Solusi Herbal”.Nuha Medika. Yogyakarta.
Kuswadji. (2002). ”Kandidiosis di dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin”. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. pp: 103-106.
Atun.(2010). “Diabetes Mellitus Memahami, Mencegah, dan Merawat Penderita Penyakit Gula”. Kreasi Wacana. Bantul.
Novitasari, R. (2012). “Diabetes Mellitus”. Nuha Medika. Yogyakarta.
Pereira-Cenci dan Tatiana, et al. (2008).“Development ofCandida-associated dentureStomatitis new insights”.J Appl Oral Sci.; 16(2): 86-94.
Ramali L.M dan Werdani S. (2001).“Kandidiasis Kutan dan Mukokutan”. Dalam: Dermatomikosis Superficialis. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp: 55-65.


Comments
0 Comments

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Recent Posts