BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah
satu penyakit menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu
singkat dan sering menimbulkan wabah. Penyakit ini pertama kali ditemukan di
Manila Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara.
Di Indonesia DBD (Demam Berdarah Dengue) masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat. Menurut data yang diperoleh bahwa penyakit
demam berdarah telah masuk ke Indonesia sekitar 36 tahun yang lalu, pertama
kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologist baru
diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969.
Tahun-tahun selanjutnya kasus demam berdarah berfluktuasi jumlahnya setiap
tahun dan cenderung meningkat. Demikian pula wilayah yang terjangkit bertambah
luas. Dalam tahun 1997 jumlah kasus yang dilaporkan dari 27 provinsi sebnayak
31.789 orang (angka kesakitan 15,28 per 100.000 penduduk), dari jumlah kasus
yang dilaporkan tersebut 705 (angka kematian 2,2%) diantarannya meninggal. Indonesia merupakan negara endemic Dengue
dengan kasus tertinggi di AsiaTenggara. Pada 2006 Indonesia melaporkan 57% dari
kasus Dengue dan hampir 80% kematian dengue dalam daerah Asia Tenggara (1132
kematian dari jumlah 1558 kematian dalam wilayah regional). Di Indonesia
infeksi virus Dengue selalu dijumpai sepanjang tahun di beberapa kota besar di
Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung. Perbedaan pola klinis
kejadian infeksi Dengue ditemukan setiap tahun. Perubahan musim secara global,
pola perilaku hidup bersih dan dinamika populasi masyarakat (adanya perang
dunia, perkembangan kota yang pesat setelah perang dan dan mudahnya
transportasi) berpengaruh terhadap kejadian penyakit infeksi virus Dengue.
Demam berdarah atau demam berdarah dengue
adalah penyakit febril akut yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran
geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu
dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap
serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah yang
disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Demam berdarah
disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi virus dengue pada
manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi mulai dari
tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (mild
undifferentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD),
dan dengue shock syndrome.
1.2
Rumusan masalah
-
Mengidentifikasi
profil virus Dengue secara menyeluruh
-
Mengidentifikasi
epidemiologi dari virus Dengue
-
Mengidentifikasi
patogenitas dari virus Dengue
-
Mengidentifikasi jenis-jenis
pemeriksaan yang terkait dengan virus Dengue
1.3
Tujuan
-
Untuk mengetahui
berbagai hal tentang virus Dengue yang telah lama mewabah di seluruh Negara
yaitu tentang profil virus, epidemiologi, patogenitas, pemeriksaan dan berbagai
hal tentang virus Dengue yang dapat bermanfaat bagi pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan pustaka
a) Etiologi: Virus Dengue
Demam
Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus Dengue yang
termasuk kelompok B Arthtropod Borne Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal
sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe,
yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3
dan DEN-4) secara antigenik sangat mirip satu dengan lainnya, tetapi tidak
dapat menghasilkan proteksi silang yang lengkap setelah terinfeksi oleh salah
satu tipe. Keempat serotipe virus dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan
banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.
Gambar 1.1 Virus Dengue dengan TEM
micrograph
Klasifikasi Virus
Group:Group IV ((+)ssRNA)
Family:Flaviviridae
Genus:Flavivirus
Species:Dengue virus
§
Morfologi
Virus Dengue ukurannya sangat
kecil, diameternya sekitar 50 nm. Struktur morfologinya relatif sederhana. Seperti
beberapa flavivirus, virus dengue dewasa terdiri dari genom single-stranded RNA
yang dikelilingi oleh suatu ikosahedral atau isometric nukleokapsid. Terdiri
dari 3 protein struktural yaitu protein E pada selubung luar, protein C pada
kapsid dan M pada membran. Dan 7 protein non struktural yaitu NS1, NS2a, NS2b,
NS3, NS4a, NS4b, NS5. Flavivirus
berbentuk sferis dengan diameter 40-60 nm. Nukleokapsid berbentuk sferis dengan
diameter 30 nm dan dikelilingi oleh lipid
bilayer (Rice, 1996). Komposisi virion terdiri dari 6% RNA, 66% protein, 9%
karbohidrat, dan 17% lipid. Protein envelope
(E) dan protein membran (M) menempel dalam lapisan lipid pada C-terminal yang
hidrofobik (Teo and Wright, 1997). Virion yang dikeluarkan mengandung sejumlah
M prekursor (pr-M). Komposisi nukleokapsid adalah protein kapsid (protein C)
dan genom dengan densitas 1,30-1,31 g/ml, bahan-bahan ini dapat diisolasi
setelah envelope disolubilisasi
dengan deterjen nonionik (Kitayapon, 1994).
Gambar
1.2 Morfologi Virus dengue
Protein C adalah protein pertama
yang dibentuk pada waktu translasi genom virus. Berat molekulnya kira-kira
13.500, kaya asam amino lisin dan arginin sehingga protein C bersifat basa.
Karena sifatnya itu protein C mampu berinteraksi dengan RNA virion. Selain itu
pada ujung karboksilnya, protein C terdiri dari rangkaian asam amino hidrofobik
yang memungkinkan ia menempel pada membran sebelum dipecah oleh signalase pada
ujung protein prM. Pada akhirnya, ujung hirofobik protein C dilepas oleh enzim
protease yang dikode gen virus sesaat menjelang morfogenesis virion. Protein C
merupakan salah satu protein flavivirus yang conserved, walaupun masih kurang
conserved disbanding protein struktural lain.
Protein prM adalah glikoprotein dengan berat molekul 22.000 dan pecah menjadi protein M dan glikoprotein lain menjelang morfogenesis lengkap virion. Pemecahan ini tampaknya merupakan hal kritis bagi morfogenesis karena pemecahannya diikuti segera dengan naiknya titer virus aktif. Protein E di dalam sel terinfeksi dapat berada dalam bentuk heterodimer antara prM-E. Protein E berat molekulnya 51.000 – 60.000 dan dalam virion berada dalam bentuk homotrimer. Dalam rangkaian asam aminonya, protein E mempunyai 12 gugus sistein yang membentuk enam ikatan disulfida. Melihat konfigurasinya, pada protein E terdapat tiga kelompok epitop yang terpisah yaitu epitop A, B dan C. Empat serotipe virus dengue (1 hingga 4) bagiannya kira-kira 60% - 74% merupakan residu asam amino gen E merupakan pembeda antara serotipe yang satu dengan yang lainnya dan menyebabkan reaksi antibody.
Protein prM adalah glikoprotein dengan berat molekul 22.000 dan pecah menjadi protein M dan glikoprotein lain menjelang morfogenesis lengkap virion. Pemecahan ini tampaknya merupakan hal kritis bagi morfogenesis karena pemecahannya diikuti segera dengan naiknya titer virus aktif. Protein E di dalam sel terinfeksi dapat berada dalam bentuk heterodimer antara prM-E. Protein E berat molekulnya 51.000 – 60.000 dan dalam virion berada dalam bentuk homotrimer. Dalam rangkaian asam aminonya, protein E mempunyai 12 gugus sistein yang membentuk enam ikatan disulfida. Melihat konfigurasinya, pada protein E terdapat tiga kelompok epitop yang terpisah yaitu epitop A, B dan C. Empat serotipe virus dengue (1 hingga 4) bagiannya kira-kira 60% - 74% merupakan residu asam amino gen E merupakan pembeda antara serotipe yang satu dengan yang lainnya dan menyebabkan reaksi antibody.
Gambar
1.3 Struktur protein virus Dengue
b) Epidemiologi
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia
sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan oleh David Bylon, dokter berkebangsaan
Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal
sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang juga disebut
sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang
terjadi menghilang dalam 5 hari disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot,
dan nyeri kepala.
Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di
Surabaya pada tahun 1968 dan kemudian disusul dengan daerah-daerah yang lain.
Jumlah penderita menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, dan
penyakit ini banyak terjadi di kota-kota yang padat penduduknya. Akan tetapi
dalam tahun-tahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di daerah
pedesaan.
Berdasarkan penelitian di Indonesia dari tahun
1968-1995 kelompok umur yang paling sering terkena ialah 5 – 14 tahun walaupun
saat ini makin banyak kelompok umur lebih tua menderita DBD. Saat ini jumlah
kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25/100.000 penduduk, namun angka kematian
telah menurun bermakna < 2%
Gambar 1.4 Penyebaran infeksi virus
dengue di dunia tahun 2006. Merah : epidemic dengue, Biru : nyamuk Ae.aegypti
c) Patogenitas
Virus merupakan mikroorganisme yang hanya
dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya virus harus
bersaing dengan sel manusia sebagai penjamu terutama dalam mencukupi kebutuhan
akan protein. Beberapa faktor resiko yang dilaporkan pada infeksi virus dengue
antara lain serotipe virus, antibodi dengue yang telah ada oleh karena infeksi
sebelumnya atau antibodi maternal pada bayi, genetic penjamu, usia penjamu, resiko
tinggi pada infeksi sekunder, dan resiko tinggi bila tinggal di tempat dengan 2
atau lebih serotipe yang bersirkulasi tinggi secara simultan.
Ada beberapa patogenesis yang dianut pada
infeksi virus dengue yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection), teori virulensi, dan hipotesis antibody dependent
enhancement(ADE). Hipotesis infeksi sekunder menyatakan secara tidak langsung
bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus
dengue yang heterolog mempunyai resiko berat yang lebih besar untuk menderita
DBD/berat. Antibodi heterolog yang ada tidak akan menetralisasi virus dalam
tubuh sehingga virus akan bebas berkembang biak dalam sel makrofag. Hipotesis
antibody dependent enhancement (ADE) adalah suatu proses dimana antibodi non netralisasi
yang terbentuk pada infeksi primer akan membentuk kompleks antigen-antibodi
dengan antigen pada infeksi kedua yang serotipenya heterolog. Kompleks
antigen-antibodi ini akan meningkatkan ambilan virus yang lebih banyak lagi
yang kemudian akan berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel monosit. Teori
virulensi menurut Russel, 1990, mengatakan bahwa DBD berat terjadi pada infeksi
primer dan bayi usia < 1 tahun, serotipe DEN-3 akan menimbulkan manifestasi
klinis yang berat dan fatal, dan serotype DEN-2 dapat menyebabkan syok. Hal-hal
diatas menyimpulkan bahwa virulensi virus turut berperan dalam menimbulkan
manifestasi klinis yang berat.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan
hipotesis infeksi sekunder yang dirumuskan oleh Suvatte tahun 1977. Sebagai
akibat infeksi sekuder oleh tipe virus dengue yang beralinan pada seorang
pasien, respon antibody anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer
antibody IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga
dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat etrdapatnya virus dalam
jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks
antigen-antibodi yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi system komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravascular ke ruang ekstravaskular. Perembesan plasma ini terbeukti dengan
adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya
cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak
ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan asidosis dan anoksia yang dapat
berakhir dengan kematian.
Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi
komplemen dapat juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem
koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Agregasi trombosit
terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran
trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosine difosfat) sehingga trombosit
melekat satu sama lain. Adanya trombus ini akan dihancurkan oleh RES
(retikuloendotelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit
juga menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya
koagulasiintravskular deseminata yang ditandai dengan peningkatan FDP
(fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan factor pembekuan.
Agregasi trombosit juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfunsgi baik. Di sisi
lain aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga
terjadi aktivasi kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang
dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi perdarahan massif pada DBD disebabkan
oleh trombositopenia, penurunan factor pembekuan (akibat koagulasi
intravascular deseminata), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding
endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.
d) Manifestasi
klinik
Manifestasi dari penyakit ini dapat berupa gejala demam yang
tidak khas, demam dengue, atau demam berdarah dengue, dan kondisi terberat
adalah demam berdarah dengue dengan syok.
Masa inkubasi dalam tubuh
manusia sekitar 4 – 6 hari (rentang 3 – 14 hari) timbul gejala awal seperti :
nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.
Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut
selama 2 – 7 hari. Ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai
berikut :
• Nyeri
kepala
• Nyeri
retro-orbital
• Mialgia /
atralgia
• Ruam
kulit
•
Tanda-tanda perdarahan (petekie atau uji bendung positif)
• Penurunan
jumlah sel darah putih
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Berdasarkan kriteria WHO 1997
diagnosis DBD ditegakan bila semua hal di bawah ini :
• Demam
atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari
• Terdapat
minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji
bendung positif
- Petekie
(bintik-bintik kemerahan di lipat tangan atau kaki), ekimosis (kemerahan pada
kulit dengan batas tidak tegas) atau purpura (kemerahan atau ungu pada kulit
yang tidak hilang pada tekanan)
Petekie
- Perdarahan mukosa (tersering epitaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain
- Perdarahan mukosa (tersering epitaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain
- BAB
berdarah atau BAB hitam
•
Trombositopenia ( trombosit < 100.000 / ul )
• Terdatap
tanda-tanda kebocoran plasma (minimal satu ) :
-
Peningkatan Ht >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
- Penurunan
Ht > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya.
- Tanda
kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia
Sindroma Syok Dengue (SSD)
Seluruh kriteria diatas
ditandai dengan DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi
yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (< 20 mmHg), hipotensi
dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
e) Pemeriksaan
LABORATORIUM
Pemeriksaan rutin dapat dilakukan berupa pemeriksaan : haemoglobin, hematokrit, leukosit, dan trombosit. Pemeriksaan antibodi yang lebih spesifik adalah IgG dan IgM dengue.
• Trombosit
: umumnya terdapat penurunan pada hari ke 3 – 8. Angka trombosit kurang dari
100.000 merupakan indikasi untuk perawatan.
• Hematokrit : kebocoran plasma menyebabkan pengentalan dari darah, ditentukan dengan peningkatan kadar hematokrit yaitu > 20% yang biasanya terjadi pada hari ke 3.
• Hematokrit : kebocoran plasma menyebabkan pengentalan dari darah, ditentukan dengan peningkatan kadar hematokrit yaitu > 20% yang biasanya terjadi pada hari ke 3.
• Faktor
pembekuan darah (PT, aPTT) : akan meningkat apabila di curigai sudah
terjadi fase perdarahan.
•
Ureum/kreatinin : merupakan pemeriksaan fungsi ginjal, dapat terjadi
peningkatan akibat perdarahan yang hebat tanpa terapi yang adekuat.
• Elektrolit : melihat kekurangan cairan dalam tubuh akibat demam yang berkepanjangan dan asupan cairan yang kurang.
• Elektrolit : melihat kekurangan cairan dalam tubuh akibat demam yang berkepanjangan dan asupan cairan yang kurang.
• Golongan
darah : apabila diperlukan tambahan darah akibat pendarahan yang cukup banyak.
©
Pemeriksaan
IgG dan IgM pada Demam Berdarah Dengue
Pemeriksaan antibodi IgG dan IgM yang spesifik berguna
dalam diagnosis infeksi virus dengue. Kedua antibodi ini muncul 5-7 hari
setelah infeksi. Hasil negatif bisa saja muncul mungkin karena pemeriksaan
dilakukan pada awal terjadinya infeksi. IgM akan tidak terdeteksi 30-90 hari
setelah infeksi, sedangkan IgG dapat tetap terdeteksi seumur hidup. IgM yang
positif memiliki nilai diagnostik bila disertai dengan gejala yang mendukung
terjadinya demam berdarah. Pemeriksaan IgG dan IgM ini juga bisa digunakan
untuk membedakan infeksi dengue primer atau sekunder.
•
IgM : terdeteksi setelah hari ke 3 – 5, meningkat sampai minggu ke-3 dan
menghilang setelah hari ke 60-90.
•
IgG : pada infeksi primer terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan infeksi
sekunder terdeteksi pada hari ke 2.
Dengue primer
Dengue primer
terjadi pada pasien tanpa riwayat terkena infeksi dengue sebelumnya. Pada
pasien ini dapat dideteksi IgM muncul secara lambat dengan titer yang rendah.
Dengue Sekunder
Dengue
sekunder terjadi pada pasien dengan riwayat paparan virus dengue sebelumnya.
Kekebalan terhadap virus dengue yang sama atau homolog muncul seumur hidup.
Setelah beberapa waktu bisa terjadi infeksi dengan virus dengue yang berbeda.
Pada awalnya akan muncul antibodi IgG, sering pada
masa demam,
yang merupakan respon memori dari sel imun. Selain itu juga muncul respon
antibodi IgM terhadap infeksi virus dengue yang baru.
Untuk
mudahnya bisa dilihat pada tabel di bawah :
Selain itu juga bisa
digunakan rasio IgM/IgG. Rasio > 1,8 lebih mendukung infeksi dengue primer, sedangkan
raso ≤ 1,8 lebih ke arah infeksi dengue sekunder.
©
Pemeriksaan
NS1
Pemeriksaan
Non Struktural 1 (NS1) ditujukan untuk mendeteksi virus dengue lebih awal.
Virus dengue memiliki 3 protein structural dan 7 protein non
structural. NS1 adalah glikoprotein non structural yang diperlukan untuk
kelangsungan hidup virus.
Keuntungan
mendeteksi antigen NS1 yaitu untuk mengetahui adanya infeksi dengue pada
penderita tersebut pada fase awal demam, tanpa perlu menunggu terbentuknya
antibodi.
Dengan
demikian kita dapat
segera melakukan terapi suportif dan
pemantauan pasien . Hal ini tentunya akan mengurangi risiko komplikasi seperti
demam berdarah dengue dan dengue shock syndrome yang dapat berakibat kematian.
Pemeriksaan
Dengue NS1 Antigen sebaiknya dilakukan pada penderita yang mengalami demam
disertai gejala klinis infeksi virus dengue (pada hari 1-3 mulai demam) untuk
mendeteksi infeksi akut disebabkan virus dengue.
Menurut
Dr.Aryati,dr, MS, Sp.PK(K), positivitas dan kadar Ag NS1 Dengue tertinggi pada hari-hari
awal demam dan akan menurun dengan bertambahnya hari demam, sehingga sebaiknya
dilakukan sebelum hari keempat demam.
f) Pengobatan
Pengobatan
penderita Demam Berdarah adalah dengan cara:
- Penggantian
cairan tubuh.
- Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter -2
liter dalam 24 jam (air the dan gula sirup atau susu).
- Gastroenteritis oral solution/Kristal diare
yaitu garam elektrolit (oralit), kalau perlu 1 sendok makan setiap 3-5 menit.
Sampai saat ini obat untuk membasmi virus dan vaksin untuk mencegah penyakit
Demam Berdarah belum tersedia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·
Virus Dengue
termasuk dalam kelompok B arthropode-borne virus (arbovirus) dan
sekarang dikenal dengan genus flavivirus, famili Flaviviridae. Di Indonesia
sekarang telah dapat diisolasi 4
serotipe yang berbeda namun memiliki hubungan genetik satu dengan yang
lain, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3 merupakan
serotipe yang paling banyak sebagai penyebab.
·
Infeksi virus
dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan oleh
David Bylon, dokter berkebangsaan Belanda.
·
Ada beberapa
patogenesis yang dianut pada infeksi virus dengue yaitu hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary heterologous infection), teori virulensi, dan hipotesis
antibody dependent enhancement(ADE).
·
Pemeriksaan
rutin dapat dilakukan berupa pemeriksaan : haemoglobin, hematokrit, leukosit,
dan trombosit. Pemeriksaan antibodi yang lebih spesifik adalah IgG dan IgM
dengue serta pemeriksaan NS1
·
Pengobatan penderita
Demam Berdarah adalah dengan cara:
- Penggantian
cairan tubuh.
- Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter -2
liter dalam 24 jam (air the dan gula sirup atau susu).
Daftar Pustaka
Anonym,2009,Demam Dengue, adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/demam-dengue.pdf
Anonym,2012, Pemeriksaan NS1 Dengue Pada Penderita Demam, http://infosehat09hartonoprasetyo.wordpress.com/2012/10/23/pemeriksaan-ns1-dengue-pada-penderita-demam/
Keri Lestari,2007,
Epidemiologi
Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Indonesia, K Lestari, FFU
Padjadajaran-Jatinangor - Jurnal Farmaka, 2007 - farmasi.unpad.ac.id
Dinkes,_____,Demam Berdarah Dengue,http://dinkes.tasikmalayakota.go.id/index.php/informasi-penyakit/180-demam-berdarah-dengue.html
Andimblitar,2010,Biomolekuler
Virus Dengue, http://andimblitar.blogspot.com/2010/09/biomolekuler-virus-dengue.html
Setianingsih
Maria,2009,Virus Dengue, http://mariaryoma.blogspot.com/2009/03/virus-dengue.html