BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan jumlah sel dan kadar hemoglobin
yang merupakan bagian penting dari sel erytrosit,kelainan sel darah merah (erytrosit)
dibedakan menjadi anemia bila
jumlah atau kadarnya rendah dan polycythemia
bila jumlahnya meningkat. WHO menetapkan kriteria diagnosis anemia bila kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl, kadar
hemoglobin ini biasanya sebanding dengan jumlah erytrosit dan hematokrit.
Sebaliknya, disebut polycythemia bila kadar hemoglobin lebih dari 18,0
g/dl dan jumlah erytrosit lebih dari 5,5 juta/uL disertai dengan peningkatan
sel leukosit dan platelet.
Dibanding polycythemia, penyakit anemia
mempunyai prevalensi yang lebih tinggi terutama pada wanita. Pasien anemia
tampak pucat, lesuh, lemah dan pusing karena reaksi tubuh yang kekurangan
oksigen. Dampak dari penyakit anemia adalah menurunnya kualitas hidup, kinerja
rendah, IQ rendah, sampai dengan kematian penderitanya. Pada ibu hamil, anemia
bisa berakibat serius pada janin berupa keguguran atau cacat bawaan.
Anemia terjadi karena menurunnya kadar
hemoglobin yang terikat pada sel erytrosit atau jumlah erytrosit yang mengikat
hemoglobin kurang. Penyebabnya dapat oleh karena kegagalan proses synthesis
atau kualitas hemoglobin dan erytrosit yang dihasilkan tidak sempurna, pemecahan
erytrosit abnormal, kehilangan darah masif, intake nutrient kurang atau
merupakan penyakit sekunder akibat penyakit lain.
Berdasarkan morfologi dan ukuran sel erythrosit,
anemia diklasifikasikan menjadi: Anemia mikrositik, anemia normositik dan
anemia makrositik.
B.
Rumusan Masalah
a.
Apa yang dimaksud dengan anemia?
b.
Apa yang diketahui tentang anemia makrositik?
c.
Apa penyebab dari anemia makrositik?
d.
Bagaimana gejala anemia makrositik?
e.
Bagaimana pemeriksaan laboratorium dan pengobatannya?
C.
Tujuan
a.
Agar dapat mengetahui defenisi anemia.
b.
Agar dapat mengetahui tentang anemia makrositik.
c.
Agar dapat mengetahui penyebab anemia makrositik
d.
Agar dapat mengetahui gejala anemia makrositik
e.
Agar dapat mengetahui pemeriksaan laboratorium dan pengobatannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Defenisi Anemia
Anemia berasal dari bahasa Yunani yaitu
anaimia, artinya kekurangan darah.
Anemia adalah keadaan dimana tubuh kekurangan hemoglobin atau di bawah
normal. Hemoglobin merupakan protein pembawa oksigen dalam sel darah merah. Dan
hemoglobin itu sendiri terdapat dalam sel darah merah. Oleh karenanya,
kekurangan hemoglobin juga berarti kekurangan sel darah merah.
Hemoglobin dapat “membawa” oksigen karena di dalamnya
terdapat zat besi (Fe) yang berfungsi menangkap oksigen. Setelah “menangkap”
oksigen, Hemoglobin akan membawanya dari paru-paru menuju seluruh sel, lalu
dalam ‘perjalanan pulang’, hemoglobin bersama Fe akan menangkap karbon monoksida
dan membawanya kembali dari sel menuju paru-paru.
Makrositik
berarti ukuran eritrositnya besar. Biasanya karena proses pematangan
eritrositnya tidak sempurna di sumsum tulang. Kalau eritrosit yang matang,
ukurannya akan semakin kecil, tapi karena tidak matang, tampaklah ia besar.
Penyebabnya bisa karena bahan pematangannya tidak cukup, misalnya pada
defisiensi asam folat dan vitamin B12. Atau bisa juga karena gangguan hepar, hormonal atau gangguan sumsum
tulang dalam homopoiesis itu sendiri. Produk yang dihasilkan akibat gangguan
ini berupa eritrosit makrositik (MCV > 100fl) yang mudah pecah. Contoh:
anemia megaloblastik .
Anemia ini
disebabkan karena kekurangan vitamin B12
(anemia pernisiosa). Selain zat besi, sumsum tulang memerlukan vitamin B12 dan
asam folat untuk menghasilkan sel darah merah. Jika kekurangan salah satu
darinya, bisa terjadi anemia megaloblastik. Pada anemia jenis ini, sumsum
tulang menghasilkan sel darah merah yang besar dan abnorsitimal (megaloblas).
Sel darah putih dan trombosit juga biasanya abnormal.
Anemia
megaloblastik paling sering disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 dan asam
folat dalam makanan atau ketidakmampuan untuk menyerap vitamin tersebut. Kadang
anemia ini disebabkan oleh obat-obat tertentu yang digunakan untuk mengobati
kanker (misalnya metotreksat, hidroksiurea, fluorourasil dan sitarabin).
Anemia megalobastik merupakan kelainan yang
disebabkan oleh gangguan sintesis DNA dan ditandai oleh sel megalobastik.
Kebanyakan anemia megalobastik disebabkan karena defisiensi vitamin B12
(kobalamin) dan atau asam folat. Asam folat dan vitamin B12 adalah zat yang
berhubungan dengan unsur makanan yang sangat penting bagi tubuh. Peran utama
asam folat dan vitamin B12 ialah metabolisme intraseluler. Adanya defisiensi
kedua zat tersebut akan menghasilkan tidak sempurnanya sintesis DNA pada setiap
sel, dimana pembelahan kromosom sedang terjadi.
Anemia
akibat defisiensi B12 disebut dengan anemia pernisiosa, sedangkan anemia akibat
defisiensi asam folat disebut anemia defisiensi folat. Penyebab terjadinya
anemia megalobastik adalah asupan kedua zat yang tidak cukup, terjadinya
malabsobsi, keperluan yang meningkat, metabolisme yang terganggu, obat-obat
yang menggangu metabolisme DNA, defisiensi transkobalamin II.
Nutrisi terapi untuk penyebab anemia megaloblastik harus
diperlakukan secara istimewa. Suplementasi dengan vitamin B12 dan atau folat
dianjurkan. Hal ini sering tepat untuk memberikan multivitamin dan mineral
dalam hubungannya dengan administrasi suplemen tunggal pada pasien dengan
anemia. Jika anemia sekunder untuk penyerapan terganggu, intramuskular atau
intranasal administrasi adalah lebih baik. Tingkat homosistein, MMA,
transcobalamin II dan langkah-langkah lain pada status hematologi harus
dipantau secara rutin. Edukasi pasien pada peningkatan kepadatan nutrisi diet
dengan makanan yang menggabungkan tinggi folat dan B12 dianjurkan. Lansia
adalah yang paling berisiko, terutama mereka yang menerima layanan tambahan
seperti makanan di atas roda. Biasanya, orang-orang tua dan tidak dapat
menerima layanan ini yaitu orang-orang dengan sakit kronis dan cacat, memiliki
status gizi buruk dan status sosial ekonomi rendah, yang berarti mereka kurang
memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan dan konseling. Status Folat juga
buruk pada pasien yang lebih tua, khususnya mereka yang dilembagakan atau
fungsional Dete-tion, fisik atau mental.
C. Penyebab
Penyerapan yang tidak adekuat dari vitamin B12
(kobalamin) menyebabkan anemia pernisiosa.
Vitamin B12 banyak terdapat di dalam daging dan dalam
keadaan normal telah diserap di bagian akhir usus halus yang menuju ke usus
besar (ilium). Agar dapat diserap, vitamin B12 harus bergabung dengan faktor
intrinsik (suatu protein yang dibuat di lambung), yang kemudian mengangkut
vitamin ini ke ilium, menembus dindingnya dan masuk ke dalam aliran darah. Tanpa
faktor intrinsik, vitamin B12 akan tetap berada dalam usus dan dibuang melalui
tinja.
Pada anemia pernisiosa, lambung tidak dapat membentuk
faktor intrinsik, sehingga vitamin B12 tidak dapat diserap dan terjadilah
anemia, meskipun sejumlah besar vitamin dikonsumsi dalam makanan sehari-hari.
Tetapi karena hati menyimpan sejumlah besar vitamin B12, maka anemia biasanya
tidak akan muncul sampai sekitar 2-4 tahun setelah tubuh berhenti menyerap
vitamin B12.
Selain karena kekurangan faktor intrinsik, penyebab lainnya
dari kekurangan vitamin B12 adalah:
·
pertumbuhan bakteri abnormal dalam
usus halus yang menghalangi penyerapan vitamin B12
·
penyakit tertentu (misalnya penyakit
Crohn)
·
pengangkatan lambung atau sebagian
dari usus halus dimana vitamin B12 diserap
·
vegetarian.
D. Gejala
Selain mengurangai pembentukan sel darah merah,
kekurangan vitamin B12 juga mempengaruhi
sistem saraf dan menyebabkan:
·
kesemutan di tangan dan kaki
·
hilangnya rasa di tungkai, kaki dan
tangan
·
pergerakan yang kaku
·
buta warna tertentu, termasuk warna
kuning dan biru
·
luka terbuka di lidah atau lidah
seperti terbakar
·
penurunan berat badan
·
warna kulit menjadi lebih gelap
·
linglung
·
depresi
·
penurunan fungsi intelektual.
E. Pemeriksaan
laboratorium dan Pengobatan
Ø
Pemeriksaan laboratorium dilakukan
dengan beberapa cara yaitu:
1.
Tes penyaring. Untuk memastikan
adanya anemia dan morfologi anemia tersebut. Meliputi kadar hemoglobin, apusan
darah tepi dan indeks eritrosit (MCV, MCH dan MCHC)
2.
Pemeriksaan rutin. Untuk melihat
kelainan leukosit dan trombosit. Meliputi: laju endap darah, hitung diferensial
dan retikulosit.
3.
Pemeriksaan atas indikasi khusus
untuk memastikan diagnosis. Misalnya tes serum iron, TIBC (total iron binding
capacity), saturasi transferin dan feritin serum pada Anemia defisiensi besi;
tes asam folat dan vit B12 pada anemia megaloblastik, dsb.
Ø pengobatan
Terapi atau
pengobatan dilakukan dengan pemberian suplemen vitamin B12, baik diminum maupun
di suntik jika dikarenakan kekurangan vitamin B12. Jika anemia karena
kekurangan asam folat, maka dapat diberikan suplemen asam folat. Jika
anemia sangat berat, maka biasanya dipertimbangkan untuk dilakukan transfusi
darah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Makrositik berarti berukuran besar. Anemia ini
disebabkan karena kekurangan vitamin B12
(anemia pernisiosa). Selain zat besi, sumsum tulang memerlukan vitamin B12 dan
asam folat untuk menghasilkan sel darah merah. Jika kekurangan salah satu
darinya, bisa terjadi anemia megaloblastik atau anemia makrositik. Pada anemia
jenis ini, sumsum tulang menghasilkan sel darah merah yang besar dan
abnorsitimal (megaloblas).