Yazhid Blog

.

Minggu, 04 Agustus 2013

pemeriksaan telur cacing pada sampel tinja metode sedimentasi

I. Judul         : Identifikasi nematoda usus pada sampel tinja (Metode sedimentasi) II. Tanggal   :   24 Mei 2013 III. Tujuan   : ... thumbnail 1 summary


I. Judul        : Identifikasi nematoda usus pada sampel tinja (Metode sedimentasi)
II. Tanggal  :  24 Mei 2013
III. Tujuan  : Mengidentifikasi keberadaan telur cacing dalam sampel tinja
IV. Prinsip pemeriksaan : Sampel diendapkan melalui proses sentrifugasi                                      kemudian di periksa di bawah mikroskop dengan  pembesaran 10 x 10

V. Landasan Teori
                   Pemeriksaan feces pada dasrnya dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan secara kualitatif dan pemeriksaan secara kuantitatif. Pemeriksaan feces secara kualitatif, yaitu pemeriksaan yang didasarkan pada ditemukkan telur pada masing-masing metode pemeriksaan tanpa dihitung jumlahnya. Pemeriksaan feces secara kuantitatif yaitu pemeriksaan feces yang didasarkan pada penemuan telur pada tiap gram feces.(Gandahusada.dkk,2000)
                   Identifikasi parasit tergantung dari persiapan bahan yang baik untuk memeriksa dengan mikroskop, baik dalam keadaan hidup maupun sebagai sediaan yang telah dipulas. Hal yang menguntungkan adalah untuk mengetahui kira-kira ukuran dari bermacam-macam parasit tetapi perbedaan individual tidak memungkinkan membedakan spesies hanya dengan melihat besarnya. Tinja sebagai bahan pemeriksa harus dikumpulkan didalam suatu tempat yang bersih dan kering bebas dari urine. Identifikasi terhadap kebanyakan telur cacing dapat dilakukan dalam beberapa hari setelah tinja dikeluarkan. (Kurt, 1999)
                   Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva yang infektif. Pemeriksaan feses ini juga di maksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang di periksa fesesnya (Gandahusada.dkk, 2000).
                  
                   Penularan penyakit parasit disebabkan oleh tiga faktor yaitu sumber infeksi, cara penularan dan adanya hospes yang ditulari. Efek gabungan dari faktor ini menentukan penyebaran dan menetapnya parasit pada waktu dan tempat tertentu. Penyakit yang disebabkan oleh parasit dapat bersifat menahun disertai dengan sedikit atau tanpa gejala. (Noble, 1961).
                   Identifikasi parasit yang tepat memerlukan pengalaman dalam membedakan sifat sebagai spesies, parasit, kista, telur, larva, dan juga memerlukan pengetahuan tentang berbagai bentuk pseudoparasit dan artefak yang mungkin dikira suatu parasit. Identifikasi parasit juga bergantung pada persiapan bahan yang baik untuk pemeriksaan baik dalam keadaan hidup maupun sediaan yang telah di pulas. Bahan yang akan di periksa tergantung dari jenis parasitnya, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan yang akan di periksa adalah tinja atau feses, sedangkan parasit darah dan jaringan dengan cara biopsi, kerokan kulit maupun imunologis (Kadarsan, 1983).



VI. Prosedur pemeriksaan
1. Pra analitik
            Alat dan Bahan
A. Alat yang digunakan
1)      Batang pengaduk
2)      Gelas piala 250 ml
3)      Mikroskop
4)      Objek glass
5)      Pipet tetes
6)      Rak tabung
7)      Sentrifuge
8)      Tabung sentrifuge
B. Bahan yang digunakan
1)        Aquadest
2)        Larutan zat warna eosin
3)        Tinja
4)        Tisu
2. Analitik
            Prosedur kerja
1)      Buatlah larutan emulsi tinja dengan menggunakan aquadest  didalam gelas piala volume 100 cc, homogenkan
2)      Pipet larutan emulsi tinja ke dalam tabung sentrifuge sampai 2/3 tabung
3)      Dilakukan pemusingan dengan alat sentrifuge larutan dengan kecepatan 2000 rpm selama 5 menit
4)      Kemudian larutan supernatant dibuang dan endapan ditambahkan aquadest, homogenkan
5)      Dilakuakan pemusingan seperti cara diatas
6)      Pencucian dilakukan sampai larutan supernatant kelihatan jernih lalu dibuang
7)      Endapan atau sendimen yang tersisa, dipipet dan diletakkan diatas objek glass yang bersih dan kering
8)      Ditambahkan zat warna dan emulsikan diatas objek glass bersama dengan endapan tinja tersebut
9)      Diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 10
3. Pasca analitik
A. Interpretasi hasil makroskopis dan mikroskopis
A.    Makroskopis
·      Bau             :  Khas
·      Warna         :  Kuning kecoklatan
·      Konsistensi :  Cair
·      Lendir         :  Tidak ada
·      Darah          :  Tidak ada
B.     Mikroskopis
·      Telur                      :  +
·      Larva                     :   -
·      Eritrosit                  :  -
·      Leukosit                 :  -
·      Sel epitel                :  -
·      Serat makanan        :  -
·      Gelembung udara   :  +
·      Rambut tumbuhan  :  +
B. Hasil pengamatan makroskopis dan mikroskopis gambar


VII. Pembahasan
a. Makroskopis
1. Bau
            Indol, skatol dan asam butirat menyebabkan bau normal pada tinja. Bau busuk didapatkan jika dalam usus terjadi pembusukan protein yang tidak dicerna dan dirombak oleh kuman. Reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu. Tinja yang berbau tengik atau asam disebabkan oleh peragian gula yang tidak dicerna seperti pada diare. Reaksi tinja pada keadaan itu menjadi asam
2. Warna
            Tinja normal kuning coklat dan warna ini dapat berubah mejadi lebih tua dengan terbentuknya urobilin lebih banyak. Selain urobilin warna tinja dipengaruhi oleh berbagai jenis makanan, kelainan dalam saluran pencernaan dan obat yang dimakan. Warna kuning dapat disebabkan karena susu,jagung, lemak dan obat santonin. Tinja yang berwarna hijau dapat disebabkan oleh sayuran yang mengandung khlorofil atau pada bayi yang baru lahir disebabkan oleh biliverdin dan porphyrin dalam mekonium.3,4 Kelabu mungkin disebabkan karena tidak ada urobilinogen dalam saluran pencernaan yang didapat pada ikterus obstruktif, tinja tersebut disebut akholis. Keadaan tersebut mungkin didapat pada defisiensi enzim pankreas seperti pada steatorrhoe yang menyebabkan makanan mengandung banyak lemak yang tidak dapat dicerna dan juga setelah pemberian garam barium setelah pemeriksaan radiologik. Tinja yang berwarna merah muda dapat disebabkan oleh perdarahan yang segar dibagian distal, mungkin pula oleh makanan seperti bit atau tomat. Warna coklat mungkin disebabkan adanya perdarahan dibagian proksimal saluran pencernaan atau karena makanan seperti coklat, kopi dan lain-lain. Warna coklat tua disebabkan urobilin yang berlebihan seperti pada anemia hemolitik. Sedangkan warna hitam dapat disebabkan obat yang yang mengandung besi, arang atau bismuth dan mungkin juga oleh melena

3. Konsistensi
            Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan bebentuk. Pada diare konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya tinja yang keras atau skibala didapatkan pada konstipasi. Peragian karbohidrat dalam usus menghasilkan tinja yang lunak dan bercampur gas
b. Mikroskopis
1. Telur cacing
            Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan sebagainya.

2. Eritrosit
Eritrosit hanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau anus. Sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur. Adanya eritrosit dalam tinja selalu berarti abnormal.
3. Leukosit
Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh sediaan. Pada disentri basiler, kolitis ulserosa dan peradangan didapatkan peningkatan jumlah leukosit.2,3Eosinofil mungkin ditemukan pada bagian tinja yang berlendir pada penderita dengan alergi saluran pencenaan.
4. Epitel
Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epite lyaitu yang berasal dari dinding usus bagian distal. Sel epitelyang berasal dari bagian proksimal jarang terlihat karena sel inibiasanya telah rusak. Jumlah sel epitel bertambah banyak kalau ada perangsangan atau peradangan dinding usus bagian distal
9. Fungsi larutan warna
a)      Pewarnaan dengan eosin digunakan untuk menberikan warna pada telur sehingga mudah membedakan telur dengan benda – benda lain. Eosin adalah larutan warna yang memberikan warna merah pada sediaan.
b)      Pewarnaan dengan lugol digunakan untuk melihat sisa makanan yang berasal dari bahan bahan karbohidrat yang memberikan warna biru pada sediaan
c)      Pewarnaan dengan sudan III digunakan untuk mendeteksi adanya sisa makanan dari bahan lemak yang akan menghasilkan warna merah orange (jingga)

            Pada praktikum kali ini pemeriksaan telur cacing nematoda usus pada sampel tinja menggunakan metode seimentasi. Metode sedimentasi mempunyai prinsip pemeriksaan yaitu sampel diendapkan melalui proses sentrifufasi kemudian diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 10. Metode sedimentasi ini membutuhkan alat sentrifuge untuk mengendapkan telur cacing ke dasar tabung maupun partikel – partikel lainnya yang terdapat dalam sampel feses.
            Adapun kelebihan dan kekurangan dari pemeriksaan telur cacing cara sedimentasi dibandingkan dengan cara pengapungan (fluotasi) dan cara langsung adalah cara sedimentasi lebih sensitif sebab volume tinja yang diperiksa lebih banyak, dengan demikian hasil negatif dari pemeriksaan langsung bisa menunjukkan hasil positif bila diperiksa dengan konsentrasi. Meskipun pada sediaan cara sedimentasi terdapat partikel – partikel tinja, namun semua protozoa, telur dan larva yang ada akan terdeteksi, telur – telur cacing tetap utuh dan tidak terdistorsi mengendap didasar tabung. Dan cara ini juga merupakan cara yang lebih kecil kemungkinannya menjadi subjek kesalahn teknik. Namun jika proses sentrifugasi tidak dilakukan dengan benar maka kemungkinan besar akan memberikan hasil negatif palsu sebab partikel – partikel rusak atau tidak mengendap secara utuh akibat dari kesalahan proses sentrifugasi.

VIII. Kesimpulan
            Setelah dilakukan identifikasi telur cacing pada sampel tinja, ditemukan telur cacing trichuris trichiura yang berarti bahwa sampel tersebut terinfeksi nematoda usus.


DAFTAR PUSTAKA

Gandahusada,S.W.Pribadi dan D.I. Heryy.2000. Parasitologi Kedokteran.Fakultas kedokteran UI,Jakarta.

Kurt. 1999. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, jakarta

Noble, R.N. 1961. An Illustrated Laboratory Manual of parasitology. Burgess publishing, Minnesota.

Kadarsan,S. Binatang Parasit. Lembaga Biologi Nasional-LIPI, Bogor.
 

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Recent Posts