BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Selain
air, bahan pangan juga mengandung zat-zat lain yang bermanfaat bagi kesehatan
atau biasa disebut dengan zat-zat gizi. Zat gizi tersebut telah dibuktikan
bermanfaat dalam menjaga atau mengobati satu atau lebih penyakit atau
meningkatkan performa fisiologisnya (Winarno 1990).
Kandungan
air dari suatu bahan pangan perlu diketahui terutama untuk menentukan
persentase zat-zat gizi secara keseluruhan. Jumlah kadar air yang terdapat di
dalam suatu bahan pagan sangat berpengaruh atas seluruh susunan persentase
zat-zat gizi secara keseluruhan. Dengan diketahuinya kandungan air dari suatu
bahan pangan, maka dapat diketahui berat kering dari bahan tersebut yang
biasanya konstan.
Penentuan
kadar air suatu bahan pangan bergantung pada sifat bahan pangan itu sendiri.
Penentuan ini terkadang tidak mudah dilakukan karena terdapat bahan yang mudah
menguap pada beberapa jenis bahan pangan, dan adanya air yang terurai pada
bahan pangan, serta oksidasi lemak pada bahan pangan tersebut. Faktor lain yang
mempengaruhi penentuan kadar air yang tepat yaitu air yang ada dalam bahan
pangan terikat secara fisik dan ada yang secara kimia.
1.2 TUJUAN
Untuk menentukan kadar air dalam sampel garam kasar
dan garam halus berbagai merk.
BAB II
LANDASAN TEORI
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam
bahan yang dinyatakan dalam satuan persen. Kadar air juga merupakan
karakteristik yang sangat penting dalam bahan pangan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta ikut menentukan kesegaran dan daya awet
bahan pangan tersebut. Kadar air menyebabkan mudahnya bakteri, kapang dan
khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan
(Haryanto 1992).
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability,
kesegaran dan daya tahan bahan itu. Selain merupakan bagian dari suatu bahan
makanan, air merupakan pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut atau
alat-alat yang akan digunakan dalam pengolahannya. Kandungan air dalam bahan
makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang
dinyatakan dengan Aw yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Winarno 2004).
Penetapan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa
cara. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air
dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105 – 110 °C selama 3
jam atau sampai didapat berat yang konstan. Untuk bahan yang tidak tahan panas,
seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap dan lain-lain
pemanasan dilakukan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah.
Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan ke dalam
eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai
pengering, hingga mencapai berat yang konstan (Winarno 2004).
Prinsip penentuan kadar air
dengan pengeringan adalah menguapkan air yang ada dalam bahan dengan pemanasan.
Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah
diuapkan. Cara ini relatif lebih murah dan mudah. Suatu bahan yang telah
mengalami pengeringan ternyata lebih bersifat higroskopis daripada bahan
asalnya. Oleh karena itu, selama pendinginan sebelum penimbangan, bahan selalu
ditempatkan dalam ruang tertutup yang kering, misalnya desikator atau eksikator
yang telah diberi zat penyerap air.
Penyerap air/uap air ini dapat
menggunakan kapur aktif, asam sulfat, silika gel, aluminium oksida, kalium
khlorida, kalium hidroksida, kalium sulfat atau barium oksida. Silika gel yang
sering digunakan sering diberi warna guna memudahkan apakah bahan tersebut
sudah jenuh dengan air atau belum. Bila sudah jenuh akan berwarna merah muda
dan bila dipanaskan menjadi kering berwarna biru (Sudarmadji dkk, 1997). Nilai gizi suatu produk perikanan dapat dipengaruhi oleh pengolahan dari
produk tersebut, dimana kadar air dari ikan merupakan salah satu penentu dari
macam pengolahan yang akan dilakukan. Apabila kadar air ikan tinggi, maka
memerlukan penanganan dan pengolahan yang lebih ekstra bila dibandingkan ikan
yang kadar airnya rendah (Hadiwiyoto, 1993).
Garam merupakan faktor utama dalam proses penggaraman ikan. Sebagai bahan
pengawet dalam proses penggaraman, kemurnian garam sangat mempengaruhi mutu
ikan asin yang dihasilkan ( Afrianto dan Liviawaty,2005 ).
Cara
pengolahan yang menggunakan garam sebagai bahan pengawetnya dapat meningkatkan
kandungan kadar garam pada ikan. Bila dibandingkan dengan produk olahan yang
tidak menggunakan garamGaram murni terdiri dari NaCl, tetapi garam perdagangan
yang terbuat dari air laut yang diuapkan pada umumnya tidak terdiri dari NaCl
saja, tetapi juga mengandung Calsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Ca dan Mg
mempunyai sifat higrofis dan kadar air yang lebih tinggi sehingga dapat
menyebabkan garam menjadi kering. Makin kecil kadar Ca dan Mg, maka akan lebih
baik hasil penggaraman. Sebaliknya bila kadar Mg tinggi, dapat menyebabkan ikan
menjadi merah, tetapi bila kadar Ca yang tinggi, dapat menyebabkan warna ikan
menjadi keputih-putihan (Tabrani, 1997).
BAB III
ALAT DAN BAHAN
A.
Alat yang digunakan
1.
Cawan porselin / cawan crush
2.
Desikator
3.
Gegep besi
4.
Neraca analitik
5.
Oven
6.
Sendok tanduk
B.
Bahan yang digunakan
1.
Garam dari berbagai merk ( garam kasar dan halus )
BAB IV
PROSEDUR KERJA
IV.1 Prosedur kerja penimbangan cawan kosong
IV.2 Prosedur kerja penimbangan cawan + sampel
IV.3
Data Pengamatan
a. Tabel Penimbangan Cawan Kosong Dan Cawan + Sampel
No.
|
Sampel
|
Cawan
|
kosong
|
Cawan
|
+
|
Sampel
|
|
3
jam
|
2
jam
|
1
jam
|
3
jam
|
2
jam
|
1
jam
|
||
1
|
Garam
bangau biru
Cawan
I
Cawan
II
|
25,3336
26,0831
|
25,3333
26,0850
|
-
26,0841
|
29,9971
30,7800
|
29,9730
33,7160
|
-
30,7321
|
2
|
Gk”garam
mas”
Cawan
I
Cawan
II
|
39,8339
38,7023
|
39,8374
38,7041
|
39,8299
38,7019
|
44,4081
43,4283
|
44,3718
43,3207
|
-
-
|
3
|
Gh”dolphin”
Cawan
I
Cawan
II
|
26,9508
28,0622
|
26,9513
28,0623
|
26,9421
-
|
31,8740
32,9867
|
31,8702
32,9856
|
-
-
|
4
|
Gk”indomekar”
Cawan
I
Cawan
II
|
28,7304
27,2014
|
28,7308
27,2019
|
28,7299
27,2090
|
33,7905
33,3438
|
33,5844
32,9856
|
-
-
|
5
|
Gh”segitiga”
Cawan
I
Cawan
II
|
26,8124
28,1782
|
26,8133
28,1775
|
26,8093
-
|
31,7121
33,0801
|
31,7064
33,0789
|
-
-
|
6
|
Gh”refina”
Cawan
I
Cawan
II
|
27,0215
27,0772
|
27,0783
27,0652
|
27,0187
-
|
32,0276
32,0869
|
32,0231
32,0827
|
-
-
|
7
|
Gh”garuda
mas”
Cawan
I
Cawan
II
|
43,3411
42,3024
|
43,3423
42,3023
|
43,3413
-
|
48,2264
47,1667
|
48,2218
47,1647
|
-
-
|
Keterangan : Gk : garam kasar Gh : garam halus
a. Tabel Penentuan Kadar Air
No.
|
Sampel
|
Berat sesudah kering ( garam )
|
Berat semula
( gram )
|
% kadar air
(%)
|
% rata – rata
|
1
|
Garam
bangau biru
Cawan
I
Cawan
II
|
4,637
gram
4,648
gram
|
5,0089
gram
5,0061
gram
|
7,42
%
7,15%
|
7,29%
|
2
|
Gk”garam
mas”
Cawan
I
Cawan
II
|
4,5419
gram
4,6188
gram
|
5,0059
gram
5,0021
gram
|
9,27%
7,66%
|
8,46%
|
3
|
Gh”dolphin”
Cawan
I
Cawan
II
|
4,9281
gram
4,9261
gram
|
5,0042
gram
5,0038
gram
|
1,52%
1,60%
|
1,56%
|
4
|
Gk”indomekar”
Cawan
I
Cawan
II
|
4,8545
gram
4,9261
gram
|
5,0025
gram
5,0023
gram
|
2,96%
1,52%
|
2,24%
|
5
|
Gh”segitiga”
Cawan
I
Cawan
II
|
4,8966
gram
4,9014
gram
|
5,0023
gram
5,0017
gram
|
2,11%
2,05%
|
2,08%
|
6
|
Gh”refina”
Cawan
I
Cawan
II
|
4,9448
gram
4,9635
gram
|
4,9448
gram
4,9635
gram
|
1,28%
0,87%
|
1,07%
|
7
|
Gh”garuda
mas”
Cawan
I
Cawan
II
|
4,8805
gram
4,8624
gram
|
5,0049
gram
5,0042
gram
|
2,47%
2,83%
|
2,65%
|
1.
Berat sesudah
kering
Untuk semua
sampel ( garam halus dan garam kasar )
Rumus yang
digunakan adalah :
Berat sesudah
kering = ( cawan + sampel ) – cawan
kosong
Seperti : cawan
I = ( cawan + sampel ) – ( cawan
kosong )
=
29,9703 – 25,3333
=
4, 637 gram
Cawan II = 30,7321 – 26,0841
= 4,648 gram
2.
% kadar air
Untuk semua
sampel ( garam halus dan kasar ) rumus yang digunakan % kadar air = berat
semula – berat sesudah kering
Berat sampel
Sehingga :
Garam kasar “
bangau biru ”
1.
% kadar air = berat semula – berat sesudah
kering
Berat sampel
=
5, 0089 – 4,637 x 100 %
5,0089
= 7,42 %
2.
% kadar air =
5,0061 – 4,648 x 100%
5,0061
= 7,15%
% kadar air rata – rata = % kadar I + % kadar II
2
= 7,42 % + 7,15%
2
= 7,28 %
VII. Pembahasan
Kadar air tempe yang diperoleh
pada penentuan kadar air pada tempe sebelum
dilakukan
pengeringan beratnya 24,2539 gram dan sesudah
dilakukan pengeringan beratnya menjadi 20,895224 gram, sedangkan untuk cawan beratnya sebanyak 19,2040 gram, pada tahap ini kehilangan berat pada tempe setelah dilakukan pengeringan yaitu 1,6912 gram, sehingga diperoleh persen kadar air (dry basis)
sebesar 66,51%,. Hasil yang
didapat merupakan hasil yang
diambil dari berat konstan bahan, artinya telah dilakukan beberapa kali
pengeringan dan penimbangan. Dilihat dari
hasil yang telah diperoleh dapat diketahui bahwa kadar air yang dimiliki oleh
tempe tersebut telah melewati batas maksimal seperti yang dicantumkan dalam SNI
untuk tempe. Meskipun jumlahnya tidak terlalu jauh untuk batas maksimal, namun
tempe tersebut sebaiknya tidak untuk dikonsumsi.
Kadar air yang tinggi
yang terdapat pada pangan dapat dikatakan bukan bahan pangan yang segar dan
sehat, sehingga sebaiknya tempe yang memiliki kadar air yang tinggi harus
dihindari untuk menghindari dampak buruk untuk konsumen. Pada tempe yang
memiliki kadar air yang tinggi bakteri akan sangat mudah berkembang biak
didalam bahan pangan tersebut. Hal ini dipertegas oleh pernyataan Winarno
(2004) yang menyatakan bahwa kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri,
kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada
bahan pangan.
Hasil yang diperoleh dalam penentuan kadar abu pada tempe yaitu berat bahan
akan diketahui kadar abu sebanyak 5 gram. Sebelum dilakukan pengabuan sebesar 4,9701 gram dan setelah diabukan
beratnya 0,05 gram, jadi total
kadar abu pada tempe 1,006 %. Hasil ini didapat dari proses pembakaran yang telah
dilakukan beberapa jam dan penimbangan secara berkala sehingga mencapai berat
yang konstan. Kadar abu dapat ditentukan dengan membandingkan berat tempe
setelah mengalami pembakaran yaitu 0,05 gram dengan berat tempe sebelum
mengalami pembakaran yaitu 4,9701 gram kemudian dikalikan 100 %, maka diperoleh
kadar abu adalah 1,006%. Hasil yang didapat dari proses pengujian tersebut
dapat membuktikan bahwa dalam segi kandungan kada abu bahan pangan tersebut
masih layak untuk dikonsumsi karena tidak melewati batas maksimum. Hal ini
dipertegas oleh anonim (2011b) yang memaparkan bahwa Standar Nasional Indonesia
(SNI) untuk bahan pangan tempe memiliki maksimal 1,5% kandungan kadar abunya.
Kadar air merupakan
banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar
air merupakan selisih antara berat bahan sebelum dikeringkan dan setelah
dikeringkan. Kadar air yang tinggi akan memudahkan mikroorganisme berkembang
dalam suatu bahan pangan, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan
sepertu tekstur, penampakan, dan cita rasa
pada bahan pangan. Hal ini dipertegas oleh Anonim (2011c), bahwa kadar
air yang terkandung dalam bahan pangan sangat mempen ngat
mempengaruhi tekstur, penampakan, dan cita rasa
pada bahan pangan.