BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak penemuan Landsteiner (1901) sampai
sekarang, telah diketemukan lebih dari 400
antigen golonqan darah dalam eritrosit. Tapi untuk kegunaan
praktek, klinis yang terpenting hanya sistem golongan darah ABO dan Rh. Pada sistem
golongan darah ABO hanya ada 4 golongan darah yaitu. A, B, AB dan 0. Golongan
tersebut. berdasarkan atas ada atau tidak adanya antigen A dan antigen B.
Dalam pelayanan kesehatan modern, transfusi darah merupakan salah satu
hal yang penting dalam menyelamatkan jiwa pasien dan meningkatkan derajat kesehatan.
Indikasi tepat transfusi darah dan komponen darah adalah untuk mengatasi
kondisi yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas bermakna yang tidak dapat
diatasi dengan cara lain. Dalam perkembangannya transfusi darah harus
dilaksanakan sesuai dengna prosedur ketat oleh tenaga profesional menggunakan
darah yang aman dan berkualitas. Sebelum melakukan transfusi darah perlu
diketahui syarat-syarat dalam melakukan transfusi, agar proses transfusi dapat
berlangsung seperti yang diharapkan.
1.2
Rumusan masalah
1. Pengertian
reaksi transfusi
2. Reaksi akut
3. Reaksi hemolitik
4. Reaksi alergi
5. Reaksi demam
1.3
Manfaat
1. Agar pengertian reaksi transfusi
2. Agar mengetahui bagaimana reaksi
akut
3. Agar mengetahui bagaimana reaksi
hemolitik
4. Agar mengetahui bagaimana reaksi
alergi
5. Agar mengetahui bagaimana reaksi
demam
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
pengertian reaksi transfuse darah
Reaksi
transfuse merupakan Semua kejadian yang tidak menguntungkan penderita , yang
timbul selama atau setelah transfusi , dan memang berhubungan dengan transfuse
tersebut.
Transfusi
darah kadang menyebabkan reaksi transfusi. Ada jenis reaksi transfusi yang
buruk dan ada yang moderat. Reaksi transfusi bisa segera terjadi setelah
transfusi dimulai, namun ada juga reaksi yang terjadi beberapa hari atau bahkan
lebih lama setelah transfusi dilakukan.
Untuk
mencegah terjadinya reaksi yang buruk, diperlukan tindakan pencegahan sebelum
transfusi dimulai. Jenis darah diperiksa berkali-kali, dan dilakukan cross-matched
untuk memastikan bahwa jenis darah tersebut cocok dengan jenis darah dari orang
yang akan mendapatkannya. Setelah itu, perawat dan teknisi laboratorium bank
darah mencari informasi tentang pasien dan informasi pada unit darah (atau
komponen darah) sebelum dikeluarkan. Informasi ini dicocokkan sekali lagi di
hadapan pasien sebelum transfusi dimulai.
2.2
Reaksi Akut
Reaksi
akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah
transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan,
sedang-berat dan reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan
timbulnya pruritus, urtikaria dan rash. Reaksi ringan ini disebabkan oleh
hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai dengan adanya gejala
gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala. Pada
pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna kemerahan di kulit,
urtikaria, demam, takikardia, kaku otot. Reaksi ringan
diatasi dengan pemberian antipiretik, antihistamin atau kortikosteroid, dan
pemberian transfusi dengan tetesan diperlambat.
Reaksi
sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-berat, demam
akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein,
trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.
Pada
reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri
di sekitar tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri punggung,
nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat pula tanda-tanda kaku otot, demam, lemah,
hipotensi (turun ≥20% tekanan darah sistolik), takikardia (naik ≥20%),
hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini disebabkan oleh
hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok septik, kelebihan
cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.
v Hemolisis intravaskular akut
Reaksi
hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan inkompatibilitas sel
darah merah. Antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang
inkompatibel. Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun
sudah dapat menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang
inkompatibel maka akan semakin meningkatkan risiko.
Penyebab
terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya terjadi akibat
kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan contoh darah dari pasien ke
tabung yang belum diberikan label, kesalahan pemberian label pada tabung dan
ketidaktelitian memeriksa identitas pasien sebelum transfusi. Selain itu
penyebab lainnya adalah adanya antibodi dalam plasma pasien melawan antigen
golongan darah lain (selain golongan darah ABO) dari darah yang ditransfusikan,
seperti sistem Idd, Kell atau Duffy.
Jika
pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa menit awal
transfusi, kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10 ml. Jika
pasien tidak sadar atau dalam anestesia, hipotensi atau perdarahan yang tidak
terkontrol mungkin merupakan satu-satunya tanda inkompatibilitas transfusi.
Pengawasan pasien dilakukan sejak awal transfusi dari setiap unit darah.
v Kelebihan cairan
Kelebihan
cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat terjadi bila
terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau
penurunan fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien dengan
anemia kronik dan memiliki penyakit dasar kardiovaskular.
v Reaksi anafilaksis
Risiko
meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma merupakan
salah satu penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien tertentu.
Selain itu, defisiensi IgA dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat.
Hal itu dapat disebabkan produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini
terjadi dalam beberapa menit awal transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps
kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa demam. Anafilaksis dapat
berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan agresif dengan
antihistamin dan adrenalin.
v Cedera paru akut akibat transfusi
(Transfusion-associated acute lung injury = TRALI)
Cedera
paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi yang melawan
leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak awal
transfusi, dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada terapi
spesifik, namun diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.
2.3 Reaksi Hemolitik
v Reaksi hemolitik kekebalan akut
Ini adalah jenis yang paling serius dari
reaksi transfusi, tetapi sangat jarang terjadi. Reaksi hemolitik kekebalan akut
terjadi ketika golongan darah donor dan pasien tidak cocok. Antibodi pasien
menyerang sel-sel darah merah yang ditransfusikan, menyebabkan mereka
mematahkan (hemolyze) dan melepaskan zat-zat berbahaya ke dalam aliran darah.
Pasien mungkin menggigil, demam, nyeri dada
dan punggung bawah, serta mual. Ginjal dapat rusak parah, dan dialisis mungkin
diperlukan. Reaksi hemolitik dapat mematikan jika transfusi tidak dihentikan
segera saat reaksi dimulai.
v Reaksi hemolitik tertunda
Reaksi ini terjadi ketika tubuh perlahan-lahan
menyerang antigen (antigen selain ABO) pada sel-sel darah yang ditransfusikan.
Sel-sel darah mengalami pemecahan setelah beberapa hari atau minggu transfusi
dilakukan. Biasanya tidak ada gejala, tetapi sel-sel darah merah yang
ditransfusikan hancur dan dan jumlah sel darah merah pasien mengalami penurunan.
Dalam kasus yang jarang ginjal mungkin akan terpengaruh, dan pengobatan mungkin
diperlukan.
Seseorang mungkin tidak mengalami jenis reaksi
seperti ini kecuali mereka pernah mendapat transfusi di masa lalu. Orang-orang
yang mengalami jenis reaksi hemolitik tertunda ini perlu menjalani tes darah
khusus sebelum menerima transfusi darah kembali. Unit darah yang tidak memiliki
antigen yang menyerang tubuh harus digunakan.
2.4 Reaksi Alergi
Alergi merupakan reaksi yang paling sering terjadi
setelah transfusi darah. Hal ini terjadi karena reaksi tubuh terhadap protein
plasma dalam darah donor. Biasanya gejala hanya gatal-gatal, yang dapat diobati
dengan antihistamin seperti diphenhydramine (Benadryl).
v Gejala yang timbul :
Ringan : urtikaria ( gatal gatal ).
Berat Seasak nafas , Cyanosis ,
Hypotensi 4 Shock .
v Tindakan :
STOP Transfusi 4 infus NaC1 0,9%
Beri antihistamin
Beni kortikosteroid bila perlu
Bila terjadi lharynk oedem berikan
adrenaline.
2.5 Reaksi
Demam
Orang yang menerima darah mengalami
demam mendadak selama atau dalam waktu 24 jam sejak transfusi. Sakit kepala,
mual, menggigil, atau perasaan umum ketidaknyamanan mungkin bersamaan dengan
demam. Acetaminophen (Tylenol) dapat meredakan gejala-gejala ini.
Reaksi-reaksi tersebut terjadi sebagai
respon tubuh terhadap sel-sel darah putih dalam darah yang disumbangkan. Hal
ini lebih sering terjadi pada orang yang pernah mendapat transfusi sebelumnya
dan pada wanita yang pernah beberapa kali mengalami kehamilan. Jenis-jenis
reaksi juga dapat menyebabkan demam, dan pengujian lebih lanjut mungkin
diperlukan untuk memastikan bahwa reaksi ini hanya demam.
Pasien yang mengalami reaksi demam atau
yang beresiko terhadap reaksi tranfusi lainnya biasanya diberikan produk darah
yang leukositnya telah dikurangi. Artinya, sel-sel darah putih telah hilang
setelah melalui filter atau cara lainnya.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Reaksi
transfuse merupakan Semua kejadian yang tidak menguntungkan penderita , yang
timbul selama atau setelah transfusi , dan memang berhubungan dengan transfuse
tersebut. Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas
sedang-berat, demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap
leukosit, protein, trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.
3.2
Saran
Adapun saran
yang ingin diajukan pada penulisan makalah ini adalah agar pemeriksaan golongan
darah dan trasnfusi darah dilakukan oleh dokter atau perawat yang terlatih
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan sehingga memininalisir kesalahan yang
dapat terjadi.