Yazhid Blog

.

Sabtu, 05 November 2016

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA KADAR ABU PADA MADU

BAB I PENDAHULUAN 1.1      Latar Belakang Mahkluk hidup terdiri dari sebagian besar air dan merupakan penyusun utama dalam tubuh, yai... thumbnail 1 summary
BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
Mahkluk hidup terdiri dari sebagian besar air dan merupakan penyusun utama dalam tubuh, yaitu sekitar 96% air dan bahan organik. Bahan pangan termasuk bahan yang menganduk banyak air dan berguna sebagai sumber nutrisi, namun air yang terdapat dalam bahan tesebut juga sangat berpengaruh pada lama penyimpanan bahan. Sehingga memerlukan penanganan yang khusus untuk menyimpan bahan pangan tertentu sesuai dengan karakteristik bahan tersebut.
Bahan pangan yang terdapat di alam juga mengandung mineral yang berupa abu. Jumlah mineral tersebut hanya dapat diketahui jika dilakukan perlakuan khusus yaitu dengan teknik pengabuan. Kadar abu tersebut berpengaruh terhadap mutu suatu bahan, jika mengandung banyak kadar abu maka bahan pangan tersebut tidak baik untuk dikonsumsi untuk tubuh. Setiap bahan pangan harus diteliti terlebih dahulu sebelum dikonsumsi untuk tubuh.
1.2     Tujuan
Untuk menentukan kadar abu pada berbagai madu.



BAB II
LANDASAN TEORI
Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macan bahan dan cara pengabuanya. Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organik misalnya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedngkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalambentuk aslinya sangatlah sulit,oleh karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut,yang dikenal dengan pengabuan (Sudarmadji, 2003).
Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula secara gravimetri. Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan kandungan mineral bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai perbedaan bobot cawan berisi abu dan cawan kosong. Apabila suatu sampel di dalam cawan abu porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650°C akan menjadi abu berwarna putih. Ternyata di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain (Yunizal, et.al, 1998).
Pengabuan dilakukan melalui 2 tahap yaitu :
a.       Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi kandungan bahan yang bersifat volatil dan bahan berlemak hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis. Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba. 
b.      Pengabuan kering dapat diterapkan pada hampir semua analisa mineral, kecuali mercuri dan arsen. Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisa kandungan Ca, P, dan Fe akan tetapi kehilangan K dapat terjadi apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan beberapa mineral menjadi tidak larut.
Beberapa kelemahan maupun kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan cara lansung. Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain : 
1)      Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil pertanian, serta digunakan untuk sample yang relatif banyak.
2)      Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, serta abu yang tidak larut dalam asam.
3)      Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang berbahaya.
Sedangkan kelemahan dari cara langsung, antara lain :
1)      Membutuhkan waktu yang lebih lama.
2)      Tanpa penambahan regensia.
3)      Memerlukan suhu yang relatif tinggi.
4)      Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi (Apriantono, 1989).
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan sebagai berikut:
1)      Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses penggolahan
2)      Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan
3)      Untuk memperkirakann kandungan buah yang digunakan untuk membuat jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit uinegar (asli) atau sintesis
4)      Sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain (Irawati, 2008).



BAB III
ALAT DAN BAHAN
 3.1       Alat yang digunakan:
1.      Cawan crushsible
2.      Desikator
3.      Gegep besi
4.      Oven
5.      Pipet tetes
6.      Tanur
7.      Timbangan analitik
 3.2       Bahan yang digunakan:
1.      Madu botol (madu “ Super Nusantara”, madu TJ, madu “Madurasa Premium”)
2.      Madu lokal Mowewe
3.      Madu lokal dari Unaaha
4.      Madu lokal dari Kabawo
5.      Madu sachet “Madurasa”



BAB IV
PROSEDUR KERJA
4.1     Analisa (Prosedur Kerja)
a.    Prosedur kerja penimbangan cawan kosong
 
b.      Prosedur kerja penimbangan cawan beserta sampel



1.      Ditimbang seksama sampel sebanyak 2 gram
2.      Dimasukkan kedalam tanur pada suhu 6000C hingga menjadi abu.
3.      Dimasukkan kedalam oven suhu 1100C selama 30menit.
4.      Didinginkan didesikator selama 15 menit
5.      Ditimbang dineraca analitik
6.      Dicatat berat konstan
7.      Dihitung berat abu


                      


4.2     Data Pengamatan
a.       Tabel penimbangan cawan kosong dan cawan beserta sampel
Sampel

Cawan kosong (gram)
Cawan + sampel (gram)
3 jam
2 jam
1 jam
30 menit
 (I)
30 menit
(II)
30 menit (III)
Madu “Madurasa Premium”
Cawan 1
Cawan 2


26,8124

26,1833

26,8098

26,8276

26,8176
-
28,1782
28,1782
28,1775
28,1838
28,1825
-
Madu “S.Nusantara”
Cawan 1
Cawan 2


27,0215

27,0783

27,0187

27,0820
27,0790

27,0321
27,0772
27,0652
-
27,0970
27,0679
-
Madu sachet “Madurasa”
Cawan 1
Cawan 2


28,7304

28,7308

28,7299



27,2014
27,2019
27,2020



Madu “Lokal Kabawo”
Cawan 1
Cawan 2
26,9580
26,9513
26,9421
26,9496


26,9482


-
28,0622
28,0623
-
28,0629
28,0635
-
Madu “Lokal Mowewe”
Cawan 1
Cawan 2


25,3336


25,3333


-



26,0831
26,0850
26,0841



Madu “TJ”
Cawan 1
Cawan 2


39,8339


39,8374


39,8299



38,7023
38,7041
38,7019



Madu “Lokal Unaaha”
Cawan 1

Cawan 2



43,3411



43,3423



43,3413



43,3434



43,3440



43,3426
42,3024
42,3023
-
42,3026
42,3028
-
Untuk memperoleh berat abu pada semua sampel (madu botol/sachet) persamaan yang digunakan adalah :
Berat abu = (berat cawan + sampel) – berat cawan kosong
Contoh pada madu “Madurasa Premium” :       
Cawan 1 = (berat cawan + sampel) – berat cawan kosong
                 = 26,8176-26,80
                 = 0,0078 gram
Cawan 2 = (berat cawan + sampel) – berat cawan kosong
                 = 28,1825 – 28,1775
                 = 0,0050 gram
b.      Penetapan kadar abu
·         Kadar abu
Untuk memperoleh kadar abu maka persamaan yang digunakan pada semua sampel adalah:
% kadar abu =            
Contoh pada madu “Madurasa Premium” :       
% kadar abu (I)  =  
                        =
                        = 0,38 %
% kadar abu (II) =  
                        =
                        = 0,24 %
Jadi, rata-rata  % kadar abu pada mau “Madurasa Premium” adalah :
=
=
= 0,31
Tabel penetapan kadar abu
Sampel
Berat sampel (gram)
Berat abu (gram)
% kadar abu
(%)
% rata-rata
Madu “Madurasa Premium”
Cawan 1
Cawan 2


2,0503
0,0078
0,38%

0,31 %
2,0543
0,0050
0,24 %
Madu “Super Nusantara”
Cawan 1
Cawan 2

2,0215

0,0134

0,66%

0,4 %
2,0423
0,0027
0,13 %
Madu sachet “Madurasa”
Cawan 1
Cawan 2

2,0043

0,0018

0,08%

0,06 %
2,0073
0,0004
0,01 %
Madu “Lokal Kabawo”
Cawan 1
Cawan 2


2,0305


0,0061


0,30 %

0,17 %
2,0254
0,0012
0,05 %
Madu “Lokal Mowewe”
Cawan 1
Cawan 2







Madu “TJ”
Cawan 1
Cawan 2







Madu “Lokal Unaaha”
Cawan 1
Cawan 2

2,0813

0,0013

0,06 %
0,04 %
2,0806
0,0005
0,02 %
           





BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kami melakukan pengujian kadar abu pada sampel makanan yaitu madu dengan berbagai merk baik yang diproduksi secara modern atau tradisional. Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode pengabuan. Penentuan kadar ini bertujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu pengolahan bahan makanan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan.
Madu merupakan cairan yang menyerupai sirup yang dihasilkan oleh lebah, hanya madu lebih kental dan berasa manis karena kandungan madu 38,5 % adalah fruktosa dan sekitar 31 % glukosa sehingga mirip dengan gula sintesis.
Abu merupakan residu anorganik yang diperoleh dengan cara pengabuan komponen-komponen organik dalam bahan pangan. Atau abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Untuk memperoleh abu dilakukan proses pengabuan. Proses pengabuan yang dilakukan adalah pengabuan dengan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi yaitu 500-600 0C yang kemudian dilakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran.
Setelah proses pengabuan dilakukan maka diperoleh berat abu pada masing-masing sampel. Sehingga kadar abunya pun bias ditentukan. Adapun kadar abu  yang diperoleh pada madu “Madurasa Premium” adalah 0,31%, kadar abu pada madu “Super Nusantara” adalah 0,4 %, pada madu sachet “Madurasa” adalah 0,06%, kadar abu pada madu lokal Kabawo dan Mowewe adalah 0,17 % dan, serta kadar abu pada madu TJ dan madu lokal Unaaha adalah 0,04 %.
Berdasarkan SNI 01-2891-1992 bahwa kadar abu yang diperbolehkan pada madu maksimal 0,5 %.  Pada sampel yang diujikan keselurahan madu masih sesuai dengan yang ditetapkan SNI 01-2891-1992 yaitu > 0,5%.
Adapun manfaat madu bagi kesehatan adalah dapat menyembuhkan kanker, dapat menghilangkan penyakit insomnia, dapat mengobati luka diabetes, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, mempekuat kerja jantung, dan lain-lain. 



BAB VI
PENUTUP
6.1     Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan bahwa % kadar abu pada madu “Madurasa Premium” adalah 0,31%, kadar abu pada madu “Super Nusantara” adalah 0,4 %, pada madu sachet “Madurasa” adalah 0,06%, kadar abu pada madu lokal Kabawo dan Mowewe adalah 0,17 % dan, serta kadar abu pada madu TJ dan madu lokal Unaaha adalah 0,04 %.

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar

Posting Komentar

Recent Posts