BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Analis gas darah sering digunakan untuk
mengidentifikasi gangguan asam –basa spesifik pada tingkat kompensasi
yang telah terjadi.meskipun biasanya pemeriksaan ini menggunakan spesimen dari
darah arterial,jika sampel darah arteri tidak dapat diperoleh suatu sampel
vena campuran dapat juga digunakan.
Di Indonesia hampir 50% penyakit dalam dilakukan AGD
(Analisa Gas Darah) untuk mendapatkan data penunjang, pada tahun 2007 banyaknya
penderita demam berdarah menambah catatan penderita penyakit dalam yang
dilakukan AGD (Analisa Gas Darah).
Dari keadaan di atas sangat dibutuhkan peran analis dalam
AGD yaitu Observasi tempat penusukan dari pendarahan, hematom, atau pucat pada
bagian distal. Dengan meningkatnya catatan penderita penyakit dalam yang
dilakukan AGD, maka penulis tertarik untuk mengangkat “Analisa Gas
Darah”.
I.2
Rumusan Masalah
Adapun
Rumusan masalah yang kami bahas dalam makalah ini adalah:
1.
Apa itu analisis gas darah ?
2. Apa itu gangguan asam basa
sederhana?
3. Bagaimana cara kerja Blood Gas
Analyzer?
4. Bagaimana langkah-langkah
untuk menilai gas darah?
5. Apa saja faktor yang mempengaruhi pemeriksaan
AGD?
6. Apa
saja hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam analisa gas darah?
I.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, tujuan yang harus
dicapai dalam makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui defenisi dari Analisa Gas Darah.
2.
Untuk mengetahui tentang gangguan asam basa sederhana.
3.
Untuk mengetahui cara kerja Blood Gas Analyzer.
4.
Untuk memahami langka-langkah untuk menilai gas darah.
5.
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi dalam analisa gas
darah.
6.
Untuk mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisa
gas darah.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Defenisi Analisa Gas Darah
Pemeriksaan
Astrup/AGD adalah pemeriksaan analisa gas darah melalui darah arteri.
Pengukuran gas darah arteri memberikan informasi dalam mengkaji dan memantau
respirasi klien dan metabolism asam-basa, serta homeostatis elektrolit. . Pemeriksaan gas
darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam
penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Meskipun
biasanya pemeriksaan ini menggunakan spesimen dari darah arteri,jika sampel
darah arteri tida dapat diperoleh suatu sampel vena campuran dapat digunakan. Analisa gas darah (AGD) atau BGA
(Blood Gas Analysis) biasanya dilakukan untuk mengkaji gangguan keseimbangan
asam-basa yang disebabkan oleh gangguan pernafasan dan/atau gangguan metabolik.
AGD
juga digunakan untuk mengkaji oksigenasi. Istilah-istilah penting yang harus
diketahui dalam
pemeriksaan gas darah arteri antara lain, pH, PCO2, HCO3-, PO2, dan SaO2 Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan
sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan
menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai: Keseimbangan asam basa dalam tubuh, Kadar
oksigenasi dalam darah, Kadar karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan analisa
gas darah penting untuk menilai keadaan fungsi paru-paru. Pemeriksaan dapat dilakukan
melalui pengambilan darah astrup dari arteri radialis, brakhialis, atau
femoralis.
Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan
hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat
menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan
keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya. Pada dasarnya pH atau
derajat keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion H+ dan
dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor, yaitu:
1. Mekanisme dapar kimia
2. Mekansime pernafasan
3. Mekanisme ginjal .
Parameter
|
Sampel Arteri
|
Samplel Vena
|
Ph
|
7,35 -
7,45
|
7,32 –
7,38
|
PaCo2
|
35 – 45
mmHg
|
42 –
50 mmHg
|
PaO2
|
80 – 100
mmHg
|
40 - mmHg
|
Saturasi Oksigen
|
95 % -100%
|
75%
|
Kelebihan/Kekurangan basa
|
+ / - 2
|
+ / - 2
|
HCO3
|
22- 26
mEq/L
|
23 – 27
mEq/L
|
Tabel gas-gas darah normal dari sample arteri dan sample
vena campuran
Ø Analisa Gas Darah
1.
Pengukuran pH Darah
pH adalah
logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen, dan juga keasaman dan kebasaan
darah. Akumulasi ion H+ menjadikan pH turun dan terjadi asidemia (status asam
dalam darah). Ion H+ turun berakibat pH meningkat sehingga terjadi alkalemia
(status alkali dalam darah). Kondisi yang menjadikan asidemia dan alkalemia
dipengaruhi banyak proses fisiologi:
a. Fungsi
pernapasan
b. Fungsi
ginjal
c. Oksigenasi
jaringan
d. Sirkulasi
e. Mencerna
substansi
f. Kehilangan
elektrolit dari gastrointestinal (karena muntah atau diare).
2.
Pengukuran Oksigen Darah
Ada tiga cara mengukur O2 darah:
a. Kandungan O2 merupakan jumlah O2
yang terbawa oleh 100 ml darah
b. PO2 atau tekanan yang diciptakan
oleh O2 yang terlarut dalam plasma
c. Saturasi oksigen hemoglobin yang
merupakan pengukuran persentase O2 yang
dibawa Hb yang berhubungsn dengan jumlah total yang dapat dibawa Hb.
Mayoritas O2 dalam darah dibawa oleh Hb, dan jumlah sangat sedikit dilarutkan
dalam plasma. Persentase saturasi Hb dengan O2 memberikan perkiraan mendekati
jumlah total O2 yang dibawa oleh darah.
Ø
Petunjuk
Pengambilan :
a.
Tempat pengambilan darah arteri :
1. Arteri
Arteri radialis dan arteri ulnaris
(sebelumnya dilakukan allen’s test) merupakan pilihan pertama yang
paling aman dipakai untuk fungsi arteri kecuali terdapat banyak
bekas tusukan atau haematoem juga apabila
Allen test negatif.
Allen test negatif.
2. Arteri
Dorsalis Pedis, merupakan pilihan kedua.
3. Arteri
Brachialis, merupakan pilihan ketiga karena lebih banyak resikonya bila terjadi obstruksi pembuluh darah.
4. Arteri
Femoralis, merupakan pilihan terakhir apabila pada
semua arteri diatas tidak dapat
diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran darah ke
seluruh tubuh / tungkai bawah dan bila yang
dapat
mengakibatkan berlangsung lama dapat
menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar, sehingga dapat terjadi percampuran
antara darah vena dan arteri.
5. Arteri
tibialis posterior, dan Arteri
dorsalis pedis
Arteri femoralis atau brakialis
sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain, karena tidak
mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme
atau trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya
tidak digunakan karena adanya risiko emboli otak
Cara allen’s test:
Minta klien
untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung pada arteri
radialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan
pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan
tangan harus memerah dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allen’s
positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s
negatif. Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan
yang lain.
Komplikasi
Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulkan nyeri
Perdarahan
Cidera syaraf
Spasme arteri
a. Darah Yang diambil 2 cc ditambah 1
Strip
b. Yang harus diisi dalam blanko
pemeriksaan : Identitas pasien, Suhu tubuh pasien, Hb terakhir dan kalau pasien
menggunakan oksigen catat jumlah O2 yang
digunakan serta cara pemberiannya dan Jenis permintaan.
Tekhnik Pengambilan :
1.
Bentangkan handuk pengalas.
2.
Letakkan botol infus
3.
Tangan pasien diletakkan diatas botol infus, dengan sendi
melipat kebelakang.
4.
Sedot heparin cair sebanyak 1 cc dan kmudian keluarkan.
Heparin hanya membasahi dinding disposible. Tidak ada sisa o,1 cc dalam
disposible, kecuali yang ada didalam jarum.
5.
Raba Nadi dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah.
6.
Pastikan tempat dari nadi yang diraba.
7.
Desinfeksi daerah tersebut
8.
Desinfeksi kedua jari
9.
Pegang disposible seperti memegang pensil.
10.
Raba kembali Nadi dengan menggunakan kedua yang telah
didesinfeksi
11.
Tusukan jarum diantara kedsua jari dengan sudut 45 0 mengarah
ke jantung.
12.
Biarkan Darah sendiiri mengalir ke dalam jarum. Jangan
diaspirasi.
13.
Cabut jarum dan tusukkan pada karet penutup.
14.
Tekan daerah penusukan dengan menggunakan kapas betadine
selama 5 menit.
15.
Beri etiket dan bawa ke laboraotirum.
Interpretasi Hasil AGD
Secara singkat, hasil AGD terdiri
atas komponen:
- pH atau ion H+, menggambarkan
apakah pasien mengalami asidosis atau alkalosis. Nilai normal pH berkisar
antara 7,35 sampai 7,45.
- PO2, adalah tekanan gas O2
dalam darah. Kadar yang rendah menggambarkan hipoksemia dan pasien tidak
bernafas dengan adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan perlunya
pemberian oksigen tambahan. Kadar normal PO2 adalah 80-100 mmHg
- PCO2, menggambarkan gangguan
pernafasan. Pada tingkat metabolisme normal, PCO2 dipengaruhi sepenuhnya
oleh ventilasi. PCO2 yang tinggi menggambarkan hipoventilasi dan begitu
pula sebaliknya. Pada kondisi gangguan metabolisme, PCO2 dapat menjadi
abnormal sebagai kompensasi keadaan metabolik. Nilai normal PCO2 adalah
35-45 mmHg
- HCO3-, menggambarkan apakah
telah terjadi gangguan metabolisme, seperti ketoasidosis. Nilai yang
rendah menggambarkan asidosis metabolik dan begitu pula sebaliknya. HCO3-
juga dapat menjadi abnormal ketika ginjal mengkompensasi gangguan
pernafasan agar pH kembali dalam rentang yang normal. Kadar HCO3- normal
berada dalam rentang 22-26 mmol/l
- Base excess (BE), menggambarkan jumlah
asam atau basa kuat yang harus ditambahkan dalam mmol/l untuk membuat darah
memiliki pH 7,4 pada kondisi PCO2 = 40 mmHg dengan Hb 5,5 g/dl dan suhu
37C0. BE bernilai positif menunjukkan kondisi alkalosis
metabolik dan sebaliknya, BE bernilai negatif menunjukkan kondisi asidosis
metabolik. Nilai normal BE adalah -2 sampai 2 mmol/l
- Saturasi O2, menggambarkan
kemampuan darah untuk mengikat oksigen. Nilai normalnya adalah 95-98 %.
Dari komponen-komponen tersebut
dapat disimpulkan menjadi empat keadaan yang menggambarkan konsentrasi ion H+
dalam darah yaitu:
Asidosis respiratorik
Adalah
kondisi dimana pH rendah dengan kadar PCO2 tinggi dan kadar HCO3- juga tinggi
sebagai kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis tersebut. Ventilasi alveolar
yang inadekuat dapat terjadi pada keadaan seperti kegagalan otot pernafasan,
gangguan pusat pernafasan, atau intoksikasi obat. Kondisi lain yang juga dapat
meningkatkan PCO2 adalah keadaan hiperkatabolisme. Ginjal melakukan kompensasi
dengan meningkatkan ekskresi H+ dan retensi bikarbonat. Setelah terjadi
kompensasi, PCO2 akan kembali ke tingkat yang normal.
Alkalosis respiratorik
Perubahan
primer yang terjadi adalah menurunnya PCO2 sehingga pH meningkat. Kondisi ini
sering terjadi pada keadaan hiperventilasi, sehingga banyak CO2 yang dilepaskan
melalui ekspirasi. Penting bagi dokter untuk menentukan penyebab hiperventilasi
tersebut apakah akibat hipoksia arteri atau kelainan paru-paru, dengan
memeriksa PaO2. Penyebab hiperventilasi lain diantaranya adalah nyeri hebat,
cemas, dan iatrogenik akibat ventilator. Kompensasi ginjal adalah dengan
meningkatkan ekskresi bikarbonat dan K+ jika proses sudah kronik.
Alkalosis metabolik
Adalah
keadaan pH yang meningkat dengan HCO3- yang meningkat pula. Adanya peningkatan
PCO2 menunjukkan terjadinya kompensasi dari paru-paru. Penyebab yang paling
sering adalah iatrogenik akibat pemberian siuretik (terutama furosemid),
hipokalemia, atau hipovolemia kronik dimana ginjal mereabsorpsi sodium dan
mengekskresikan H+, kehilangan asam melalui GIT bagian atas, dan pemberian
HCO3- atau prekursornya (laktat atau asetat) secara berlebihan. Persisten
metabolik alkalosis biasanya berkaitan dengan gangguan ginjal, karena biasanya
ginjal dapat mengkompensasi kondisi alkalosis metabolik.
II.2 Gangguan Asam Basa Sederhana
Gangguan asam
basa primer dan kompensasinya dapat diperlihatkan dengan memakai persamaan yang
dikenal dengan persamaan Henderson-Hasselbach. Persamaan asam basa adalah sebagai
berikut:
Persamaan ini
menekankan bahwa perbandingan asam dan basa harus 20:1 agar pH dapat
dipertahankan dalam batas normal. Persamaan ini juga menekankan kemampuan
ginjal untuk mengubah bikarbonat basa melalui proses metabolik, dan kemampuan
paru untuk mengubah PaCO2 (tekanan parsial CO2
dalam darah arteri) melalui respirasi. Nilai normal pH adalah 7, 35- 7,45.
berikut ini adalah gambaran rentang pH:
Perubahan satu
atau dua komponen tersebut menyebabkan gangguan asam dan basa. Penilaian
keadaan asam dan basa berdasarkan hasil analisa gas darah membutuhkan
pendekatan yang sistematis. Penurunan keasaman (pH) darah < 7,35 disebut
asidosis, sedangkan peningkatan keasaman (pH) > 7,45 disebut
alkalosis. Jika gangguan asam basa terutama disebabkan oleh komponen respirasi
(pCO2) maka disebut asidosis/alkalosis respiratorik, sedangkan bila
gangguannya disebabkan oleh komponen HCO3 maka disebut
asidosis/alkalosis metabolik. Disebut gangguan sederhana bila gangguan tersebut
hanya melibatkan satu komponen saja (respirasi atau metabolik), sedangkan bila
melibatkan keduanya (respirasi dan
metabolik) disebut gangguan asam basa campuran.
Keseimbangan Asam Basa
pH
adalah derajat keasaman yang merupakan log negatif dari konsentrasi ion H+.
Konsentrasi ion H+ ini diatur dengan sangat ketat, karena perubahan pada
konsentrasinya akan mempengaruhi hampir semua proses biokimia, termasuk
struktur dan fungsi protein, dissosiasi dan pergerakan ion, serta reaksi kimia
obat. Berbeda dengan ion-ion lain, kadar ion H+ dijaga dalam nanomolar (36-43
nmol/l ~ pH 7,35-7,45).
Sebagian
besar asam yang masuk dalam tubuh berasal dari proses respirasi, yaitu CO2 yang
membentuk asam karbonat, sedangkan sisanya berasal dari metabolisme lemak dan
protein. Mekanisme tubuh untuk menjaga pH tetap dalam rentang normalnya diketahui
melalui tiga mekanisme :
- Kontrol respirasi terhadap
PaCO2 oleh pusat pernafasan yang mengatur ventilasi alveolar. Semakin
banyak ion H+ dalam darah, semakin banyak CO2 yang dibuang melalui
paru-paru. Mekanisme ini cepat dan sangat efektif untuk mengkompensasi
kelebihan ion H+.
- Pengontrolan ginjal terhadap
bikarbonat dan ekskresi asam-asam non-volatil. Mekanisme ini relatif lebih
lama (jam sampai hari) jika dibandingkan dengan kontrol respirasi.
- Sistem buffer oleh bikarbonat,
sulfat, dan hemoglobin yang meminimalkan perubahan asam-basa akut.
Penanganan Gangguan Keseimbangan
Asam Basa
- Mengembalikan nilai PH pada
keadaan normal
- Koreksi keadaan asidosis
repiratorik: Naiknya ventilasi dan mengoreksi penyebabnya
- Koreksi keadaan alkalosis
respiratorik: turunnya ventilasi dan terapi penyebab
- Koreksi keadaan asidosis
metabolik:
- Pemberian Bicarbonat IV / oral
- Terapi penyebab
- Koreksi keadaan alkalosis
metabolik dengan cara: memberi KCl dan mengobati penyebab gangguan
Keseimbangan asam basa.
Klasifikasi
gangguan asam basa primer dan terkompensasi:
- Normal
bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi dapat
dikeluarkan melalui ventilasi.
- Alkalosis
respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan pH,
seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme kompensasi
ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat
dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum cukup waktu
untuk melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab
terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis.
- Asidosis
respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat
hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai
penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau
gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai
dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada bronkopulmonari
displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.
- Asidosis
metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal dan pH di
bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi dengan
perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
- Asidosis
metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi
dengan perbaikan ventilasi.
- Alkalosis
metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan kompensasi
terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam batas
normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan
muntah lama.
- Alkalosis
metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta pH
lebih dari 7,50.
- Hipoksemia
yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg walau telah
diberikan oksigen yang adekuat
- Hipoksemia
terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada sehingga
normal.
- Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada bayi karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen.
II.3 Cara Kerja Alat
Fungsi alat Merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar
gas dalam darah (arteri dan vena) yang dapat dilakukan dengan cepat dan teliti
dalam waktu 90 detik untuk satu sampel darah.
Standart operasional prosedur :
1. Nyalakan power ON
2. Setiap pertama kali menghidupkan
alat, lalu kalibrasi dengan cara tekan calibrate kemudian enter. Alat akan
melakukan kalibrasi secara otomatis.
3. Apabila ada sample pemeriksaan
sebelum melakukan pemeriksaan tekan status untuk mengetahui kondisi apakah PH,
Pco2 dan Po2 kondisinya OK. Jika OK sample langsung dapat diperiksa. Apabila
kondisinya UC (Un Caliblasi) lakukan kalibrasi yaitu tekan calibrate kemudian
enter
4. Apabila alat sudah dalam kondisi
ready for analysa berarti alat sudah siap melakukan pemeriksaan, tekan
Analyzer. Selang pengisap sample akan keluar secara otomatis kemudian masukan
sample bersamaan tekan lagi analyzer sampai sample terhisap secara otomatis
selang akan masuk sendiri.
5. Lakukan daftar isian seperti yang
terlihat dilayar monitor, sample ID , HB, suhu badan, jenis sample (0 arteri, 1
vena, 2 kapiler), F102 (volume oksigen yang dilorelasi dengan persen lihat
daftar), kemudian clear 2x.
6. Alat akan menghitung secara otomatis
dalam waktu yang relatif cepat hasil akan keluar melalui printer.
Cara Kerja Alat
Sampel
dimasukkan ke dalam instrumen analisis yang menggunakan elektroda untuk
mengukur konsentrasi ion hidrogen (H +), yang akan diolah dengan hasil sebagai
pH, dan tekanan parsial oksigen [PO2] dan gas karbondioksida PO2. Alat pengukur
elektroda pH terdiri dari kaca khusus dengan membran selektif permeabel untuk
ion hidrogen.
Sebuah
listrik potensial bereaksi di permukaan dalam dan luar dari membran tergantung
pada aktivitas log ion hidrogen dalam sampel. Sebuah elektroda bernama
Severinghaus digunakan untuk mengukur PCO2, prinsip pengukuran sama
seperti untuk ion hidrogen, kecuali bagian ujung elektroda ditutupi dengan
membran yang permeabel terhadap gas, sehingga perubahan pH dengan karbon
dioksida secara proporsional menyebar dari sampel ke permukaan elektroda.
PO2
diukur dengan menggunakan elektroda polarografi (Clark), oksigen berdifusi dari
sampel ke katoda, di mana oksigen direduksi menjadi ion peroksida. Elektron
berasal dari anoda perak yang teroksidasi, menghasilkan konsentrasi oksigen
yang proporsional di katoda. Sinyal Elektroda tergantung pada suhu serta
konsentrasi, dan semua pengukuran yang dilakukan pada suhu 37 ° C. Karena pada
pengukuran pH ,kadar oksigen dan karbon dioksida hasilnya bergantung pada suhu
reaksi maka mungkin perlu disesuaikan dengan suhu sebenarnya pada pasien.
Alat
analisis gas darah portable tersedia yang dapat digunakan langsung disamping
pasien. alat analisis gas darah Darah menghitung konsentrasi bikarbonat dengan
menggunakan rumus: pH = 6.1 + Log bicarbonate/.0306 x PCO2. Mereka juga menghitung kandungan
oksigen, karbon dioksida total , Base excess dan persentase saturasi oksigen hemoglobin.
Nilai-nilai ini digunakan oleh dokter untuk menilai tingkat hipoksia dan
ketidakseimbangan asam-basa.
II.4 Langkah-langkah untuk menilai gas darah:
1. Pertama-tama perhatikan pH (jika menurun
klien mengalami asidemia, dengan
dua sebab asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien
mengalami alkalemia dengan dua sebab alkalosis metabolik atau alkalosis
respiratorik; ingatlah bahwa kompensasi ginjal dan pernafasan jarang
memulihkan pH kembali normal, sehingga jika ditemukan pH yang normal
meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3 mungkin ada gangguan
campuran)
dua sebab asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien
mengalami alkalemia dengan dua sebab alkalosis metabolik atau alkalosis
respiratorik; ingatlah bahwa kompensasi ginjal dan pernafasan jarang
memulihkan pH kembali normal, sehingga jika ditemukan pH yang normal
meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3 mungkin ada gangguan
campuran)
2.
Perhatikan variable pernafasan (PaCO2 ) dan metabolik (HCO3)
yang
berhubungan dengan pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer
bersifat respiratorik, metabolik atau campuran (PaCO2 normal, meningkat atau
menurun; HCO3 normal, meningkat atau menurun; pada gangguan asam basa
sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama;
penyimpangan dari HCO3 dan PaCO2 dalam arah yang berlawanan menunjukkan
adanya gangguan asam basa campuran).
berhubungan dengan pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer
bersifat respiratorik, metabolik atau campuran (PaCO2 normal, meningkat atau
menurun; HCO3 normal, meningkat atau menurun; pada gangguan asam basa
sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama;
penyimpangan dari HCO3 dan PaCO2 dalam arah yang berlawanan menunjukkan
adanya gangguan asam basa campuran).
3. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah
kompensasi telah terjadi (hal
ini dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak
yang sama dengan nilai primer, kompensasi sedang berjalan).
ini dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak
yang sama dengan nilai primer, kompensasi sedang berjalan).
4. Buat penafsiran tahap akhir (gangguan asam
basa sederhana, gangguan asam
basa campuran) .
basa campuran) .
Contoh kasus
:
Hasil BGA :
- pH
asidosis
- CO2
asidosis
- HCO3
normal
- CO2
sesuai pH sama-sama asidosis sehingga imbalans berupa respiratory
acidosis
- HCO3
normal maka tidak ada kompensasi
- pO2 dan
O2 sat rendah berarti hypoxemia
Diagnosis
BGA : uncompensated respiratory acidosis with hypoxemia
II.5 Faktor yang mempengaruhi
pemeriksaan AGD
Gelembung udara
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel
darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel
darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan meningkat.
Antikoagulan
Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas
darah dalam tabung. Pemberian heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan
CO2, sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan CO2
terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.
Metabolisme
Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan
hidup, ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu,
sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel
tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam.
Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya
PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2.
Nilai pH darah yang abnormal disebut
asidosis atau alkalosis sedangkan nilai PCO2 yang abnormal terjadi
pada keadaan hipo atau hiperventilasi. Hubungan antara tekanan dan saturasi
oksigen merupakan faktor yang penting pada nilai oksigenasi darah.
II.6 Hal-hal yang perlu diperhatikan
a. Tindakan pungsi
arteri harus dilakukan oleh perawat yang sudah terlatih
b. Spuit yang
digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi heparin untuk
mencegah darah membeku
mencegah darah membeku
c. Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak
mampu menoleransi nyeri, berikan
anestesi lokal
d. Bila
menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk mengetahui
kepatenan arteri
e. Untuk
memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri, lihat darah
yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti darah arteri.
yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti darah arteri.
f. Apabila darah
sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga darah tercampur rata dan tidak
membeku
g. Lakukan
penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri lebih deras dari pada vena)
h. Keluarkan
udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan tutup ujung jarum dengan
karet atau gabus
i.
Ukur tanda vital (terutama suhu)
sebelum darah diambil
j.
Segera kirim ke laboratorium ( sito )
Berikut
terdapat beberapa cara mudah dalam membaca hasil BGA:
1. Lihat pH
Langkah
pertama adalah lihat pH. pH normal dari darah antara 7,35 – 7,45. Jika pH darah
di bawah 7,35 berarti asidosis, dan jika di atas 7,45 berarti alkalosis.
2.
Lihat CO2
Langkah
kedua adalah lihat kadar pCO2. Kadar pCO2 normal adalah 35-45 mmHg. Di bawah 35
adalah alkalosis, di atas 45 asidosis.
3.
Lihat HCO3
Langkah
ketiga adalah lihat kadar HCO3. Kadar normal HCO3 adalah 22-26 mEq/L. Di bawah
22 adalah asidosis, dan di atas 26 alkalosis.
4. Bandingkan
CO2 atau HCO3 dengan pH
Langkah
selanjutnya adalah bandingkan kadar pCO2 atau HCO3 dengan pH untuk menentukan
jenis kelainan asam basanya. Contohnya, jika pH asidosis dan CO2 asidosis, maka
kelainannya disebabkan oleh sistem pernapasan, sehingga disebut asidosis
respiratorik. Contoh lain jika pH alkalosis dan HCO3 alkalosis, maka kelainan
asam basanya disebabkan oleh sistem metabolik sehingga disebut metabolik
alkalosis.
5. Apakah
CO2 atau HCO3 berlawanan dengan pH
Langkah
kelima adalah melihat apakah kadar pCO2 atau HCO3 berlawanan arah dengan pH.
Apabila ada yang berlawanan, maka terdapat kompensasi dari salah satu sistem
pernapasan atau metabolik. Contohnya jika pH asidosis, CO2 asidosis dan HCO3
alkalosis, CO2 cocok dengan pH sehingga kelainan primernya asidosis
respiratorik. Sedangkan HCO3 berlawanan dengan pH menunjukkan adanya kompensasi
dari sistem metabolik.
6. Lihat pO2
dan saturasi O2
Langkah
terakhir adalah lihat kadar PaO2 dan O2 sat. Jika di bawah normal maka
menunjukkan terjadinya hipoksemia. Untuk memudahkan mengingat mana yang searah
dengan pH dan mana yang berlawanan, maka kita bisa menggunakan akronim ROME.
Respiratory
Opposite :
pCO2 di atas normal berarti pH semakin rendah (asidosis) dan sebaliknya, & Metabolic
Equal : HCO3 di atas normal berarti pH semakin tinggi (alkalosis) dan
sebaliknya.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Analisis gas darah merupakan
pemeriksaan untuk mengukur keasaman (pH), jumlah oksigen dan karbondioksida
dalam darah. Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi kerja paru-paru
dalam menghantarkan oksigen ke dalam sirkulasi darah dan mengambil
karbondioksida dari dalam darah Analisis gas darah meliputi pemeriksaan PO2,
PCO3, pH, HCO3, dan saturasi O2.
III.2 Saran
Semoga kita
selaku analis kesehatan dapat memahami tentang analisa gas darah.
DAFTAR
PUSTAKA
Irawan, Hadi. 2000. Uji Laboratorium Klinik. Bandung: Yrama
Widya
Supomo, Kuncoro. 1995. Analyzer Blood Gas. Jakarta: D-Medika
Raslan, Widodo. 1998. Analisa Gas Darah. Surakarta :
Sindhunata.