BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dewasa ini berkembang semakin pesat. Salah satu perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sering diterapkan adalah bioteknologi.
Bioteknologi merupakan pemanfaatan berbagai prinsip ilmiah dan rekayasa
terhadap organisme, sistem, atau proses biologis untuk menghasilkan atau
meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi
kepentingan hidup manusia. Secara umum bioteknologi dikelompokkan menjadi dua,
yaitu bioteknologi tradisional dan bioteknologi modern. Bioteknologi
tradisional merupakan bioteknologi yang memanfaatkan mikroba, proses biokimia,
dan proses genetik yang terjadi secara alami. Bioteknologi tradisional ini
terus mengalami perkembangan hingga ditemukannya struktur DNA yang diikuti
dengan penemuan lainnya. Dengan ditemukannya struktur DNA dan berkembangnya
ilmu pengetahuan tentang DNA, muncullah istilah bioteknologi modern.
Bioteknologi modern merupakan
bioteknologi yang didasarkan pada manipulasi atau rekayasa DNA. Bioteknologi
yang didasarkan pada manipulasi DNA ini dilakukan dengan memodifikasi gen
spesifik dan memindahkannya pada organisme yang berbeda, seperti bakteri,
hewan, dan tumbuhan. Produk dari bioteknologi modern, misalnya insulin, kloning
domba Dolly, antibodi monoklonal. Dalam aplikasinya, bioteknologi menerapkan
berbagai macam disiplin ilmu. Disiplin ilmu tersebut antara lain: mikrobiologi
(tentang mikroba), biologi sel (tentang sel), genetika (tentang pewarisan sifat
makhluk hidup), dan biokimia (tentang makhluk hidup dilihat dari aspek
kimianya). Salah satu pokok bahasan yang penting untuk di pahami yaitu mengenai
Polymerase Chain Reaction atau yang lebih dikenal dengan istilah PCR. PCR
adalah suatu metode in vitro untuk menghasilkan sejumlah fragmen DNA spesifik
dengan panjang dan jumlah skuens yang telah ditentukan dari jumlah kecil
template kompleks.
PCR merupakan suatu teknik sangat kuat dan sangat sensitif dan dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang seperti biologi molekuler, genetika populasi, dan analisis forensik. Mengingat peningnya peranan teknik PCR ini terhadap perkembangan ilmu pengetahuan kedepan, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang teknik PCR, prinsip-prinsip PCR, pertimbangan penggunaan PCR, dan manfaat PCR.
PCR merupakan suatu teknik sangat kuat dan sangat sensitif dan dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang seperti biologi molekuler, genetika populasi, dan analisis forensik. Mengingat peningnya peranan teknik PCR ini terhadap perkembangan ilmu pengetahuan kedepan, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang teknik PCR, prinsip-prinsip PCR, pertimbangan penggunaan PCR, dan manfaat PCR.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)?
2. Apasaja
tahapan-tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR)?
3. Alat
dan bahan apa saja yang dibutuhkan dalam Polymerase Chain Reaction (PCR)?
4. Apakah
komponen-komponen yang dibutuhkan dalam proses Polymerase Chain Reaction (PCR)?
5. Apa
saja variasi dari Polymerase Chain Reaction (PCR)?
6. Apa
saja manfaat dari Polymerase Chain Reaction (PCR)?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan pengendalian ekspresi genetic
2. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
3. Untuk
mengetahui apa saja tahapan-tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR).
4. Untuk
mengetahui alat dan bahan apa saja yang dibutuhkan dalam Polymerase Chain
Reaction (PCR).
5. Untuk
mengetahui apakah komponen-komponen yang dibutuhkan dalam proses Polymerase
Chain Reaction (PCR).
6. Untuk
mengetahui apa saja variasi dari Polymerase Chain Reaction (PCR).
7. Untuk
mengetahui apa saja manfaat dari Polymerase Chain Reaction (PCR).
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1
Definisi Polymerase Chain Reaction (PCR)
Reaksi berantai polimerase atau lebih
umum dikenal sebagai PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik
atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan
organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan
waktu relatif singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan
DNA. Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan ia memperoleh
hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut. Penerapan PCR banyak
dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular karena relatif murah dan
hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil. Polymerase Chain Reaction (PCR),
merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi nukleotida
secara in vitro. Metode PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan
jutaan kali dari jumlah semula. Setiap urutan basa nukleotida yang
diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Kunci utama pengembangan PCR
adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan
meminimalkan amplifikasi urutan non-target.
Pada dasarnya reaksi PCR adalah tiruan
dari proses replikasi DNA in vivo, yaitu dengan adanya pembukaan rantai DNA
(denaturasi) utas ganda, penempelan primer (annealing) dan perpanjangan rantai
DNA baru (extension) oleh DNA polimerase dari arah terminal 5’ ke 3’. Hanya
saja pada teknik PCR tidak menggunakan enzim ligase dan primer RNA. Secara
singkat, teknik PCR dilakukan dengan cara mencampurkan sampel DNA dengan primer
oligonukleotida, deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), enzim termostabil Taq
DNA polimerase dalam larutan DNA yang sesuai, kemudian menaikkan dan menurunkan
suhu campuran secara berulang beberapa puluh siklus sampai diperoleh jumlah
sekuens DNA yang diinginkan.
Menurut Erlich (1989) PCR adalah suatu
metode in vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuens tertentu DNA dengan
menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita yang
berlawanan dan mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan tingginya tingkat
kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik ini
semakin luas penggunaannya.
PCR didasarkan pada amplifikasi
enzimatik fragmen DNA dengan menggunakan dua oligonukleotida primer yaitu
komplementer dengan ujung 5’dari dua untaian skuen target. Oligonukleotida ini
digunakan sebagai primer (primer PCR) untuk memungkikan DNA template dikopi
oleh DNA polimerase. Untuk mendukung terjadinya annealing primer ini pada
template pertama kali diperlukan untuk memisahkan untaian DNA substrat melalui
pemanasan.
Hampir semua aplikasi PCR mempekerjakan DNA polimerase yang stabil terhadap panas, seperti polimerase Taq. Awalnya enzim diisolasi dari bakteri Aquaticus Thermus. DNA polimerase enzimatis ini merakit sebuah untai DNA baru dari pembangunan blok DNA, nukleotida , dengan menggunakan DNA beruntai tunggal sebagai template dan oligonukleotida DNA (juga disebut primer DNA ), yang dibutuhkan untuk inisiasi sintesis DNA. Sebagian besar metode PCR menggunakan siklus termal , yaitu, bergantian pemanasan dan pendinginan sampel PCR untuk serangkaian langkah pasti suhu.
Hampir semua aplikasi PCR mempekerjakan DNA polimerase yang stabil terhadap panas, seperti polimerase Taq. Awalnya enzim diisolasi dari bakteri Aquaticus Thermus. DNA polimerase enzimatis ini merakit sebuah untai DNA baru dari pembangunan blok DNA, nukleotida , dengan menggunakan DNA beruntai tunggal sebagai template dan oligonukleotida DNA (juga disebut primer DNA ), yang dibutuhkan untuk inisiasi sintesis DNA. Sebagian besar metode PCR menggunakan siklus termal , yaitu, bergantian pemanasan dan pendinginan sampel PCR untuk serangkaian langkah pasti suhu.
Langkah-langkah siklus termal yang
diperlukan pertama yang secara fisik memisahkan dua helai dalam heliks ganda
DNA pada suhu tinggi dalam proses yang disebut DNA leleh . Pada suhu yang lebih
rendah, masing-masing untai kemudian digunakan sebagai template dalam sintesis
DNA oleh polimerase DNA untuk selektif memperkuat DNA target. Selektivitas
hasil PCR dari penggunaan primer yang komplementer ke wilayah yang ditargetkan
untuk amplifikasi DNA di bawah kondisi spesifik siklus termal.
2.2 Tahapan-Tahapan Polymerase
Chain Reaction (PCR)
Proses PCR terdiri dari tiga tahapan,
yaitu denaturasi DNA templat, penempelan (annealing) primer, dan polimerisasi
(extension) rantai DNA. Denaturasi merupakan proses pemisahan utas ganda DNA
menjadi dua utas tunggal DNA yang menjadi cetakan (templat) sebagai tempat
penempelan primer dan tempat kerja DNA polimerase, dengan pemanasan singkat
pada suhu 90-95°C selama beberapa menit. Penjelasan ringkas tentang setiap
siklus reaksi PCR adalah sebagai berikut:
Ø Denaturasi.
Selama proses denaturasi, DNA untai
ganda akan membuka menjadi dua untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu
denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa
yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya
reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan
antara suhu 90 C – 95̊ C.
Ø Penempelan
Primer.
Pada
tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik
yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen
akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada templat. Proses ini
biasanya dilakukan pada suhu 50oC – 60oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan
sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus
kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada
72oC.
Ø Reaksi
Polimerisasi (extension).
Umumnya, reaksi polimerisasi atau
perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72oC. Primer yang telah menempel
tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3’nya dengan penambahan dNTP yang
komplemen dengan templat oleh DNA polimerase.
Jika siklus dilakukan berulang-ulang
maka daerah yang dibatasi oleh dua primer akan di amplifikasi secara
eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai ganda), sehingga mencapai
jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus
dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum
siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus
akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan seterusnya. Sehingga
perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial. PCR dengan menggunakan
enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap siklus akan menyebabkan
penambahan satu nukleotida A pada ujung 3’ dari potongan DNA yang dihasilkan.
Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan vektor
yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5’-nya. Proses PCR dilakukan
menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler.
Gambar 01.
Proses Amplikasi Secara Eksponensial.
Selain
ketiga proses tersebut, secara umum PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan
berikut:
Ø Pra-Denaturasi
Dilakukan selama 1-9 menit di awal
reaksi untuk memastikan kesempurnaan denaturasi dan mengaktifasi DNA Polymerase
(jenis hot-start alias baru aktif kalau dipanaskan terlebih dahulu).
Ø Final
Elongasi
Biasanya dilakukan pada suhu optimum
enzim (70-72oC) selama 5-15 menit untuk memastikan bahwa setiap utas tunggal
yang tersisa sudah diperpanjang secara sempurna. Proses ini dilakukan setelah
siklus PCR terakhir.
Gambar
02. Siklus Polymerase Chain Reactions (PCR)
2.3 Alat dan Bahan yang Dibutuhkan
dalam Polymerase Chain Reaction (PCR)
Reagen khusus yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan proses PCR secara in vitro antara lain :
1. Pasangan
primer oligonukleotida sintetik mengapit urutan yang akan diamplifikasi
2. Buffer
PCR 5X (250 mM KCl, 50 mM Tris-HCl pH 8,3, 7,5 mM MgCl2)
3. Campuran
dari empat dNTP (dGTP, dATP, dTTP, dCTP) masing-masing sebesar 2,5 mM (ultra
murni DNTP set, Pharmacia # 27-2035-01). DNTP campuran dibuat dengan volume 10
mM larutan dari masing-masing empat dNTP terpisah yang digabung.
4. Taq
DNA Polymerase (AmpliTaqTM, Perkin-Elmer/Cetus)
5. Minyak
mineral ringan
6. Akrilamida
(grade elektroforesis)
7. N,
N’-Methylenebisacrylamide (grade elektroforesis, Ultra-Pure/BRL, # 5516UB)
8. Amonium
persulfat (Ultra-Pure/BRL, # 5523UA)
9. TEMED
(N, N, N’N ‘Tetramethylethylenediamine, Ultra-Murni / BRL, # 5524UB)
Peralatan khusus yang
yang dibutuhkan dalam pelaksanaan PCR antara lain:
1. Mighty-small
II SE-250 vertical gel electrophoresis unit (Hoefer)
2. Perkin-Elmer/Cetus
Thermal Cycler
3. Sterile
Thin-wall 0.5 ml Thermocycler microfuge tubes: (TC-5, Midwest Scientific)
2.4 Komponen-Komponen Polymerase
Chain Reaction (PCR)
beberapa
komponen-komponen PCR antara lain:
1. Enzim
DNA Polymerase
Dalam sejarahnya, PCR dilakukan dengan
menggunakan Klenow fragment DNA Polimerase I selama reaksi polimerisasinya.
Enzime ini ternyata tidak aktif secara termal selama proses denaturasi,
sehingga peneliti harus menambahkan enzim di setiap siklusnya. Selain itu,
enzim ini hanya bisa dipakai untuk perpanjangan 200 bp dan hasilnya menjadi
kurang spesifik. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, dalam perkembangannya
kemudian dipakai enzim Taq DNA polymerase yang memiliki keaktifan pada suhu
tinggi. Oleh karenanya, penambahan enzim tidak perlu dilakukan di setiap
siklusnya, dan proses PCR dapat dilakukan dalam satu mesin
2. Primer
Primer merupakan oligonukleotida pendek
rantai tunggal yang mempunyai urutan komplemen dengan DNA templat yang akan
diperbanyak. Panjang primer berkisar antara 20-30 basa. Untuk merancang urutan
primer, perlu diketahui urutannukleotida pada awal dan akhir DNA target. Primer
oligonukleotida di sintesis menggunakan suatu alat yang disebut DNA
synthesizer.
3. Reagen
lainnya
Selain enzim dan primer, terdapat juga
komponen lain yang ikut menentukan keberhasilan reaksi PCR. Komponen tersebut
adalah dNTP untuk reaksi polimerisasi, dan buffer yang mengandung MgCl2.
Konsentrasi ion Mg2+dalam campuran reaksi merupakan hal yang sangat kritis.
Konsentrasi ion Mg2+ ini sangat mempengaruhi proses primer annealing, denaturasi,
spesifisitas produk, aktivitas enzim dan fidelitas reaksi.
2.5 Variasi dari Polymerase Chain
Reaction (PCR)
Ada
banyak variasi dari PCR yang umum di kenal, antara lain:
v Alel-spesifik
PCR : atau kloning teknik diagnostik yang didasarkan pada -nukleotida polimorfisme
tunggal (SNP) Hal ini membutuhkan pengetahuan sebelumnya dari urutan DNA,
termasuk perbedaan antara alel , dan menggunakan primer yang 3 'berakhir
meliputi SNP. amplifikasi PCR dalam kondisi ketat jauh kurang efisien dalam
adanya ketidaksesuaian antara template dan primer, amplifikasi sukses jadi
dengan kehadiran sinyal primer spesifik-SNP dari SNP spesifik secara berurutan.
v Polymerase
Cycling Assembly (PCA): sintesis buatan urutan DNA yang panjang dengan
melakukan PCR di kolam oligonukleotida panjang dengan segmen tumpang tindih
pendek. The oligonukleotida bergantian antara rasa dan arah antisense, dan
segmen tumpang tindih menentukan urutan fragmen PCR, sehingga selektif
menghasilkan produk DNA panjang akhir.
v Asymmetric
PCR : Menguatkan satu untai DNA dalam template DNA beruntai ganda. Hal ini
digunakan dalam sequencing dan hibridisasi probing amplifikasi hanya satu
dari dua untai komplementer diperlukan. PCR dilakukan seperti biasa, tetapi
dengan kelebihan besar primer untuk untai yang ditargetkan untuk amplifikasi.
Karena (lambat aritmatika amplifikasi) kemudian dalam reaksi setelah membatasi
primer telah digunakan Facebook, siklus PCR tambahan yang diperlukan.
v Amplifikasi
tergantung helikase : mirip dengan PCR tradisional, tetapi menggunakan suhu
konstan daripada bersepeda melalui denaturasi dan annealing / siklus ekstensi.
DNA helikase , sebuah enzim yang unwinds DNA, digunakan di tempat denaturasi
termal.
v Hot
Start PCR : teknik yang mengurangi amplifikasi non-spesifik selama proses set
up awal tahapan PCR. Ini dapat dilakukan secara manual dengan memanaskan
komponen reaksi terhadap temperatur leleh (misalnya, 95°C) sebelum menambahkan
polimerase. Khusus sistem enzim telah dikembangkan yang menghambat polimerase,
aktivitas pada suhu sekitar, baik oleh mengikat dari antibodi atau oleh
kehadiran inhibitor yang terikat kovalen yang terdisosiasi hanya setelah suhu
aktivasi langkah-tinggi. Hot-start/cold-finish PCR dicapai dengan polimerase
hibrida baru yang tidak aktif pada suhu kamar dan akan segera diaktifkan pada
suhu perpanjangan.
v PCR
spesifik Intersequence (ISSR): metode PCR untuk sidik jari DNA yang memperkuat
daerah antara mengulangi urutan sederhana untuk menghasilkan sidik jari yang
unik dengan panjang fragmen diperkuat.
v Inverse
PCR : umumnya digunakan untuk mengidentifikasi urutan mengapit sekitar genom
sisipan. Ini melibatkan serangkaian digestions DNA dan ligasi diri, sehingga
diketahui pada urutan kedua ujung urutan tidak diketahui.
v Mediated
PCR Ligasi : menggunakan linker DNA kecil diligasikan dengan DNA kepentingan
dan beberapa primer anil ke linker DNA, tetapi telah digunakan untuk sekuensing
DNA , berjalan genom , dan DNA footprinting.
v PCR
spesifik Metilasi (MSP): dikembangkan oleh Stephen Baylin dan Jim Herman di
Johns Hopkins School of Medicine dan digunakan untuk mendeteksi metilasi dari
CpG pulau dalam DNA genom. DNA pertama diobati dengan natrium bisulfit, yang
mengubah unmethylated basa sitosin ke urasil, yang diakui oleh primer PCR
sebagai timin. Dua PCR kemudian dilakukan pada DNA dimodifikasi, menggunakan
primer set identik kecuali pada setiap pulau CpG dalam urutan primer. Pada
titik-titik ini, satu set primer mengakui DNA dengan sitosin untuk
mengamplifikasi DNA alkohol, dan satu set mengakui DNA dengan urasil atau timin
untuk mengamplifikasi DNA unmethylated. MSP menggunakan qPCR juga dapat
dilakukan untuk mendapatkan informasi kuantitatif daripada kualitatif tentang
metilasi.
v Miniprimer
PCR : menggunakan polimerase termostabil (S-TBR) yang dapat memperpanjang dari
primer pendek ("smalligos") sesingkat 9 atau 10 nukleotida. Metode
ini memungkinkan menargetkan untuk mengikat PCR primer daerah yang lebih kecil,
dan digunakan untuk memperkuat sekuens DNA, seperti atau eukariotik 18S rRNA).
v Multiplex
Ligasi-dependent Probe Amplifikasi (MLPA): izin beberapa sasaran diperkuat
dengan hanya sepasang primer tunggal, sehingga menghindari keterbatasan
resolusi PCR multipleks.
v Multiplex-PCR
: terdiri dari beberapa set primer dalam campuran PCR tunggal untuk
menghasilkan amplikon dari berbagai ukuran yang spesifik untuk sekuens DNA yang
berbeda. Dengan penargetan gen sekaligus, informasi tambahan dapat diperoleh
dari lari-tes tunggal yang tidak akan membutuhkan beberapa kali reagen dan
lebih banyak waktu untuk melakukan. temperatur Annealing untuk masing-masing
set primer harus dioptimalkan untuk bekerja dengan benar dalam reaksi tunggal,
dan ukuran amplikon. Artinya, panjangnya pasangan basa harus berbeda cukup
untuk membentuk band yang berbeda ketika divisualisasikan dengan elektroforesis
gel .
v Nested
PCR : meningkatkan kekhususan amplifikasi DNA, dengan mengurangi latar belakang
karena khusus non amplifikasi DNA. Dua set primer yang digunakan dalam dua PCR
berturut-turut. Dalam reaksi pertama, sepasang primer digunakan untuk
menghasilkan produk DNA, yang selain target yang dimaksud, masih dapat terdiri
dari fragmen DNA non-khusus diperkuat. Produk (s) yang kemudian digunakan dalam
PCR kedua dengan satu set primer yang mengikat situs sebagian atau seluruhnya
berbeda dari dan terletak 3 'dari masing-masing primer yang digunakan dalam
reaksi pertama. Nested PCR sering lebih berhasil dalam memperkuat fragmen
spesifik DNA yang panjang dari PCR konvensional, tapi membutuhkan pengetahuan
lebih rinci tentang urutan target.
v Tumpang
tindih-ekstensi PCR atau Penyambungan tumpang tindih ekstensi (BUMN) : sebuah
rekayasa genetika teknik yang digunakan untuk splice bersama lebih fragmen DNA
atau dua yang berisi urutan komplementer. Hal ini digunakan untuk bergabung
dengan potongan DNA yang mengandung gen, urutan peraturan, atau mutasi, teknik
tersebut memungkinkan penciptaan DNA spesifik dan panjang konstruksi.
v Kuantitatif
PCR (Q-PCR) : digunakan untuk mengukur jumlah produk PCR (umum secara
real-time). Ini secara kuantitatif jumlah ukuran mulai DNA, cDNA, atau RNA.
Q-PCR biasanya digunakan untuk menentukan apakah urutan DNA hadir dalam sampel
dan jumlah salinan dalam sampel. Kuantitatif real-time PCR memiliki tinggi
tingkat yang sangat presisi. QRT-PCR metode menggunakan pewarna fluorescent,
seperti Sybr Green, EvaGreen atau fluorophore DNA probe yang mengandung seperti
TaqMan, untuk mengukur jumlah produk yang diperkuat secara real time. Hal ini
juga kadang-kadang disingkat RT-PCR (R T ime Bit PCR) atau RQ-PCR. QRT-PCR atau
RTQ-PCR sesuai kontraksi lebih, karena RT-PCR umumnya mengacu pada reverse
transkripsi PCR (lihat di bawah), sering digunakan dalam hubungannya dengan
Q-PCR.
v RT
reverse transcription PCR (RT-PCR) : untuk memperkuat DNA dari RNA. Reverse
transcriptase mentranskripsi RNA menjadi cDNA , yang kemudian diamplifikasi
dengan PCR. RT-PCR secara luas digunakan dalam profiling ekspresi , untuk
menentukan ekspresi gen atau untuk mengidentifikasi urutan dari transkrip RNA,
termasuk start transkripsi dan situs penghentian. Jika urutan DNA genom gen
diketahui, RT-PCR dapat digunakan untuk memetakan lokasi ekson dan intron dalam
gen. 5 'akhir dari gen (sesuai dengan awal transkripsi) biasanya diidentifikasi
oleh RACE-PCR (Rapid Amplifikasi cDNA End).
v PCR
Thermal asimetris interlaced ( TAIL-PCR ) : untuk isolasi dari suatu urutan
yang tidak diketahui mengapit urutan yang dikenal. Dalam urutan diketahui,
TAIL-PCR menggunakan sepasang nested primer dengan suhu yang berbeda anil;
degenerate primer digunakan untuk memperkuat yang lain dari arah yang tidak diketahui.
v Touchdown
PCR (Langkah-mundur PCR) : sebuah varian dari PCR yang bertujuan untuk
mengurangi latar belakang spesifik secara bertahap menurunkan suhu anil sebagai
bersepeda PCR berlangsung. Suhu anil pada awal siklus biasanya beberapa derajat
(3-5 ° C) di atas m T primer yang digunakan, sedangkan pada siklus kemudian,
ini adalah beberapa derajat (3-5°C) di bawah T primer m. Suhu tinggi memberikan
spesifisitas yang lebih besar untuk primer mengikat, dan suhu yang lebih rendah
izin lebih amplifikasi efisien dari produk tertentu terbentuk selama siklus
awal.
2.6 Manfaat Polymerase Chain Reaction
(PCR)
·
Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat
digunakan untuk:
Amplifikasi urutan nukleotida.
Amplifikasi urutan nukleotida.
·
Menentukan kondisi urutan nukleotida
suatu DNA yang mengalami mutasi.
·
Bidang kedokteran forensik.
·
Melacak asal-usul sesorang dengan
membandingkan “finger print”.
Saat
ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan,
diantaranya:
·
Isolasi Gen.
Kita tahu bahwa DNA makhluk hidup memiliki ukuran
yang sangat besar, DNA manusia saja panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan di
dalamnya mengandung ribuan gen. Fungsi utama DNA adalah sebagai sandi genetik,
yaitu sebagai panduan sel dalam memproduksi protein, DNA ditranskrip
menghasilkan RNA, RNA kemudian diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam
amino alias protein. Dari sekian panjang DNA genome, bagian yang menyandikan
protein inilah yang disebut gen, sisanya tidak menyandikan protein atau disebut
‘junk DNA’, DNA ‘sampah’ yang fungsinya belum diketahui dengan baik.
Para ahli seringkali membutuhkan gen tertentu untuk
diisolasi. Sebagai contoh, dulu kita harus mengekstrak insulin langsung dari
pancreas sapi atau babi, kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang
rumit dan tentu saja mahal serta memiliki efek samping karena insulin dari sapi
atau babi tidak benar-benar sama dengan insulin manusia.
Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat
mengisolasi gen penghasil insulin dari DNA genome manusia, lalu menyisipkannya
ke sel bakteri (dalam hal ini E. coli) agar bakteri dapat memproduksi insulin.
Hasilnya insulin yang sama persis dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia,
dan sekarang insulin tinggal diekstrak dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan
tentunya lebih murah ketimbang cara konvensional yang harus ‘mengorbankan’ sapi
atau babi.
Untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama ‘probe’ yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.
Untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama ‘probe’ yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.
·
DNA Sequencing.
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik
DNA Sequencing, metode yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain
termination method) yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator,
dimana proses awalnya adalah reaksi PCR dengan pereaksi yang agak berbeda,
yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR biasa menggunakan 2 primer) dan adanya
tambahan dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent. Karena warna fluorescent
untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak diketahui bisa
ditentukan.
·
Identifikasi Forensik.
Seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku
maupun korban), atau korban kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika
identifikasi secara fisik sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka
pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil dari bagian tubuh
manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi bagian-bagian
tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang
unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarganya
yang memiliki pertalian darah, misalnya ibu atau bapak kandung. Jika memiliki
kecocokan yang sangat tinggi maka bisa dipastikan identitas orang yang
dimaksud.
Banyak orang yang juga yang memanfaatkan pengujian ini untuk menelusuri orang tua ‘sesungguhnya’ dari seorang anak jika sang orang tua merasa ragu.
Banyak orang yang juga yang memanfaatkan pengujian ini untuk menelusuri orang tua ‘sesungguhnya’ dari seorang anak jika sang orang tua merasa ragu.
·
Diagnosa Penyakit.
Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut
flu babi sedang mewabah saat ini, bahkan satu fase lagi dari fase pandemi.
Penyakit berbahaya seperti ini memerlukan diagnosa yang cepat dan akurat. PCR
merupakan teknik yang sering digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan
diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi
daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus Influenza A (H1N1) yang
tidak dimiliki oleh virus atau makhluk lainnya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah
metode in vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuens tertentu DNA dengan
menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita yang
berlawanan dan mengapit dua target DNA.
Tahapan-Tahapan Polymerase Chain
Reaction (PCR), denaturasi DNA templat, penempelan (annealing) primer, dan
polimerisasi (extension) rantai DNA.
Komponen-Komponen Polymerase Chain
Reaction (PCR), Enzim DNA Polymerase: enzim Taq DNA polymerase yang memiliki
keaktifan pada suhu tinggi; Primer merupakan oligonukleotida pendek rantai
tunggal yang mempunyai urutan komplemen dengan DNA templat yang akan
diperbanyak. Panjang primer berkisar antara 20-30 basa; Reagen lainnya berupa
dNTP untuk reaksi polimerisasi, dan buffer yang mengandung MgCl2.
Manfaat Polymerase Chain Reaction (pcr),
yaitu: amplifikasi urutan nukleotida, menentukan kondisi urutan nukleotida
suatu DNA yang mengalami mutasi, bidang kedokteran forensik, melacak asal-usul
sesorang dengan membandingkan DNA “finger print”.
3.2 Saran
Hendaknya pembahasan tentang Polymerase
Chain Reactions (PCR) dapat lebih di perdalam, mengingat bahasan yang disajikan
dalam makalah ini masih sangat sedikit. Sehingga diharapkan pengetahuan kita
tentang Polymerase Chain Reactions (PCR) akan lebih baik, guna menunjang
pengetahuan yang kita miliki sebagai seorang mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2011. PCR (Polimerase Chain Reaction). Diperoleh dari: www. http://www.medicinenet.com. Diakses pada 5
April 2011.
Campbell
dan Farrell. 2008. Biochemistry Sixt Edition. Brooks/cole. Kanada.
Elrod,S., dan William S. 2011.
Genetika edisi 4. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Mahmuddin,
2010. Polimerase Chain Reaction (PCR). Diperoleh dari : www. http://mahmuddin.wordpress.com/.
Diakses pada 5 April 2011.
Nasir,
M. 2002. Bioteknologi Molekuler. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Sandra,
R.N., 2011. Polimerase Chain Reaction. Diperoleh dari: www. http://restunidia.blogspot.com/. Diakses
pada 5 April 2011.
Stanfield,
W., dkk. 2009. Biologi Molekuler dan Sel. Erlangga. Jakarta
Wikipedia,
2011. Polimerase Chain Reaction. Diperoleh dari: www. http://en.wikipedia.org/wiki/ Polymerase_chain_reaction.
diakses pada 5 April 2011.