BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan disektor kesehatan bertujuan
untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia. Penyakit cacingan termasuk
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia karena
cacingan akan mempengaruhi status gizi, daya kognitif dan produktifitas kerja.
Dalam rangka menuju indonesia sehat 2010, pembangunan kesehatan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, pembangunan tersebut
mempunyai tujuan untuk mewujudkan manusia yang sehat, produktif dan mempunyai
daya saing yang tinggi. Salah atu ciri bangsa yang maju adalah bangsa yang
mempunyai derajat kesehatan yang tinggi dengan mutu kehidupan yang tinggi pula.
Di indonesia masih banyak penyakit yang
merupakan masalah kesehatan, salah satu diantaranya adalah cacing perut yang
ditularkan melalui tanah. Cacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi
kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktifitas penderitanya sehingga secara
ekonomi banyak menyebabkan kerugian, karena menyebabkan kehilangan karbohidrat
dan protein serta kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas sumber daya
manusia.
Manusia merupakan hospes defenitif
beberapa nematoda usus (cacing perut), yang dapat mengakibatkan masalah bagi
kesehatan masyarakat. Diantara cacing perut tardapat sejumlah spesies yang
ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminths). Diantara cacing
tersebut yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris lumricoides), cacing
tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk
(Trichuris trichiura). Jenis – jenis cacing tersebut banyak temukan di daerah
tropis seperti Indonesia.
Dalam diagnosis infeksi cacing usus secara
parasitologi, bahan yang diperiksa adalah tinja penderita. Kepekaan suatu
metode diagnosis sangat penting tidak hanya untuk menentukan ada tidaknya
infeksi, namun juga untuk menguji keberhasilan penggunaan obat cacing yang
dipakai dalam pengobatan. Ada beberapa metode pemeriksaan tinja Dimana metode konsentrasi terdiri atas cara
sedimentasi dan cara pengapungan. Baik sedimentasi maupun pengapungan lebih
sensitif dibanding pemeriksaan langsung.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis cacing
perut yang paling banyak mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat di
Indonesia
2. untuk mengetahui hospes, nama penyakit,
distribusi geografik, lingkaran hidup, patofisiologi, gejala klinik, diagnosis,
epidemiologi dan pengobatan dari cacing gelang ( Ascaris lumricoides ) , cacing
tambang ( Ancylostoma duodenale ) dan cacing cambuk ( Trichuris trichiura ).
3. untuk mengetahui cara identifikasi /
pemeriksaan telur cacing cacing gelang ( Ascaris lumricoides ) , cacing tambang
( Ancylostoma duodenale ) dan cacing cambuk ( Trichuris trichiura ) menggunakan
cara sedimentasi.
4. untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari
pemeriksaan telur cacing dengan cara
sedimentasi.
5. Untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan
penyakit cacingan
1.3 Rumusan masalah
1. Apa saja jenis cacing perut yang paling
banyak menimbulkan masalah bagi kesehatan masyarakat di Indonesia ?
2. Apa dan bagaimana hospes, nama penyakit, distribusi geografik,
lingkaran hidup, patofisiologi, gejala klinik, diagnosis, epidemiologi dan
pengobatan dari cacing gelang ( Ascaris lumricoides ) , cacing tambang (
Ancylostoma duodenale ) dan cacing cambuk ( Trichuris trichiura ) ?
3. Bagaimana cara identifikasi / pemeriksaan
telur cacing cacing gelang ( Ascaris lumricoides ) , cacing tambang (
Ancylostoma duodenale ) dan cacing cambuk ( Trichuris trichiura ) menggunakan
cara sedimentasi ?
4. Apa kelebihan dan kekurangan dari pemeriksaan
telur cacing dengan cara sedimentasi ?
5. Bagaiman pengobatan dan pencegahan pada
penyakit cacingan?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Jenis cacing perut yang paling banyak mengakibatkan
masalah bagi kesehatan masyarakat di Indonesia
Manusia merupakan hospes defenitif
beberapa nematoda usus (cacing perut), yang dapat mengakibatkan masalah bagi
kesehatan masyarakat. Diantara cacing perut tardapat sejumlah spesies
yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminths). Diantara cacing
tersebut yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris lumricoides), cacing
tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk
(Trichuris trichiura). Jenis – jenis cacing tersebut banyak temukan di daerah
tropis seperti Indonesia.
Pada umumnya telur cacing bertahan pada tanah yang lembab, tumbuh menjadi telur
yang infektif. Dalam diagnosis
infeksi cacing usus secara parasitologi, bahan yang diperiksa adalah tinja
penderita. Kepekaan suatu metode diagnosis sangat penting tidak hanya
untuk menentukan ada tidaknya infeksi, namun juga untuk menguji keberhasilan
penggunaan obat cacing yang dipakai dalam pengobatan. Ada beberapa metode pemeriksaan tinja, yaitu
metode langsung dan metode konsentrasi. Dimana metode konsentrasi terdiri atas
cara sedimentasi dan cara pengapungan. Baik sedimentasi maupun pengapungan
lebih sensitif dibanding pemeriksaan langsung.
2.2 Hospes, nama penyakit, distribusi
geografik, lingkaran hidup, patofisiologi, gejala klinik, diagnosis,
epidemiologi dan pengobatan dari cacing gelang (Ascaris lumricoides), cacing
tambang (Ancylostoma duodenale) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura )
v
Cacing Gelang ( Ascaris lumricoides )
·
Hospes dan nama penyakit
Manusia
merupakan satu – satunya hospes Ascaris lumricoides. Penyakit yang disebabkannya disebut askariasis.
·
Distribusi
geografik
Parasit ini
ditemukan kosmopolit. Survei yang dilakukan di indonesia antara tahun 1970 –
1980 menunjukkan pada umumnya prevalensi 70 % atau lebih.
·
Lingkaran
hidup
Cacing
jantan berukuran 10 – 30 cm, sedangkan betina 22 – 35 cm. Pada stadium dewasa
hidup dirongga usus halus. cacing betina dapat bertelur sampai 100.000 –
200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak
dibuahi. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk
infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan
manusia, akan menetas menjadi larva di usus halus, larva tersebut menembus
dinding usus menuju pembuluh darah atau saluran limfa dan dialirkan ke jantung
lalu mengikuti aliran darah ke paru – paru menembus dinding pembuluh darah,
lalu melalui dinding alveolus masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trachea
melalui bronchiolus dan broncus. Dari trachea larva menuju ke faring, sehingga
meninbulkan rangsangan batuk, kemudian tertelan masuk ke dalam esofagus lalu
menuju ke usus halus, tumbuh menjadi cacing dewasa. Proses tersebut memerlukan
waktu kurang lebih 2 bulan sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa.
·
Patofisiologi
Disamping
itu gangguan dapat disebabkan oleh larva yang masuk ke paru – paru sehingga
dapat menyebabkan perdarahan pada dinding alveolus yang disebut sindroma
loeffter. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang –
kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan
berkurang, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak - anak dapat
terjadi gangguan penyerapan makanan ( malabsorbtion ). Keadaan yang serius,
bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi penyumbatan pada usus (
ileus obstructive ).
·
Gejala
klinik dan diagnosis
Gejala
penyakit cacingan memang tidak nyata dan sering dikacaukan dengan penyakit -
penyakit lain. Pada permulaan mungkin ada batuk – batuk eosinofilia. Orang (
anak ) yang menderita cacingan biasanya lesu, tidak bergairah, konsentrasi
belajar kurang. Pada anak – anak yang menderita Ascariasis perutnya nampak
buncit ( karena jumlah cacing dan kembung perut ) ; biasanya matanya pucat dan
kotor seperti sakit mata ( rembes ), dan seperti batuk pilek. Perut sering
sakit, diare, nafsu makan kurang. Karena orang ( anak ) masih dapat berjalan
dan sekolah atau bekerja, sering kali tidak dianggap sakit, sehingga terjadi
salah diagnosis dan salah pengobatan. Padahal secara ekonomis sudah menunjukkan
kerugian yaitu menurunkan produktifitas kerja dan mengurangi kemampuan belajar.
Karena gejala klinik yang tidak khas, perlu diadakan pemeriksaan tinja untuk
membuat diagnosis yang tepat, yaitu dengan menemukan telur – telur cacing
didalam tinja tersebut. Jumlah telur juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk
menentukan beratnya infeksi ( dengan cara menghitung telur ).
·
Epidemiologi
Telur cacing
gelang keluar bersama tinja pada tempat yang lembab dan tidak terkena sinar
matahari, telur tersebut tumbuh menjadi infektif. Infeksi cacing gelang terjadi
bila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman dan
dapat pula melalui tangan yang kotor ( tercemar tanah dengan telur cacinh ).
·
Pengobatan
Pengobatan
dapat dilakukan secara individu atau masal pada masyarakat. Pengobatan individu
dapat digunakan bermacam – macam obat misalnya piperasin, pirantel pamoat,
mebendazol atau albendazol. Pengobatan masal dapat dipilih obat dengan beberapa
parsyaratan yaitu :
-
Mudah
diterima dimasyarakat
-
Mempunyai
efek samping yang minim
-
Bersifat
polivalen sehingga dapat berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing
-
Harganya
murah ( terjangkau )
·
Prognosis
Pada umumnya
askariasis mempunyai prognosis baik. Tanpa pengobatan, infeksi cacing ini dapat
sembuh sendiri dalam waktu 1,5 tahun. Dengan pengobatan kesembuhan diperoleh
antara 70 – 99 %.
v Cacing cambuk ( Trichuris trichiura )
·
Hospes
dan nama penyakit
Manusia merupakan hospes cacing ini. Penyakit yang disebabkan disebut trikuriasis.
·
Distribusi
geografik
Cacing ini
bersifat kosmopolt ; terutama ditemukan didaerah panas dan lembab seperti di
indonesia.
·
Lingkaran
hidup
Cacing
betina panjangnya sekitar 5 cm dan yang jantan sekitar 4 cm. Cacing dewasa
hidup di kolon asendens dengan bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa usus.
Satu ekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur sehari sekitar 3.000 – 5.000 butir. Telur
yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja, telur menjadi matang (
berisi larva dan infektif ) dalam waktu 3 – 6 minggu di dalam tanah yang lembab
dan teduh. Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh
manusia ( hospes ), kemudian larva akan keluar dari telur dan masuk kedalam
usus halus sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk
ke kolon asendens dan sekum. Masa pertumbuhan mulai tertelan sampai menjadi
cacing dewasa betina dan siap bertelur sekitar 30 – 90 hari.
·
Patofisiologi
Cacing
cambuk pada manusia terutama hidup di sekum dapat juga ditemukan di dalam kolon
asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak cacing ini tersebar diseluruh
kolon dan rektum, kadang – kadang terlihat pada mukosa rektum yang mengalami
prolapsus akibat mengejannya penderita sewaktu defekasi. Cacing ini memasukkan
kepalanya ke dalam mukosa usus hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi
dan peradangan mukosa usus. Pada tempat pelekatannya dapat menimbulkan
perdarahan. Disamping itu cacing ini menghisap darah hospesnya sehingga dapat
menyebabkan anemia.
·
Gejala
klinik dan diagnosis
Infeksi
cacing cambuk yang ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau
sama sekali tanpa gejala. Sedangkan infeksi cacing cambuk yang berat dan
menahun terutama pada anak menimbulkan gejala seperti diare, disentri, anemia,
berat badan menurun dan kadang – kadang terjadi prolapsus rektum. Infeksi
cacing cambuk yang berat juga sering disertai dengan infeksi cacing lainnya
atau protozoa. Diagnosis dibuat dengan menemukan telur di dalam tinja.
·
Epidemiologi
Penyebaran
penyakit ini adalah terkontaminasinya tanah dengan tinja yang mengandung telur
cacing cambuk. Telur tumbuh dalam tanah liat, lembab dan tanah dengan suhu
optimal ± 30˚ C. Infeksi cacing cambuk terjadi bila telur yang infektif masuk
melalui mulut bersama makanan atau minuman yang tercemar atau melalui tangan
yang kotor.
·
Pengobatan
Obat infeksi cacing cambuk adalah mebendazol /
albendazol dan oksantel pamoat.
v
Cacing tambang ( Ancylostoma duodenale )
·
Hospes dan nama penyakit
Hospes parasit ini adalah manusia, cacing ini
menyebabkan ankilostomiasis.
·
Distribusi geografik
Penyebaran cacing ini diseluruh daerah khatulistiwa dan
di tempat lain dengan keadaan yang sesuai, misalnya di daerah pertambangan dan
perkebunan. Prevalensi di Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan sekitar
40 %.
·
Lingkaran hidup
Cacing dewasa hidup dirongga usus halus dengan giginya
melekat pada mukosa usus. Cacing betina menghasilkan 9.000 – 10.000 butir telur
sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira – kira
0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya
ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang adalah sebagai berikut : telur
cacing akan keluar bersama tinja setelah 1 – 1,5 hari dalam tanah , telur
tersebut menetas menjadi larva rabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva
tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan
hidup 7 – 8 minggu di tanah. Setelah
menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru – paru. Di
paru – paru menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan
laring. Dari laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan
menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit
atau ikut tertelan bersama makanan.
·
Patofisiologi
Cacing
tambang hidup dalam rongga usus halus tapi melekat dengan giginya pada dinding
usus dan menghisap darah. Infeksi cacing tambang menyebabkan kehilangan darah
secara perlahan – lahan sehingga penderita mengalami kekurangan darah ( anemia
) akibatnya dapat menurunkan gairah kerja serta menurunkan produktifitas.
Tetapi kekurangan darah ( anemia ) ini biasanya tidak dianggap sebagai cacingan
karena kekurangan darah bisa terjadi oleh banyak sebab.
·
Gejala
klinik dan diagnosis
Gejala
klinik karena infeksi cacing tambang antara lain tidak bergairah, konsentrasi
belajar berkurang, pucat dan anemia.
·
Epidemiologi
Kejadian
penyakit ini di indonesia sering ditemukan pada penduduk, terutama di daerh
pedesaan khususnya di perkebunan atau pertambangan. Cacing ini menghisap darah
hanya sedikit namun luka – luka gigitan yang berdarah akan berlangsung lama,
setelah gigitan dilepaskan dapat menyebabkan anemia yang lebih berat. Kebiasaan
buang air besar di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun sangat penting
dalam penyebaran infeksi penyakit ini. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva
adalah tanah gembur ( pasir, humus ) dengan suhu optimum 32 - 38˚ C. Untuk
menghindari infeksi Manusia merupakan hospes defenitif beberapa nematoda usus
(cacing perut), yang dapat mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat dapat
dicegah dengan memakai sandal / sepatu bila keluar rumah.
·
Pengobatan
Obat untuk
infeksi cacing tambang adalah pirantel pamoat, mebendazol dan albendazol.
2.3 Identifikasi / pemeriksaan telur cacing
cara sedimentasi
·
Tujuan
Untuk
mengidentifikasi adanya telur cacing gelang ( Ascaris lumricoides ), cacing tambang
( Ancylostoma duodenale ), dan cacing cambuk ( Trichuris trichiura ) pada tinja
/ faeces dangan cara sedimentasi.
·
Alat
dan bahan
Alat :
- pemusing listrik
-
tabung sentrifuge vulume 15 ml yang dilengkapi dengan
penutup
-
botol
-
kasa
-
corong
-
silinder berskala
-
swab kapas
Bahan :
-
larutan formaldehida
-
eter
murni ( bila tidak ada, dapat dipakai petrol atau gasoline )
-
larutan
sodium klorida
-
larutan
iodin lugol
-
sampel
tinja / faeces
·
Cara
kerja
1.
Ambil
kira – kira 2 ml tinja. Hancurkan dan campur larutan sodium klorida.
2.
Saring
dengan dua lapis kasa, tampung pada tabung sentrifuge berskala ( dengan tanda
angka 10 dan 13 ).
3.
Pusingkan
dengan kecepatan medium selama 1 menit kemudian tuang supernatan. Bila
supernatan masih keruh, endapan dicuci lagi dengan menambahkan 10 ml sodium
klorida, pusingkan selama 1 menit dengan kecepatan medium dan buang supernatan.
4.
Tambahkan
10 ml formaldehida pada endapan.
5.
Campur
dengan baik dan biarkan selama 5 menit.
6.
Tambahkan
3 ml eter atau petrol ( sampai di atas tanda 13 ). Yakinkan tidak ada api ( gas
terbuka ) di dekat dan sekitar tempat pemeriksaan.
7.
Tutup
tabung pegang pada satu sisi dan kocok selama 30 menit.
8.
Buka
tutupnya secara hati – hati. Pusingkan dengan kecepatan rendah selama 1 menit.
Akan tampak 4 lapisan pada tabung yaitu :
-
lapisan
pertama : eter
-
lapisan
kedua : debris
-
lapisan
ketiga : larutan formaldehida
-
lapisan
keempat : endapan mengandung telur dan kista parasit.
9.
Bebaskan
lapisan debris dengan memutar ujung
pengaduk kayu diantaranya dengan tepi tabung. Balik tabung dan buang
semua supernatan. Gunakan swab kapas untuk membuang semua debris yang menempel
pada tepi tabung.
10.
Campur
cairan yang tinggal dengan endapan dengan mengetuk – ngetuk dasar tabung.
11.
Teteskan
didua tempat pada gelas benda masing – masing 1 tetes endapan. Tambahkan
sedikit larutan iodin pada tetesan endapan kedua.
12.
Tutup
dengan gelas penutup pada kedua tetesan. Periksa di bawah mikroskop.
Sediaan 1 ( tidak dicat ) :
gunakan obyektif 10 X , 40 X . ( telur, larva )
Sediaan 2 ( dicat ) : gunakan
obyektif 40 X ( kista )
Catatan :Ikuti cara yang sama, tetapi pada langkah
nomor 1 digunakan aquades untuk mengganti larutan sodium klorida ( jika tinja yang diawetkan dengan
formaldehide ).
·
Hasil
pengamatan
Pada
pemeriksaan tinja secara sedimentasi semua protozoa, telur dan larva yang jika
ada dalam tinja akan terdeteksi.
2.4 Kelebihan dan kekurangan dari pemeriksaan
telur cacing cara sedimentasi dibanding cara pengapungan dan cara langsung.
Adapun kelebihan dan
kekurangan dari pemeriksaan telur cacing cara sedimentasi dibanding cara
pengapungan dan cara langsung adalah cara sedimentasi lebih sensitif sebab volume tinja yang diperiksa bisa
lebih banyak, dengan demikian hasil negatif dari pemeriksaan langsung bisa
menunjukkan hasil positif bila diperiksa dengan metode konsentrasi. Meskipun
pada sediaan cara sedimentasi terdapat partikel – partikel tinja, namun semua
protozoa, telur dan larva yang ada akan terdeteksi, telur – telur cacing tetap
utuh dan tidak terdistorsi mengendap di dasar lubang. Dan cara ini juga merupakan
cara yang lebih kecil kemungkinannya menjadi subjek kesalahan teknik.
2.5 Pencegahan dan pengobatan
·
Pencegahan
Upaya pencegahan cacingan
dapat dilakukan melalui upaya kebersihan perorangan ataupun kebersihan
lingkungan.
F Menjaga Kebersihan perorangan
a). Mencuci
tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar dengan menggunakan air dan
sabun.
b).
Menggunakan air bersih untuk keperluan makan, minum dan mandi.
c). Memasak
air untuk minum.
d). Mencuci
dan memasak makanan dan minuman sebelum dimakan
e). Mandi dan
membersihkan badan paling sedikit 2x sehari
f). Memotong dan membersihkan kuku.
g). Memakai
alas kaki bila berjalan ditanah dan memakai sarung tangan bila melakukan
pekerjaan yang berhubunga dengan tanah.
h). Menutup
makanan dengan tutup saji untuk mencegah debu dan lalat mencemari makanan
tersebut
F Menjaga Kebesihan lingkungan
a).
Membuang tinja dijamban agar tidak mengotori lingkungan
b). Jangan
membuang tinja, sampah atau kotoran disungai
c).
Mengusahakan pengaturan pembuangan air kotor
d).
Membuang sampah pada tempatnya untuk menghindari lalat dan lipas
e). Menjaga
kebersihan rumah dan lingkungannya
· Pengobatan
Pengobatan
cacingan dilakukan sesuai dengan hasil pemeriksaan tinja.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
·
Jenis
cacing perut yang paling banyak mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat
di Indonesia.
Diantara cacing perut tardapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui
tanah (soil transmitted helminths). Diantara cacing tersebut yang terpenting
adalah cacing gelang (Ascaris lumricoides), cacing tambang (Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura).
·
Identifikasi
/ pemeriksaan telur cacing cara sedimentasi.
Pada pemeriksaan tinja secara
sedimentasi semua protozoa, telur dan larva yang jika ada dalam tinja akan
terdeteksi.
·
Kelebihan
dan kekurangan dari pemeriksaan telur cacing cara sedimentasi dibanding cara
pengapungan dan cara langsung.
Adapun
kelebihan dan kekurangan dari pemeriksaan telur cacing cara sedimentasi
dibanding cara pengapungan dan cara langsung adalah cara sedimentasi lebih
sensitif sebab volume tinja yang diperiksa bisa lebih banyak, dengan demikian
hasil negatif dari pemeriksaan langsung bisa menunjukkan hasil positif bila
diperiksa dengan metode konsentrasi. Meskipun pada sediaan cara sedimentasi
terdapat partikel – partikel tinja, namun semua protozoa, telur dan larva yang
ada akan terdeteksi, telur – telur cacing tetap utuh dan tidak terdistorsi
mengendap di dasar lubang. Dan cara ini juga merupakan cara yang lebih kecil
kemungkinannya menjadi subjek kesalahan teknik.
·
Pencegahan
dan pengobatan
Upaya pencegahan cacingan
dapat dilakukan melalui upaya kebersihan perorangan ataupun kebersihan
lingkungan. Sedangkan pengobatan cacingan dilakukan sesuai dengan hasil
pemeriksaan tinja.
3.2
Saran
Upaya pencegahan cacingan dapat dilakukan melalui
upaya kebersihan perorangan ataupun kebesihan lingkungan. Salah satu contohnya
adalah cuci tangan sebelum makan dengan menggunakan sabun serta menjaga
kebersihan rumah dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Http:///www.Cermin dunia
kedokteran No. 124, 1999 39.htm
Gandahusada,srisasi,dkk. 2000. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga.
FKUI. Jakarta
Prasetyo,R
heru. 2002. Pengantar praktikum
helmintologi kedokteran edisi kedua. Airlangga universiti press. Surabaya.
Umar fahmi
ahmadi. 2004. Pedoman umum program
nasional pemberantasan cacingan di era desentralisasi. Depkes RI : jakarta.