PENDAHULUAN
Tes APTT (activated partial thromboplastin
time, atau masa tromboplastin parsial teraktivasi) merupakan tes penyaring
pembekuan darah melalui jalur intrinsik
dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan XII, prekalikren, kininogen, XI, IX,
VIII, X, V protrombin dan fibrinogen (1,2,3,4).
Teori yang banyak dianut untuk
menerangkan proses pembekuan darah adalah teori cascade atau waterfall
yang dikemukakan oleh Mac Farlane, Davie, dan Ratnoff. Menurut teori ini tiap
faktor pembekuan darah diubah menjadi aktif oleh faktor sebelumnya dalam
rangkaian enzimatik. Faktor pembekuan beredar dalam darah sebagai prekursor
yang akan diubah menjadi enzim bila diaktifkan. Enzim ini akan mengubah
prekursor selanjutnya menjadi enzim. Jadi mula-mula faktor pembekuan darah
bertindak sebagai substrat dan kemudian sebagai enzim(1).
Proses pembekuan darah dimulai
melalui dua jalur yaitu jalur intrinsik yang dicetuskan oleh aktivasi kontak
dengan melibatkan F.XII, F.XI, F.IX, F.VIII, HMWK, PK, platelet factor 3 (PF.3)
dan ion Kalsium, serta jalur ekstrinsik yang dicetuskan oleh tromboplastin
jaringan dengan melibatkan F.VII, ion Kalsium. Kedua jalur ini kemudian
bergabung menjadi jalur bersama yang melibatkan F.X, F.V, protrombin dan
fibrinogen (1,2).
Tes APTT merupakan modifikasi dari
tes PTT (partial thromboplastin time, atau masa tromboplastin parsial) yang
dapat dilakukan lebih cepat dengan hasil yang
lebih teliti (1,2,3,4,5,6). Tes APTT digunakan bersama tes pembekuan
lain, misalnya PT (prothrombin time) untuk menentukan kelainan terletak pada
inhibitor atau pada defisiensi faktor pembekuan(1,2). Zat inhibitor merupakan
zat yang menghambat pembentukan fibrin, misalnya antitrombin III, protein C dan
protein S (8).
Tujuan penulisan ini untuk mengetahui
cara kerja tes APTT dan interpretasinya.
METODE
Metode koagulasi (7).
PRINSIP
Prinsip kerja tes ini adalah mengukur
lamanya terbentuk bekuan bila ke dalam plasma ditambahkan reagens tromboplastin
parsial dan aktivator serta ion kalsium (1).
BAHAN
Sampel (3,7):
Persiapan penderita dan sampel:
- Tes
dikerjakan sebelum penderita diberi transfusi atau pengobatan.
- Bendungan
seminimal mungkin untuk mencegah terjadinya hemokonsentrasi dan lepasnya
aktivator plasminogen
- Penggunaan
semprit plastik untuk mencegah adhesi trombosit dan aktivasi plasminogen.
- Jarum
yang dipakai paling kecil (no.20) untuk mencegah terjadinya hemolisis.
- Sampel
yang dipakai adalah plasma sitrat (9 bagian darah : 1 bagian Na. Sitrat 38
g/l)
Untuk kontrol orang
sehat, perlakuannya sama dengan sampel.
Reagen (3):
1. Kaolin 5g/l dalam larutan buffer
barbiton
2. Fosfolipid 20 sampai 25 IU/dl
Larutan 1 dan 2 sudah dalam 1 larutan
disebut reagen aktivator
3. CaCL2 0,025 mol/l
Alat (3):
1. Tabung reaksi 4. Inkubator
2. rak tabung 5. Stopwatch
3. batang pengaduk berupa Nichrome
loopstop watch
CARA KERJA:
1. 100 mL aktivator ditambahkan 100 mL plasma
dimasukkan ke dalam tabung A.
2. 200 mL CaCl2 masukkan ke dalam tabung B.
3. Inkubasi kedua tabung selama 5 menit
pada suhu 37°C.
4. Ambil 100 mL CaCl2
(tabung B) masukkan ke dalam tabung A.
5. Jalankan stopwatch, aduk, amati
hingga terjadi bekuan.
6. Tes ini diulang pada plasma kontrol
(3).
NILAI RUJUKAN
20 - 40 detik
INTERPRETASI
APTT akan memanjang pada (3):
1. Disseminated intravasculer coagulation
2. Penyakit-penyakit hati
3. Transfusi masif.
4. Pemberian heparin, dosis heparin
diatur sampai APTT mencapai 1,5 - 2,5 kali nilai kontrol.
5. Defisiensi faktor bekuan selain
faktor VII.
APTT akan memendek pada (3):
1. Reaksi fase akut perdarahan
2. Penyakit Myeloproliferatif.
Untuk Mengetahui letak kelainan
pembekuan dilakukan tes terhadap inhibitor:
Campuran 50:50 antara plasma kontrol
dan plasma pasien dicampur dan dilakukan tes, jika tetap memanjang berarti
terdapat inhibitor tetapi bila terkoreksi berarti kelainannya disebabkan oleh
adanya defisiensi (3).