BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Insiden
sifilis telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, dilaporkan 53.000 kasus
pada tahun 1996, sedangkan pada tahun 1992 113.000 kasus. Namun, jumlah kasus
sifilis primer dan sekunder meningkat pada tahun 2000-2007.Pada tahun 2007,
11.466 kasus dilaporkan kepada US Centers for Disease Control and
Prevention.Sebagian besar dari peningkatan ini terjadi pada pria, terutama pada
pria yang berhubungan seks dengan pria lain. Keseluruhan kasus yang dilaporkan
pada wanita menurun. Lebih dari 80% kasus yang dilaporkan di selatan Amerika
Serikat. Kecenderungan untuk kasus sifilis kongenital terjadi penurunan selama
sepuluh tahun terakhir.
Di Indonesia, pada beberapa puluh tahun yang lalu, nama
“PHS” yang paling terkenal adalah “Raja Singa”, yang menjadi korban umunya
adalah kaum dewasa, antara usia 19-35 tahun. Tetapi yang kini muncul dan lebih
memprihatinkan adalah penderita penderita PHS bukan hanya orang-orang yang telah dewasa, tetapi dari kalangan remaja
telah menjadi korbannya. Hal ini, bukan rahasia lagi.
Bukan saja karena akibat adanya dampak negatif dari era
modernisasi yang telah melanda di hampir setiap lapisan masyarakat yang secara
tidak langsung ikut pula menambah dorongan image ke arah keliru dan menyimpang,
yakni menjadi lebih terfokus ke hal-hal yang hanya menggambarkan kebangkitan
nafsu birahi, dan lain sebagainya lagi, yang jelas tidak sehat serta menjurus
pula ke perbuatan seksual yang negatif, sehingga timbullah istilah “Penyakit
Hubungan Seksual”.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa
definisi penyakit sifilis ?
2. Apa
saja jenis penyakit sifilis itu secara klinis?
3. Bagaimana
penularan penyakit sifilis?
4. Bagaimana
cara pencegahan penyakit sifilis?
5. Bagaimana
cara pengobatan penyakit sifilis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui macam-macam penyakit hubungan seksual
yang sering terjadi di lingkungan masyarakat.
2. Untuk mengetahui Upaya-upaya yang dilakukan untuk
menanggulangi penyakit hubungan seksual.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Sifilis
adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit tersebut ditularkan
melalui hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau dapat kambuh lagi
sewaktu-waktu selain itu bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit ini dapat
cepat diobati bila sudah dapat dideteksi sejak dini. Kuman yang dapat
menyebabkan penyakit sifilis dapat memasuki tubuh dengan menembus selaput
lendir yang normal dan mampu menembus plasenta sehingga dapat menginfeksi janin
(Soedarto, 1998).
Sifilis
adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum.
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual. Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir
semua alat tubuh (Hidayat, 2009).
Sifilis
ialah penyakit infeksi oleh Treponema palidum dengan
perjalanan penyakit yang kronis, adanya remisi dan aksaserbasi, dapat menyerang
semua organ dalam tubuh terutama sistem kardiovaskular, otak, dan susunan
saraf, serta dapat terjadi sifilis kongenital (Mansjoer, Arif, et al,
2000: 153).
Berdasarkan
beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa sifilis adalah penyakit infeksi
yang dapat digolongkan Penyakit Menular Seksual (PMS), yang disebabkan
oleh Treponema palidium, yang bersifat kronis dan bekerja
secara sistemik.
B. Penyebab
Penyakit Sifilis
Sifilis disebabkan
oleh Treponema Pallidum. Treponema Pallidum termasuk
ordo Spirochaeta, famili Treponemetoceae yang
berbentuk seperti spiral dengan panjang antara 5- 20 mikron dan lebar 0,1- 0,2
mikron, mudah dilihat dengan mikroskop lapangan gelap akan nampak seperti
spiral yang bisa melakukan gerakan seperti rotasi. Organisme ini bersifat
anaerob mudah dimatikan oleh sabun, oksigen, sapranin, bahkan oleh Aquades.
Didalam darah donor yang disimpan dalam lemari es Treponema Pallidum akan
mati dalam waktu tiga hari tetapi dapat ditularkan melalui tranfusi mengunakan
darah segar (Soedarto, 1990). Sifilis
ini juga dapat menular melalui hubungan seksual dengan penderita sifilis.
Kontak kilit dengan lesi yang mengandung T. pallidumjuga akan
menularkan penyakit sifilis.
C. Asal
mula Penyakit Sifilis
Asal penyakit tidak jelas.
Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Pada tahun 1494 terjadi epidemi di
Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan sifilis melelui hubungan
seksual. Pada abad ke-15 terjadiwabah di Eropa. Sesudah tahun 1860, morbilitas
sifilis menurun cepat. Selama perang dunia II, kejadian sifilis meningkat dan
puncaknya pada tahun 1946, kemudian menurun setelah itu.
Kasus sifilis di Indonesia
adalah 0,61%. Penderita yang terbanyak adalah stadium laten, disusul sifilis stadium
I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II.
D. Manifestasi Klinis
1. Sifilis primer
Berlangsung
selama 10 - 90 hari sesudah infeksi ditandai oleh Chancre sifilis dan adenitis
regional. Papula tidak nyeri tampak pada tempat sesudah masuknyaTreponema
pallidum. Papula segera berkembang menjadi ulkus bersih, tidak nyeri dengan
tepi menonjol yang disebut chancre. Infeksinya sebagai lesi primer
akan terlihat ulserasi (chancre) yang soliter, tidak nyeri, mengeras, dan
terutama terdapat di daerah genitalia disertai dengan pembesaran kelenjar
regional yang tidak nyeri. Chancre biasanya pada genitalia berisi Treponema
pallidum yang hidup dan sangat menular, chancre extragenitalia dapat juga
ditemukan pada tempat masuknya sifilis primer. Chancre biasanya bisa sembuh
dengan sendirinya dalam 4 – 6 minggu dan setelah sembuh menimbulkan jaringan
parut. Penderita yang tidak diobati infeksinya berkembang ke manifestasi
sifilis sekunder.
2 . Sifilis Sekunder
Terjadi
sifilis sekunder, 2–10 minggu setelah chancre sembuh. Manifestasi sifilis
sekunder terkait dengan spiroketa dan meliputi ruam, mukola papuler non
pruritus, yang dapat terjadi diseluruh tubuh yang meliputi telapak tangan dan
telapak kaki; Lesi pustuler dapat juga berkembang pada daerah yang lembab di
sekitar anus dan vagina, terjadi kondilomata lata (plak seperti veruka, abu–abu
putih sampai eritematosa). Dan plak putih disebut (Mukous patkes)
dapat ditemukan pada membran mukosa, gejala yang ditimbulkan dari sifilis
sekunder adalah penyakit seperti flu seperti demam ringan, nyeri kepala,
malaise, anoreksia, penurunan berat badan, nyeri tenggorokan, mialgia, dan
artralgia serta limfadenopati menyeluruh sering ada. Manifestasi ginjal, hati,
dan mata dapat ditemukan juga, meningitis terjadi 30% penderita. Sifilis
sekunder dimanifestasikan oleh pleositosis dan kenaikan cairan
protein serebrospinal (CSS), tetapi penderita tidak dapat
menunjukkan gejala neurologis sifilis laten.
E. Relapsing Sifilis
Kekambuhan
penyakit sifilis terjadi karena pengobatan yang tidak tepat dosis dan jenisnya.
Pada waktu terjadi kekambuhan gejala – gejala klinik dapat timbul kembali,
tetapi mungkin juga tanpa gejala hanya perubahan serologinya yaitu dari reaksi
STS (Serologis Test for Syfilis) yang negatif menjadi positif.
Gejala yang timbul kembali sama dengan gejala klinik pada stadium sifilis
sekunder.
Relapsing sifilis yang ada terdiri dari :
1. Sifilis laten
Fase
tenang yang terdapat antara hilangnya gejala klinik sifilis sekunder dan
tersier, ini berlangsung selama 1 tahun pertama masa laten (laten awal). Tidak
terjadi kekambuhan sesudah tahun pertama disertai sifilis lambat yang
tidak mungkin bergejala. Sifilis laten yang infektif dapat ditularkan selama 4
tahun pertama sedang sifilis laten yang tidak menular berlangsung setelah 4
tahun tersebut. Sifilis laten selama berlangsung tidak dijumpai gejala klinik
hanya reaksi STS positif.
2. Sifilis tersier
Sifilis
lanjut ini dapat terjadi bertahun – tahun sejak sesudah gejala sekunder
menghilang. Pada stadium ini penderita dapat mulai menunjukkan manifestasi
penyakit tersier yang meliputi neurologis, kardiovaskuler dan lesi gummatosa,
pada kulit dapat terjadi lesi berupa nodul, noduloulseratif atau gumma. Gumma
selain mengenai kulit dapat mengenai semua bagian tubuh sehingga dapat terjadi
aneurisma aorta, insufisiensi aorta, aortitis dan kelainan pada susunan syaraf
pusat (neurosifilis ).
3. Sifilis kongenital
Sifilis
kongenital yang terjadi akibat penularan dari ibu hamil yang menderita sifilis
kepada anaknya melalui plasenta. Ibu hamil dengan sifilis dengan pengobatan
tidak tepat atau tidak diobati akan mengakibatkan sifilis kongenital pada
bayinya. Infeksi intrauterin dengan sifilis mengakibatkan anak lahir mati,
infantille congenital sifilis atau sifilis timbul sesudah anak menjadi besar
dan bahkan sesudah dewasa. Pada infantil kongenital sifilis bayi mempunyai lesi
– lesi mukokutan. Kondiloma, pelunakan tulang – tulang panjang, paralisis dan
rinitis yang persisten. Sedangkan jika sifilis timbul sesudah anak menjadi
besar atau dewasa maka kelainan yang timbul pada umumnya menyangkut susunan
syaraf pusat misalnya parasis atau tabes, atrofi nervous optikus dan tuli
akibat kelainan syaraf nervous kedelapan, juga interstitial keratitis,
stig mata tulang dan gigi, saddel – nose, saber shin ( tulang kering terbentuk
seperti pedang ) dan kadang – kadang gigi Hutchinson dapat dijumpai. Prognosis
sifilis kongenital tergantung beratnya infeksi tetapi kelainan yang sudah
terjadi akibat neurosifilis biasanya sudah bisa disembuhkan. (Soedarto,
1990).
F. Penularan
Penyakit Sifilis
1. Stadium
Dini
Pada sifilis yang
didapat, Treponema pallidum masuk ke dalam kulit melalui
mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut
berkembang biak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas
sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di perivaskuler,
pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi dikelilingi oleh Treponema
pallidum dan sel-sel radang. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan
perubahan hipertrofi endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis
obliterans). Pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S I. Sebelum S I terlihat,
kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara limfogen dan
berkembang biak, terjadi penjalaran hematogen yang menyebar ke seluruh jaringan
tubuh. Multiplikasi diikuti oleh reaksi jaringan sebagai S II yang terjadi 6-8
minggu setelah S I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat
tersebut berkurang jumlahnya. Terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya
sembuh berupa sikatrik. S II juga mengalami regresi perlahan-lahan lalu
menghilang. Timbul stadium laten. Jika infeksi T. pallidum gagal
diatasi oleh proses imunitas tubuh, kuman akan berkembang biak lagi dan
menimbulkan lesi rekuren. Lesi dapat timbul berulang-ulang.
2. Stadium
Lanjut
Stadium laten berlangsung
bertahun-tahun karena treponema dalam keadaan dorman. Treponema mencapai sistem
kardiovaskuler dan sistem saraf pada waktu dini, tetapi kerusakan
perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan
gejala klinis. Kira-kira dua pertiga kasus dengan stadium laten tidak memberi
gejala.
G. Pencegahan
Banyak hal yang dapat
dilakukan untuk mencegah seseorang agar tidak tertular penyakit sifilis. Hal-hal
yang dapat dilakukan antara lain :
Ø Tidak
berganti-ganti pasangan
Ø Berhubungan
seksual yang aman: selektif memilih pasangan dan pempratikkan ‘protective sex’.
Ø Menghindari
penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan transfusi darah yang sudah
terinfeksi.
H. Cara
Pengobatan
Pengobatan dilakukan
tergantung stadium sifilis yang diderita. Biasanya diberikan antibiotik seperti
suntikan penisilin sebagai berikut:
Ø Sifilis
stadium primer, diberikan Procaine penicilin G sebanyak 1 kali suntikan
Ø Sifilis
stadium sekunder, biasanya diberikan Benzathine penicilin.
Penisilin juga diberikan kepada penderita sifilis fase laten dan semua bentuk sifilis fase tersier, meskipun mungkin perlu diberikan lebih sering dan lebih lama.
Penisilin juga diberikan kepada penderita sifilis fase laten dan semua bentuk sifilis fase tersier, meskipun mungkin perlu diberikan lebih sering dan lebih lama.
Jika
penderita alergi terhadap penisilin, bisa diberikan doksisiklin atau
tetrasiklin per-oral selama 2-4 minggu.
I. Rehabilitasi
Tidak ada rehabilitasi yang
diperlukan untuk tahap awal sifilis. Rehabilitasi tahap-tahap selanjutnya akan
tergantung pada perjalanan penyakit.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sifilis disebabkan oleh
spirokaeta Treponema pallidum setelah suatu periode inkubasi beberapa minggu.
Insiden sifilis di Amerika Serikat meningkat dan menimbulkan akibat yang serius
selama masa hamil.
Pemeriksaan serologi tidak
spesifik yang digunaan untuk tujuan skrining, terdiri dari dua tipe, yakni
komplemen dan flokulasi. Hasil pemeriksaan VDRL positif baru dapat dilihat pada
hari ke-10 sampai ke-90 setelah infeksi.
Pemeriksaan spesifik adanya
antigen treponema lebih mahal dan digunaan untuk diagnosis banding. Penisilin
lebih dipilih untuk pengobatan sifilis. Pada individu yang alergi terhadap
penisilin., pilihan lain mencakup tetrasiklin atau doksisiklin, eritromisin dan
seftriakson. Tetrasiklin dikontraindikasikan pada kehamilan karena efek
obat-obatan itu pada fungsi hati ibu dan pada perubahan warna gigi, seta
penurunan pertumbuhan tulang pada janin.
B. Saran
Jauhilah penyebab yang
dapat mengakibatkan kita terkena penyakit sifilis ini, karena penyakit ini sangat
berbahaya.
DAFTAR
PUSTAKA
http://akbidbhaktiindonesiabogor.blogspot.co.id/2011/10/makalah-sifilis.html
KASUS PENYAKIT SIPILIS DI JEPANG
Penyakit sifilis
meningkat tajam di Jepang. Kasus tersebut bahkan terjadi di antara wanita-wanita
muda di negeri itu. Kondisi inilah yang memaksa Kementerian Kesehatan Jepang
membentuk tim riset khusus demi menemukan jalan untuk mencegah penyebaran penyakit
tersebut. Sifilis atau raja singa adalah salah satu infeksi menular seksual
(IMS) akibat bakteri bernama treponema pallidum.
Seperti diberitakan
laman Kyodo, berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai rumah sakit di
Jepang, hingga awal Desember lalu, total penderita sifilis mencapai 4.259
orang. Angka itu meningkat 77 persen dari jumlah 2.412 penderita pada periode
yang sama tahun sebelumnya, bahkan melonjak tujuh kali lipat dari satu dekade
sebelumnya. Infeksi ini dipercaya menyebar akibat perilaku heteroseksual.
Kendati demikian, angka penyebaran dari ibu kepada anak pun disebut mengalami
peningkatan.
Pemerintah Jepang
pun mendorong warga yang merasa diri mereka berisiko terserang sifilis untuk menjalani
pemeriksaan secepatnya. Sebab, penyakit ini tetap dapat menyebar, meski
penderita belum merasakan keluhan apa pun. Perilaku para kaum muda Jepang yang
berganti pasangan seks, kegiatan para pekerja industri seks, dan meningkatkan
jumlah turis mancanegara juga diduga menjadi pemicu cepatnya penyebaran
penyakit ini.
Namun, belum
diperoleh kepastian tentang penyebab utama dari percepatan penyebaran yang luar
biasa jika dibandingkan 10 tahun silam. Saat ini, para pengidap sifilis di
Jepang diminta melaporkan diri, jika mereka pernah melakukan hubungan seks,
baik dengan pasangan sejenis maupun beda jenis kelamin. Para penderita sifilis
yang memiliki pengalaman seks oral pun harus melaporkan diri. Sebab, infeksi
ini pun dapat menular dari seks oral, yang ditandai dengan munculnya ruam di
dalam mulut.
Di Jepang,
kewajiban melapor semacam ini diatur dalam Undang-Undang tentang Penyakit
Menular. Namun, laporan itu hanya akan mencantumkan data umum, seperti usia
pasien dan jenis kelamin. Tak ada identitas lebih detail tentang pekerjaan
ataupun kebangsaan pasien.
Penyebaran infeksi
ini paling banyak terjadi di Shinjuku Ward, Tokyo. Wilayah tersebut memang
dikenal sebagai lokasi hiburan malam di Tokyo. Sebanyak 40 persen pasien
sifilis yang terdata di Tokyo berasal dari daerah ini. Shinjuku Ward juga
menyumbang angka 20 persen dari jumlah penderita sifilis di seluruh Jepang. Menanggapi
kondisi itu, otoritas kesehatan di Shinjuku Ward mendorong semua RS agar mau menanyakan
latar belakang pasien.
Pertanyaan itu
berkisar tentang apakah pasien bekerja di bisnis hiburan dan kebangsaan pasien
tersebut. Data tersebut diharapkan bisa memetakan "rute" utama
penyebaran sifilis di Jepang.
Sementara itu, tim
riset khusus yang dibentuk Pemerintah Jepang ditargetkan mampu menyelesaikan
verifikasi tentang penyebaran infeksi itu pada akhir Maret tahun depan. Makoto
Onishi, Kepala Seksi bidang Bakteri di Institut Nasional Penyebaran Penyakit
Menular Jepang, menjadi kepala tim khusus tersebut. Onishi mengatakan, timnya
berintensi untuk mengklarifikasi kelompok mana yang paling berisiko dalam
penyebaran infeksi ini. "Kami pun akan melakukan langkah edukasi kepada
warga tentang bagaimana mencegah dan menangani penyebarannya," kata
Onishi.